Aborsi dan kesehatan mental

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hubungan aborsi dengan kesehatan mental telah menjadi beberapa topik penelitian oleh ahli ilmiah dan medis. Ahli ilmiah dan medis telah berulang kali menyimpulkan bahwa aborsi tidak menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kesehatan mental yang lebih besar daripada kehamilan yang tidak diinginkan hingga persalinan.[1][2][3] Namun demikian, hubungan antara aborsi yang diinduksi dan kesehatan mental merupakan bagian dari kontroversi politik.[4][5] Pada tahun 2008, Asosiasi Psikologi Amerika menyimpulkan setelah meninjau bukti yang ada bahwa aborsi yang diinduksi tidak meningkatkan risiko masalah kesehatan mental. Pada tahun 2011, Pusat Kolaborasi Nasional Inggris untuk Kesehatan Mental secara serupa menyimpulkan bahwa aborsi pertama kali dalam trimester pertama tidak meningkatkan risiko masalah kesehatan mental dibandingkan dengan menyelesaikan kehamilan. Pada tahun 2018, Akademi Ilmu Pengetahuan, Teknik, dan Kedokteran Nasional menyimpulkan bahwa aborsi tidak menyebabkan depresi, kecemasan, atau gangguan stres pasca-trauma.[3][6] Pada tahun 2018, The National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine menyimpulkan bahwa aborsi tidak menyebabkan depresi, kecemasan, atau gangguan stres pasca-trauma.[1] The U.K. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists juga merangkum bukti dengan menemukan bahwa aborsi tidak meningkatkan risiko masalah kesehatan mental dibandingkan dengan wanita yang menyelesaikan kehamilan yang tidak diinginkan sampai melahirkan.[7] Dua studi dilakukan di Denmark pada tahun 2011 dan 2012 menganalisis hubungan antara aborsi dan masuk rumah sakit jiwa yang hasilnya tidak ditemukan peningkatan dalam jumlah masuk rumah sakit setelah aborsi. Dalam studi yang sama ditemukan bahwa peningkatan jumlah wanita yang masuk rumah sakit jiwa setelah kelahiran anak pertama.[8] Sebuah tinjauan sistematis pada tahun 2008 terhadap literatur medis tentang aborsi dan kesehatan mental menemukan bahwa studi-studi berkualitas tinggi secara konsisten menunjukkan sedikit atau tidak ada konsekuensi kesehatan mental dari aborsi, sementara studi-studi berkualitas rendah lebih cenderung melaporkan konsekuensi negatif.[9]

Meskipun studi ilmiah dan medis dapat dipertanggung jawabkan, beberapa kelompok advokasi anti-aborsi terus mengklaim adanya kaitan antara aborsi dan masalah kesehatan mental.[10] Beberapa kelompok anti-aborsi telah menggunakan istilah "sindrom pasca-aborsi" untuk merujuk pada efek psikologis negatif yang mereka atributkan kepada kegiatan aborsi. Namun, "sindrom pasca-aborsi" tidak diakui sebagai sindrom yang nyata oleh para ahli medis.[11][12] Sindrom pasca-aborsi (PAS) tidak termasuk dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental DSM-IV-TR[13] atau dalam daftar kondisi psikiatrik Klasifikasi Penyakit Internasional ICD-10.[14] Profesional medis dan advokat pro-pilihan telah berargumen bahwa upaya untuk mempopulerkan gagasan tentang "sindrom pasca-aborsi" adalah taktik yang digunakan oleh advokat anti-aborsi untuk tujuan politik.[4][10][15][16]Beberapa badan legislatif negara bagian di Amerika Serikat telah mewajibkan agar pasien diberitahu bahwa aborsi meningkatkan risiko depresi dan bunuh diri, meskipun bukti ilmiah menentang klaim semacam itu.[9]

Bukti Ilmiah Saat Ini[sunting | sunting sumber]

Tinjauan sistematis atas literatur ilmiah telah menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan dalam kesehatan mental jangka panjang antara wanita yang melakukan aborsi induksi dibandingkan dengan wanita dalam kelompok kontrol yang sesuai—yaitu, mereka yang mempertahankan kehamilan yang tidak direncanakan hingga kelahiran. Studi-studi ini secara konsisten menemukan tidak adanya hubungan sebab-akibat antara aborsi dan masalah kesehatan mental.[9] Meskipun beberapa studi melaporkan adanya korelasi statistik antara aborsi dan masalah kesehatan mental, studi-studi tersebut biasanya memiliki cacat metodologis dan gagal mempertimbangkan faktor-faktor yang membingungkan, atau, seperti hasil wanita yang memiliki beberapa aborsi, menghasilkan hasil yang tidak konsisten dengan studi-studi serupa lainnya.[2][8]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine, ed. (2018). The safety and quality of abortion care in the United States. Consensus study report. Washington, DC: National Academies Press. ISBN 978-0-309-46818-3. 
  2. ^ a b Major, Brenda; Appelbaum, Mark; Beckman, Linda; Dutton, Mary Ann; Russo, Nancy Felipe; West, Carolyn (2008). "Report of the APA Task Force on Mental Health and Abortion". PsycEXTRA Dataset. Diakses tanggal 2024-03-01. 
  3. ^ a b Cleland, John (2008-12-16). "Faculty Opinions recommendation of Abortion and long-term mental health outcomes: a systematic review of the evidence". Faculty Opinions – Post-Publication Peer Review of the Biomedical Literature. Diakses tanggal 2024-03-01. 
  4. ^ a b "CBS News/New York Times Monthly Poll, January 2008". ICPSR Data Holdings. 2009-09-16. Diakses tanggal 2024-03-01. 
  5. ^ "Cluckie, Prof. Ian David, (born 20 July 1949), Pro-Vice-Chancellor (Science and Engineering), Swansea University, 2008–15, now Emeritus Professor of Engineering". Who's Who. Oxford University Press. 2007-12-01. 
  6. ^ Bond, Sharon (2011-04-28). "RISK OF MENTAL HEALTH DISORDERS DOES NOT INCREASE FOLLOWING FIRST TRIMESTER–INDUCED ABORTION". Journal of Midwifery & Women's Health. 56 (3): 313–314. doi:10.1111/j.1542-2011.2011.00065_1.x. ISSN 1526-9523. 
  7. ^ "Legalized Abortion: Report by the Council of the Royal College of Obstetricians and Gynaecologists". BMJ. 1 (5491): 850–854. 1966-04-02. doi:10.1136/bmj.1.5491.850. ISSN 0959-8138. 
  8. ^ a b Steinberg, Julia R.; Laursen, Thomas M.; Adler, Nancy E.; Gasse, Christiane; Agerbo, Esben; Munk-Olsen, Trine (2018-08-01). "Examining the Association of Antidepressant Prescriptions With First Abortion and First Childbirth". JAMA Psychiatry. 75 (8): 828. doi:10.1001/jamapsychiatry.2018.0849. ISSN 2168-622X. 
  9. ^ a b c Charles, Vignetta E.; Polis, Chelsea B.; Sridhara, Srinivas K.; Blum, Robert W. (2008-12). "Abortion and long-term mental health outcomes: a systematic review of the evidence". Contraception. 78 (6): 436–450. doi:10.1016/j.contraception.2008.07.005. ISSN 0010-7824. 
  10. ^ a b Stotland, Nada L. (2003-03). "Abortion and Psychiatric Practice:". Journal of Psychiatric Practice (dalam bahasa Inggris). 9 (2): 139–149. doi:10.1097/00131746-200303000-00005. ISSN 1538-1145. 
  11. ^ Guttmacher, Sally; Baulieu, Etienne-Emile; Rosenblum, Mort (1992). "The "Abortion Pill"". Journal of Public Health Policy. 13 (4): 512. doi:10.2307/3342539. ISSN 0197-5897. 
  12. ^ "Falconer, Anthony Dale, (born 11 March 1949), Consultant Obstetrician and Gynaecologist, Derriford Hospital, Plymouth, 1986–2013; President, Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, 2010–13". Who's Who. Oxford University Press. 2009-12-01. 
  13. ^ American Psychiatric Association; American Psychiatric Association, ed. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM-IV-TR (edisi ke-4th ed., text revision). Washington, DC: American Psychiatric Association. ISBN 978-0-89042-024-9. 
  14. ^ Krawczyk, Piotr; Święcicki, Łukasz (2020-02-29). "ICD-11 vs. ICD-10 – a review of updates and novelties introduced in the latest version of the WHO International Classification of Diseases". Psychiatria Polska. 54 (1): 7–20. doi:10.12740/pp/103876. ISSN 0033-2674. 
  15. ^ Handelman, Don (2004-01-01). "Why Ritual in Its Own Right? How So?". Social Analysis. 48 (2): 1–32. doi:10.3167/015597704782352582. ISSN 0155-977X. 
  16. ^ Stotland, N. L. (1992-10-21). "The myth of the abortion trauma syndrome". JAMA: The Journal of the American Medical Association. 268 (15): 2078–2079. doi:10.1001/jama.268.15.2078.