Bararak Tomek Kaji

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bararak Tomek Kaji adalah sebuah tradisi keagamaan yang diselenggarakan oleh masyarakat di Kenegerian Koto Rajo, Kecamatan Kuantan Hilir Seberang. Tradisi ini merupakan cara untuk mengapresiasi keberhasilan anak-anak yang telah tuntas menamatkan kaji-nya atau masa belajar baca Al-Qur'an maupun ilmu agama di surau. Anak-anak tersebut akan diarak keliling kampung dalam suatu kirab bersama-sama rombongan pawai. Anak-anak tersebut juga lazim disebut dengan anak manomek kaji.[1]

Bararak Tomek Kaji hanya dapat dilangsungkan apabila anak-anak belajar membaca Al-Qur'an atau ilmu agama di surau, baik yang sekalian dengan seninya maupun menghafal surat-surat pendek pilihan dalam juz ‘amma atau juz 30. Sehingga bagi mereka yang belajar Al-Qur’an secara privat di rumah atau di sekolah, TPQ atau MDA, tidak dapat melangsungkan tradisi Bararak Tomek Kaji.

Pelaksanaan[2][sunting | sunting sumber]

Bagi masyarakat Kenegerian Koto Rajo, prosesi Bararak Tomek Kaji ini terdiri dari dua bagian yang dilaksanakan selama dua hari berturut-turut. Hari pertama untuk ma-rarak si anak manomek kaji, sedangkan di hari kedua adalah penabalan untuk mengesahkan bahwa mereka telah tuntas dalam belajar di hadapan guru surau.[3]

Hari Pertama[sunting | sunting sumber]

Di pagi hari pertama, keluarga anak manomek kaji akan membuat acara kenduri di rumah bako. Dalam hal ini, rumah bako yang dipilih adalah mereka yang paling tua atau paling dekat hubungannya si ayah dalam keluarga tersebut. Dari rumah bako ini pula nantinya, anak yang manomek kaji akan dilepas untuk diarak keliling kampung begitu acara kenduri selesai.

Bako yang dimaksud ini dalam tatanan keluarga masyarakat di Rantau Kuantan adalah saudara kandung adik-beradik dari pihak ayah yang berjenis kelamin perempuan. Dalam hal ini bisa adik perempuan ayah kita yang dipanggil Mak Etek, atau kakak perempuan sang ayah dengan panggilan Mak Uwo atau Mak Wo.[4]

Setelah acara kenduri selesai, anak manomek kaji dinaikkan ke atas Gajah-gajahan. Pihak yang memikul Gajah-gajahan tersebut adalah lelaki dari si bako, yaitu suami dari Mak Uwo atau suami dari Mak Etek. Adapun Gajah-gajahan yang dinaiki tersebut terbuat dari kerangka bambu beserta kayu yang bentuknya didesain seperti gajah, lalu ditempeli dengan kertas minyak berwarna sebagai “kulitnya”. Tetapi di masa kini, rangka bambu dan kayu ini telah dikreasikan menjadi bentuk yang variatif seperti pesawat, kuda, dan lain-lain.

Dalam rombongan tersebut, mereka diiringi dengan bunyi musik calempong; yakni musik yang dihasilkan dari permainan alat musik tradisional sejenis gong kecil di Rantau Kuantan yang setiap ukurannya berbeda-beda sesuai dengan nadanya.

Ketika anak kaji diarak, tugas para bako adalah menjunjung jambagh atau jambar di atas kepalanya. Jambagh ini merupakan semacam wadah berbentuk bulat lonjong ke atas yang terbuat dari rangka bambu untuk menggantung kue atau panganan kecil. Apabila jambagh berukuran kecil atau lebih kurang satu meter tingginya, maka akan dijujung oleh bako di atas kepalanya. Jika ukuran jambagh lebih besar, maka rangka jambagh akan diberi tambahan berupa bambu atau kayu melintang agar mudah dipikul oleh lelaki dari bako tersebut.[5]

Di Kenegerian Koto Rajo, kue khas yang digantung pada jambagh adalah paniaram atau bagolek; sejenis makanan kering yang terbuat dari tepung beras dan digoreng. Namun kini paniaram atau bagolek sudah diganti dengan makanan kemasan yang lebih praktis.

Selanjutnya, setelah rombongan Bararak Tomek Kaji berkeliling kampung sesuai rute yang telah ditentukan, mereka akan kembali ke rumah bako sebagai tempat rombongan rarak pertama kali di lepas. Dan si anak tomek kaji akan dinaikkan ke atas rumah untuk diistirahatkan dan disiapkan untuk prosesi di hari kedua.

Hari Kedua[sunting | sunting sumber]

Pada pagi hari kedua, anak manomek kaji yang sebelumnya telah berada di rumah bako, akan ditabalkan oleh gurunya atau diwisuda sebagai bukti kecakapannya dan lulus belajar kaji. Dalam prosesi mengantar si anak, ia akan dipayungi oleh bako serta didandani bak  pengantin baru. Di hadapan sang guru, anak akan diminta membaca Al-Qur’an; yang ditunjuk secara acak oleh gurunya untuk menguji kemampuannya terakhir kali. Jika berhasil membacanya dengan lancar, maka sah-lah si anak tadi Manomek-an Kaji. Sebagai penutup, dibacakan do’a Khatam Qur’an yang diamini oleh seluruh hadirin. Maka tuntaslah seluruh rangkaian Bararak Tomek Kaji, yang dimulai sejak satu hari sebelumnya.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Secara etimologi, rarak berarti iring-iringan; arak-arakan; kirab atau pawai keliling dengan berjalan kaki. Lalu kata tomek dalam dialek Kenegerian Kotorajo, berarti “tamat” atau “menyelesaikan”. Sedangkan kaji menurut kebahasaan orang Melayu Rantau Kuantan artinya adalah pelajaran-pelajaran tentang agama Islam.
  2. ^ Fernanda Effendi, "Bararak Tomek Kaji di Kotorajo (Budaya Surau dalam Mengapresiasi Prestasi Anak-Anak Mengaji" dalam Bentangan Ukiran Tradisi dan Budaya Kuansing, Riau, Ronaldo Rozalino, et.al., Cetakan Pertama, (Lumajang: KLIK MEDIA, 2020), hal. 25-32, ISBN: 978-623-95132-5-2
  3. ^ Biaya Bararak Tomek Kaji berasal dari simpanan ayah dan ibu si anak. Ketika anak telah sampai umur untuk di antar belajar ke surau, maka semenjak itu pula orang tua si anak mulai menabung.
  4. ^ Bako adalah istilah untuk keluarga kandung adik-beradik pihak ayah yang perempuan. Maka adik perempuan atau kakak perempuan ayah kita, disebut bako.
  5. ^ Di daerah lain, jambagh juga dikenal dengan istilah sisampek atau sasampek.