Sintrong

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 Maret 2013 03.21 oleh Adi.akbartauhidin (bicara | kontrib) (Hapus 3 interwiki, migrasi ke ''item'' di Wikidata)
Sintrong
Sintrong, Crassocephalum crepidioides
Darmaga, Bogor
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Tribus:
Genus:
Spesies:
C. crepidioides
Nama binomial
Crassocephalum crepidioides
(Benth.) S. Moore
Sinonim

Daftar sumber:[1]

  • Erecthites hieraciifolia [L.] Raf. ex DC.
  • Gynura crepidioides Benth
  • Senecio hieraciifolia L.

Sintrong (Crassocephalum crepidioides) adalah sejenis tumbuhan anggota suku Asteraceae. Terna ini umumnya ditemukan liar sebagai gulma di tepi jalan, di kebun-kebun pekarangan, atau pada lahan-lahan terlantar; pada ketinggian di atas 200 m dpl. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini dikenal sebagai ebolo, thickhead, redflower ragleaf, atau fireweed. Di Indonesia, biasa tumbuhan ini disebut bagini, jambrong, tespong (Sunda), jombloh, mandrung-mandrung, puyung dantaplek (Jawa).[1]

Pemerian

Terna tegak, tinggi hingga 1 m, berbau harum aromatis apabila diremas. Batang lunak beralur-alur dangkal. Daun-daun terletak tersebar, dengan tangkai yang sering bertelinga. Helaian daun jorong memanjang atau bundar telur terbalik, 8–20 × 3–6 cm, dengan pangkal menyempit berangsur sepanjang tangkai daun dan ujung runcing, bertepi rata atau berlekuk hingga berbagi menyirip, bergigi bergerigi kasar dan runcing. Daun yang paling atas lebih kecil dan sering duduk.[2]

Bunga majemuk berupa bongkol-bongkol yang tersusun dalam malai rata terminal. Bongkol hijau dengan ujung jingga coklat hingga merah bata, silindris, 13–16 × 5–6 mm, mengangguk; tegak setelah menjadi buah. Mahkota kuning, dengan ujung merah kecoklatan, bertaju-5. Buah keras (achene) ramping memanjang, seperti gelendong berusuk 10, sekitar 2,5 mm panjangnya; dengan banyak rambut sikat (pappus) berwarna putih, 9–12 mm.[2][3]

Ekologi dan penyebaran

Perawakan

Sintrong memiliki asal-usul dari Afrika tropis, kini telah menyebar ke seluruh wilayah tropika di Asia. Di Indonesia, gulma ini tercatat dijumpai pertama kali di dekat Medan pada tahun 1926. Dari sini dibawa ke Jawa, dan kemudian meliar dan menyebar ke seluruh Nusantara.[3]

Kerap ditemui di tanah-tanah terlantar yang subur, tepi sungai, tepi jalan, kebun-kebun teh dan kina, terutama di bagian yang lembap, hingga ketinggian 2.500 m dpl. Juga di sawah-sawah yang mengering. Biji-biji (buah) menyebar dengan bantuan angin. Walaupun berbunga sepanjang tahun, terna ini merupakan tumbuhan pengganggu yang relatif mudah diatasi.[3]

Kegunaan

Sintrong merupakan lalap yang digemari di Jawa Barat,[2] dan juga sayuran.[1] Di Afrika, selain dimanfaatkan sebagai sayuran, beberapa bagian tanaman sintrong digunakan sebagai bahan obat tradisional; di antaranya untuk mengatasi gangguan perut, sakit kepala, luka, dan lain-lain.[4] Sintrong ini bersifat sedikit astringen, dan bersifat netral. Ia bersifat antiradang, hemostatis, tonikum, pencahar, dan emetik (perangsang muntah). Herba tumbuhan ini bisa digunakan untuk mengobati demam, radang amandel, dan eksim.[1] Gulma ini juga disukai sebagai pakan ternak.[3]

Meskipun demikian tumbuhan ini ditengarai mengandung alkaloida pirolizidina yang bisa memicu tumor,[5] seperti sambung nyawa yang bisa memicu kerusakan hati.[1]

Catatan kaki

  1. ^ a b c d e Dalimartha, Setiawan (2006). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. 4. hal.73 & 82-83. Jakarta:Puspa Swara. ISBN 979-1133-14-X.
  2. ^ a b c Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 417
  3. ^ a b c d Soerjani, M., AJGH Kostermans dan G. Tjitrosoepomo (Eds.). 1987. Weeds of Rice in Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta. p. 72–73 (illust.)
  4. ^ Denton, O.A., 2004. Crassocephalum crepidioides (Benth.) S.Moore. [Internet] Record from Protabase. Grubben, G.J.H. & O.A. Denton (Editors). PROTA (Plant Resources of Tropical Africa / Ressources végétales de l’Afrique tropicale), Wageningen, Netherlands. <http://database.prota.org/search.htm>. Diakses 5 Maret 2010
  5. ^ Fu, P.P., Y.C. Yang, Q. Xia, M.C. Chou, Y.Y. Cui, G. Lin. "Pyrrolizidine alkaloids-tumorigenic components in Chinese herbal medicines and dietary supplements". Journal of Food and Drug Analysis, Vol. 10, No. 4, 2002, pp. 198-211

Pranala luar