Lompat ke isi

Asal usul kehidupan dan keanekaragaman makhluk hidup

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

[1]Jika kita mempercayai para pelaksana riset beserta pernyataan pernyataan mereka mengenai fenomena kehidupan, maka sekarang ini tidak ada lagi rahasia-rahasia kehidupan. "Asal-usul kehidupan tidak lagi menjadi subyek penyelidikan laboratorium," kata seorang ahli biokimia molekuler pada 1972. Karena selalu beranggapan bahwa kata-kata ini tetap menyimpan makna, maka kita berkesimpulan bahwa kehidupan tidak lagi mengandung hal-hal yang tidak kita ketahui. Tapi nyatanya, situasinya sangat berbeda, dan terdapat banyak sekali misteri yang masih menyelimuti asal usul kehidupan.


Eksperimen-eksperimen telah berulang-ulang dilaksanakan selama bertahun-tahun oleh para ahli biokimia dan biofisika dalam upaya membuktikan kemungkinan mendapatkan secara spontan kuantitas-kuantitas tak terbatas senyawa-senyawa kimia tertentu yang terdapat pada sel-sel yang susunannya sangat kompleks. Para ilmuwan tersebut berpendapat bahwa karena pengaruh-pengaruh fisis yang mendukung, maka senyawa-senyawa itu secara spontan menjadi tertata dengan teratur, kemudian membentuk kompleks menakjubkan yang kita namakan sel, atau bahkan organisme organisme hidup yang elementer. Berpendapat begini sama saja dengan menyatakan bahwa kemungkinan membentuk secara spon tan partikel-partikel baja dari bijih besi dan batu bara pada tem peratur tinggilah yang menyebabkan berdirinya Menara Eiffel melalui serangkaian kebetulan yang menata materi-materi menara itu secara tepat. Kalau toh demikian, perbandingan ini sangat lemah, sebab kompleksitas struktur sejati suatu organisme hidup yang elementer jauh lebih rumit dibandingkan dengan struktur Menara Eiffel, yang pada 1889 dianggap sebagai prestasi gemilang di bidang konstruksi logam.

Mereka yang dengan gigih berpendapat bahwa faktor kebetul an ikut berperan, mendasarkan pendapat mereka atas eksperimen eksperimen semacam ini yang mengklaim telah mereproduksi asal-usul yang mungkin dari kehidupan. Mereka mengulang pan dangan-pandangan Miller yang pada 1955 mengemukakan formasi senyawa senyawa kimia yang kompleks, seperti asam amino yang terdapat di dalam protein seluler, dengan menggunakan per cikan percikan api listrik di dalam suatu atmosfir gas yang terdiri atas uap, methane, amonia dan hidrogen. Tak perlu kita katakan bahwa eksperimen-eksperimen semacam itu sama sekali tidak menjelaskan susunan komponen-komponen tersebut; dan kita juga sama sekali tidak berpendapat apakah gas yang susunannya menguntungkan kehidupan ini benar-benar ada di atmosfir bumi dua atau tiga milyar tahun yang lalu. Tak dapat dibuat sebuah teori dengan bertumpu pada fakta-fakta yang tak diketahui se perti ini. Kalau toh gas seperti ini benar-benar ada di atmosfir bumi, kalau toh kondisi-kondisi fisis tertentu benar-benar bisa menimbulkan fenomena listrik bertegangan tinggi; kalau toh se nyawa-senyawa kimia organis yang rumit terbentuk akibat peng gabungan keadaan-keadaan ini, namun tak dapat dibuktikan bah wa hal-hal di atas telah menciptakan zat hidup. Faktor penentu fenomena ini tetap tak diketahui. Sebagian pelaksana riset menga kui, bahwa terdapat teka-teki dalam hal ini. Sebagian lagi menyata kan bahwa ada faktor kebetulan dalam hal ini pernyataan se macam ini merupakan sebuah lubang penyelamat yang menutup nutupi ketaktahuan mereka. Kelak kami akan kembali memapar kan alasan-alasan mengapa menjelaskan fenomena kehidupan dengan cara seperti ini adalah mustahil.


Sungguh, kita harus berpaling ke disiplin-disiplin selain bioki mia untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk awal guna memecah kan masalah itu, dan terutama kita harus melihat paleontologi.*) Hewan-hewan dan tetumbuhan prasejarah tertentu tidak se penuhnya hancur setelah mati. Hewan dan tetumbuhan prasejarah tersebut tetap terkubur dalam tanah-tanah sedimen, sehingga tak hancur dan karenanya dapat meninggalkan bekas-bekas bentuk kehidupan prasejarah. Keadaan ketika bekas-bekas itu ditemukan kadang-kadang memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan kesimpulan tertentu menyangkut morfologi*) dan umur makhluk makhluk yang pernah hidup ini.' Sungguh mungkin untuk segera mengetahui umur hewan-hewan dan tetumbuhan prasejarah ter sebut dengan cara memastikan umur tanah itu. Hal ini dapat di lakukan lewat berbagai metode, terutama lewat pengukuran radio aktif (radiokronologi). Untuk tanah-tanah yang umur geologisnya lebih muda, digunakan uji karbon 14, sementara uji strontium dan rubidium digunakan untuk tanah-tanah yang lebih tua. Setelah melakukan pengujian-pengujian ini, para ahli kemudian dapat menentukan umur sampel-sampel yang diselidiki itu.


Pengujian-pengujian semacam ini mendorong kita untuk ber anggapan bahwa makhluk hidup telah ada dalam bentuk sel tung gal sekitar satu milyar tahun yang lampau. Meskipun hal ini tidak dapat dinyatakan secara pasti, namun bentuk-bentuk lain mungkin telah ada sebelum makhluk hidup bersel tunggal itu. P.P. Grasse, dalam bukunya yang berjudul 'Evolution du vivant' (Evolusi Organisme Hidup), menyebutkan ditemukannya sisa-sisa ba nyak organisme hidup: misalnya, adanya bentuk-bentuk ke hidupan yang teratur sekitar 3,2 milyar tahun yang lampau da lam formasi-formasi batuan Transvaal.**) Bentuk-bentuk ini bisa jadi mencerminkan bakteri-bakteri yang sangat kecil, yang ukurannya kurang dari 1/10.000 milimeter, dan juga partikel partikel asam amino. Organisme-organisme ini mungkin telah me manfaatkan asam amino, atau mungkin protein-protein yang ter dapat di lautan. Mikro organisme-mikro organisme lainnya mung kin juga telah ada di dalam sedimen-sedimen, seperti ganggang ganggang cyanophilous yang mengandung klorofil (zat hijau daun). Klorofil merupakan zat dasar dalam proses fotosintesis, suatu proses yang membentuk senyawa-senyawa organis kompleks komponen-komponen sederhana melalui efek cahaya. Tetumbuh an yang telah menjadi fosil yang berbentuk seperti ganggang serta bakteri filamentus telah ditemukan dalam formasi-formasi batuan yang lebih muda (2,3 milyartahun) didekat pantai pantai Danau Superior di Kanada. Bakteri dan ganggang tertentu menunjukkan elemen-elemen sel yang lazim dikenal itu. Contoh-contoh serupa yang berumur sekitar satu milyar tahun telah ditemukan dalam formasi-formasi batuan di Australia Tengah. Tahap ini mungkin menunjukkan periode ketika ganggang jenis lain memperlihatkan suatu susunan sel yang murni, dengan sebuah inti dan kromosom kromosom) yang mengandung molekul-molekul asam desoksiri bonukleat, disingkat DNA. Tapi banyak hal tentang ganggang ini tetap tak diketahui. Kemudian disusul tahap sel banyak, tapi "dalam dunia hewan, di antara bentuk sel tunggal dan bentuk sel banyak masih ter dapat suatu ruang hampa". Dua pandangan pokok harus segera di kemukakan di sini.

  • Asal-usul kehidupan-di-air organisme-organisme primitif
  • Munculnya kompleksitas yang makin membesar, yang ber anjak dari satu bentuk ke bentuk lain disertai dengan munculnya organisme-organisme baru.

Kompleksitas yang makin membesar itu selalu ada di sepan jang evolusi. Kita menemukan tetumbuhan serupa yang telah menjadi fosil pada suatu periode yang jauh lebih 'muda': 500 juta tahun yang lampau. Tentu kita tidak dapat meyakini, bahwa bakteri-bakteri di masa kini identik dengan bakteri-bakteri yang dikatakan telah muncul di muka bumi sebagai organisme-organis me hidup yang pertama. Bakteri bakteri tersebut mungkin telah berkembang sejak itu, meskipun bakteri seperti Escheichia Coli tetap sama selama 250 juta tahun.

Apa pun jawabnya, asal-usul kehidupan ternyata bermula dari air. Menurut pemikiran sekarang, adalah mustahil membayangkan adanya kehidupan tanpa air. Setiap upaya mencari jejak kehidup an di planet-planet lain dimulai dengan pertanyaan: Apakah air ada di sana? Di atas permukaan bumi, gabungan kondisi-kondisi tertentu termasuk adanya air - disyaratkan bagi adanya ke hidupan.

Kompleksitas zat hidup yang ada pada organisme-organisme paling awal itu barangkali tidaklah sebesar yang ada pada sel-sel di zaman sekarang ini. Sekalipun begitu, sebagaimana yang dike mukakan oleh P.P. Grasse: "Agar ada kehidupan, harus ada pula suatu produksi dan pertukaran energi. Secara fisis hal ini hanya mungkin di dalam suatu sistem yang heterogen dan kompleks. Fakta-fakta pasti yang dimiliki para ahli biologi memberikan suatu alasan baginya untuk mengakui bahwa bentuk kehidupan per tama haruslah merupakan suatu entitas yang teratur." Hal ini membuat Grasse menekankan kenyataan penting bahwa bakteri di zaman sekarang ini, yang tampaknya merupakan organisme organisme hidup yang paling sederhana, jelas telah mencapai kompleksitas yang tinggi. Sungguh bakteri-bakteri tersebut terdiri atas beribu-ribu molekul berbeda-beda yang memiliki sistem sistem katalisis) dalam jumlah sangat besar, dan yang memam pukan bakteri-bakteri tersebut mempersatukan substansi mereka sendiri, untuk tumbuh dan untuk melakukan reproduksi. Kata lisis tersebut bertumpu pada enzim-enzim,**) yang bergerak dalam kuantitas yang tak terhingga kecilnya, dan setiap enzim melaksanakan fungsi khusus masing-masing.


Seperti amuba, bentuk-bentuk kehidupan sel tunggal terdiri atas berbagai elemen yang jelas. Struktur bentuk-bentuk kehidup an bersel tunggal itu sangat kompleks, meski sel-sel itu sebesar 1/1000 milimeter. Dalam substansi fundamental bentuk-bentuk sel tunggal, disebut sitoplasma, yang struktur kimianya demikian kompleks, terdapat banyak unsur yang berbeda dan yang paling penting di antaranya adalah nukleus. Nukleus ini terdiri atas banyak bagian, terutama kromosom-kromosom yang mengandung gen (plasma pembawa sifat dalam keturunan). Mereka ini me ngontrol setiap aspek fungsi sel. Mereka memberikan perintah perintah melalui suatu sistem transfer informasi, dengan meng gunakan pemancar-pemancar dan suatu sistem untuk menerima perintah-perintah yang masuk. Sarana kimiawi yang mendukung gen-gen itu telah diketahui secara jelas. Sarana kimiawi tersebut adalah sulit untuk tidak merasa demikian kagum kepada para ahli biologi molekuler yang mula pertama menemukan mekanisme-mekanisme yang sangat kompleks ini sistem-sistem yang begitu sempurna untuk mempertahankan kehidupan sehing ga kesalahan fungsi yang paling kecil pun akan menimbulkan cacat tubuh atau pertumbuhan tak terkendalikan (kanker misalnya) dan berakhir dengan kematian. Tapi menurut pendapat saya, analisis cemerlang atas cara kerja sistem ini (karena masing-masing sel me rupakan semacam komputer yang terdiri atas antarhubungan yang tak terhitung jumlahnya) sama mengagumkannya dengan kesim pulan-kesimpulan umum yang dikemukakan di atas menyangkut perkiraan pemecahan fakta-fakta yang tidak dapat dijelaskan tentang asal-usul kehidupan. Satu pertanyaan yang sangat pen ting segera muncul di dalam benak kita, yang didasarkan atas hasil-hasil semua penyelidikan ini. Bagaimana suatu sistem se kompleks ini terbentuk? Apakah ini merupakan suatu kebetulan, sebagai hasil dari banyak percobaan dan perbaikan? Hal itu tam paknya sangat mustahil. Teori-teori logis apa lagi yang akan di kemukakan? Telah umum diketahui bahwa sebuah komputer hanya berfungsi jika telah diprogram, suatu fakta yang mengisya ratkan adanya suatu akal yang memprogram, yang memberikan informasi yang diperlukan untuk menjalankan sistem itu. Itulah masalah yang dihadapi oleh semua orang yang berpikir dan men cari suatu penjelasan atas pertanyaan-pertanyaan semacam itu: orang-orang yang tidak mau menerima kata-kata kosong atau teori teori tak berdasar; orang-orang yang hanya akan membenarkan kesimpulan-kesimpulan yang didasarkan atas fakta-fakta. Namun, dengan pengetahuan yang cukup tinggi yang dicapai di zaman sekarang ini, sains sama sekali belum bisa menjawab soal yang satu ini.

Keanekaragaman Makhluk-Makhluk Hidup[sunting | sunting sumber]

Terdapat keanekaragaman makhluk-makhluk hidup yang tak terbilang jumlahnya. Sejak zaman paling kuno, para pengamat telah mencatat adanya keanekaragaman ini dan telah berusaha keras menganalisisnya secara terinci. Para ahli alam (orang yang ahli dalam hal sejarah alam, terutama di bidang ilmu hewan dan tumbuhan) mencatat adanya ketepatan yang mencengangkan dari orang-orang primitif tertentu dalam membedakan spesies-spesies hewan di sekeliling mereka. Walau tak mendapatkan petunjuk dari luar, orang-orang ini telah berhasil menyusun penemuan-penemuan yang tidak kalah mutunya dengan karya seorang ahli.

Pembedaan pertama yang dibuat atas makhluk-makhluk hidup jalah memisahkan dunia hewan dari dunia tetumbuhan. Meskipun keduanya mempunyai elemen dasar yang sama yaitu sel dan juga banyak substansi pokok yang sama pula, namun keduanya berbeda dalam beberapa hal. Dunia tetumbuhan bergantung lang sung pada bumi dalam hal mendapatkan makanannya. Dunia te tumbuhan juga memerlukan kemampuan yang jauh lebih besar untuk menghasilkan senyawa-senyawa kimia yang kompleks dari wujud-wujud yang sederhana dan dari cahaya. Dunia hewan, di lain pihak, bergantung pada dunia tetumbuhan dalam hal men dapatkan makanannya (paling tidak hal ini menyangkut hewan hewan yang telah mencapai tingkat kompleksitas tertentu), dan hewan-hewan pemakan daging bergantung pada spesies lain hewan.

Selanjutnya, kami akan memusatkan perhatian pada dunia hewan, yang ragam dan jumlahnya luar biasa banyak. Mungkin ada sekitar 1,5 juta spesies yang hidup di atas planet kita ini. Daf tar itu terus bertambah, terutama pada dasawarsa-dasawarsa ter akhir ini, berkat adanya penemuan-penemuan di dunia samudra. Sejak ilmu alam dipandang bernilai tinggi dan penting pada abad ketujuh belas, klasifikasi resmi terus-menerus muncul, masing masing pada gilirannya menyuguhkan pembaruan akibat ditemu kannya data baru.

Aristoteles membedakan antara hewan berdarah merah dan hewan yang tak berdarah merah, tapi tidak ada telaah lain yang serius hingga abad ketujuh belas, dan pada abad ini ciri-ciri yang lebih menonjol mulai menarik perhatian. Misalnya, sebagian penga mat dikejutkan oleh masalah pernapasan melalui paru-paru atau insang, adanya atau tidak adanya tulang belakang (tulang pung gung), anatomi jantung (jumlah biliknya), atau adanya rambut yang tidak sama dengan bulu. Dalam klasifikasi-klasifikasi berikut mya, ciri-ciri seperti ini tetap membedakan kelompok-kelompok newan tertentu.

Penyebaran sifat-sifat pembeda itu membuka jalan bagi klasi kasi kelompok, dengan serangkaian sub-sub bagian. Dengan demikian tatkala phyla mencirikan pembagian-pembagian dasar yang luas pada makhluk-makhluk hidup yang menunjukkan ciri ciri serupa, yang mendorong kita untuk menempatkan makhluk makhluk hidup tersebut ke dalam kelompok yang sama. Masing masing phylum dapat dibagi menjadi kelas-kelas yang jelas batasan nya; ini semua juga ditentukan oleh sejumlah tertentu ciri khusus Begitu pula, masing-masing kelas memiliki ordo-ordo yang benar benar berbeda yang sungguhpun begitu ordo-ordo tersebut mem pertahankan ciri-ciri umum kelas dan phylum mereka. Satu ordo terdiri atas beberapa famili, famili terdiri atas genera, dan genus terdiri atas spesies-spesies yang berbeda yang menunjukkan ciri kolektif dan juga ciri spesifik. Tapi klasifikasi ini menjadi semakin rumit dengan adanya bentuk-bentuk menengah.

Phylum pertama klasifikasi ini terdiri atas bentuk-bentuk sel tunggal, yang dikenal sebagai protozoa. Di sini termasuk makhluk-makhluk paling primitif, yang kemungkinan besar ter bagi secara berangsur-angsur, sehingga melahirkan bentuk-bentuk sel banyak. Inilah contoh pertama evolusi.

Susunan bentuk-bentuk sel banyak ini (bunga karang, cnidariae dan ctenophores) menjadi lebih kompleks karena sebagian men dapatkan fungsi-fungsi yang lebih khusus, tapi tanpa membentuk organ-organ yang jelas sifat-sifatnya. Misalnya, sebagian meliputi hewan-hewan, sebagian mengembangkan kemampuan untuk mengkerut, atau menjadi peka terhadap rangsangan dari luar, se bagian lagi memperoleh fungsi-fungsi reproduksi. Sistem itu men jadi semakin berkembang ketika sebuah rongga, yang berfungsi sebagai alat pencerna makanan (cnidariae dan ctenophores), dan juga organ-organ indera muncul. Tapi kelompok ini belum mem punyai kepala.

Data embriologis sangat besar nilainya dalam menentukan ber bagai klasifikasi dalam dunia hewan. Dengan demikian satu tahap penting dalam pertumbuhan suatu kompleksitas struktural ter capai dengan pemunculan awal selama perkembangan embrio lapisan benih ekstra. Dengan demikian jumlah lapisan bertambah dari dua menjadi tiga, dan masing-masing lapisan menetapkan formasi organ-organ yang jelas batasannya. Hewan-hewan yang memiliki tiga lapisan benih pada gilirannya terbagi menjadi dua kelompok: kelompok yang mempunyai satu rongga (alat pencerna makanan) dan kelompok yang mempunyai rongga-rongga yang selanjutnya berkembang menjadi alat pencerna makanan dan yang bertanggung jawab atas formasi jaringan-jaringan dan berbagai organ lainnya. Pembagian yang luas pada dunia hewan, yang di sini terbatas hanya pada hal-hal paling mendasar, tampaknya me munculkan adanya suatu pengaturan metodis.

Phylum kedua menyebabkan lahirnya berbagai phylum, yang duapuluh buah di antaranya menjadi (secara tidak samarata) empat kelompok berikut ini.

  • bentuk-bentuk bersel tunggal, yang terdiri atas satu phy lum unik;
  • makhluk-makhluk bersel banyak yang mempunyai dua lapisan benih dalam embrio, yang melahirkan tiga phylum;
  • makhluk-makhluk bersel banyak dengan tiga lapisan benih yang mempunyai satu rongga, ini melahirkan enam phylum;
  • kelompok hewan dengan tiga lapisan benih dan beberapa rongga, yang terdiri atas dua belas phylum lainnya, dua di antaranya sangat penting. Dua phylum tersebut adalah arthropod*)yang mempunyai jumlah spesies terbesar dalam dunia hewan, dan di situ kita temukan serangga dan hewan-hewan bertulang belakang (termasuk ikan, reptil, burung dan hewan menyusui). Sekalipun begitu, kesenjangan dalam pengetahuan kita menge nai transisi dari salah satu kelompok ini ke kelompok lain sangat besar. Dalam hal serangga, salah satu kelompok paling penting, kita tidak tahu sama sekali tentang asal-usul mereka (P.P. Grasse). Demikian juga, tidak ada fosil yang menunjukkan awal-mula ber bagai phylum. "Setiap penjelasan mengenai mekanisme yang mengatur evolusi kreatif rencana-rencana organisasional dasar hanya berbentuk hipotesis. Pernyataan ini hendaknya ditempat kan pada halaman depan setiap buku yang membahas evolusi Karena kita tidak memiliki bukti dokumenter yang pasti, maka pernyataan-pernyataan mengenai asal-usul phylum hanya dapat berupa perkiraan, pendapat, yang tingkat kebenarannya tidak dapat kita ukur." Pengamatan P.P. Grasse atas phylum itu hen daknya menjadikan kita waspada terhadap pernyataan apa pun mengenai asal-usul pembagian dasar yang utama. Dari sudut pan dang ini, sebab-sebab penentu fenomena yang dipermasalahkan tersebut sama tidak jelasnya dengan kelahiran bentuk-bentuk kehidupan yang paling elementer.
  1. ^ Bucaille, Maurice (19 Desember 1984). Asal Usul manuusia. Bandung: Mizan. hlm. 23–32.