Bedaya Rimbe

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bedaya Rimbe merupakan sebuah tarian resmi kenegaraan dari kesultanan Kanoman di Cirebon yang penuh dengan filosofi dakwah Islam serta mengadopsi beberapa bagian dari persfektif Sunda dalam gerakannya.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Tari Bedaya Rimbe merupakan salah satu bentuk tarian yang disusun oleh Sultan Kanoman VIII Pangeran Raja Adipati (PRA) Dzoelkarnaen.[1]

Tarian Bedaya Rimbe termasuk tarian sakral bagi kesultanan Kanoman karena ketatnya aturan penyajian dan tata caranya termasuk bagi penarinya.

Pada tahun 1960an dari keterangan Pangeran Yusuf Dendabrata, tari Bedaya Rimbe pernah dipentaskan di Pura (istana) Mangkunegara, Banjar sari, Surakarta di mana Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara VIII Hamidjojo Saroso memberikan jam tangan berlapis emas kepada para penarinya setelah pementasan selesai.[2]

Pada tahun 1967 Sultan Kanoman ke sepuluh, Pangeran Raja Adipati (PRA) Muhammad Nurus mempersembahkan tari Bedaya Rimbe kepada para tamu dari Prancis, penari yang membawakannya adalah mimi (bahasa Indonesia: Ibu) Ratu Nuraeni dan Ratu Yohana[2]

Filosofi[sunting | sunting sumber]

Filosofi dasar dari tarian Bedaya Rimbe adalah nilai tradisi lama (termasuk Sunda) yang dibalut dengan sudut pandang keislaman, enam penari melambangkan rukum iman dalam ajaran Islam yaitu percaya kepada Allah swt, kepada malaikat, kepada kitab-kitab Allah swt, kepada rasul-rasulnya, kepada hari kiamat dan kepada qada serta qadar. Lilin dan cahaya yang dibawa oleh para penarinya merupakan manifestasi dari simbol rukun iman sebagai penerang manusia dalam menjalani kehidupannya mencari ridho Allah swt.

Sementara budaya sunda (sunda wiwitan) diwakilkan dalam fase tarian yang berjumlah tiga fase, bilangan bilangan seperti 3, 6, 12 dan seterusnya erat kaitannya dengan filosofi Tri Tangtu dalam masyarakat Sunda bahwa ketika manusia mengarungi hidupnya dimasyarakat dia tidak hanya menyandarkan pada dirinya sendiri, namun juga pada orang lain dan Gusti yang kuasa, yang dalam Bedaya Rimbe implemetasinya ditujukan pada mengikuti ajaran Allah swt (tuhan semesta alam)[2]

Revitalisasi[sunting | sunting sumber]

Revitalisasi tari Bedaya Rimbe dilakukan karena sudah tuanya para penari Bedaya Rimbe sehingga jarang ditampilkan lagi, bahkan pihak kesultanan Kanoman sudah mulai tidak mengingat gerakannya. Revitalisasi Bedaya Rimbe mencapai puncaknya ketika tarian ini akhirnya kembali ditampilkan kepada masyarakat pada tahun 2006[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]