Parwati

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Parwati
Dewi Ibu,[1]
Dewi Kekuatan, Energi, Pengabdian, Pernikahan, Keibuan, Anak-anak, Kesuburan, Cinta, dan Harmoni[2]
Anggota Tridewi
Dewi Parwati dengan bayi putra, Ganesa.
Nama lainUma, Gauri, Haimavati, Girinandini, Aparna, Urvi, Shakti, Adi shakti, Ambika, Anadi .
IASTPārvatī
Devanagariपार्वती
AfiliasiDewi, Tridewi, Sakti, Daksayani, Adi Parashakti]], Tridewi, Mahadewi
KediamanGunung Kailash
MantraOm Pārvatyai Namaha
HariSelasa
WahanaSinga dan Harimau
PustakaPurana, Mahabharata, Ramayana, Purana
WilayahHindu
FestivalNavaratri, Bathukamma, Gauri Puja, Atla Tadde, Teej, Thiruvathira, Gowri Habba
Informasi pribadi
Siwa
AnakKala, Ganesa, Kartikeya, Srani, Agni (laki-laki), Asokasundari (perempuan) Manasa ( perempuan)
Orang tua
Saudara

Parwati (Dewanagari: पार्वती; ,IASTPārvatī, पार्वती) alias Uma (Dewanagari: उमा; ,IASTUmā, उमा) atau Gauri (Dewanagari: गौरी; ,IASTGaurī, गौरी) adalah salah satu dewi dalam agama Hindu. Menurut mitologi Hindu, Parwati merupakan puteri dari raja gunung dari Himalaya bernama Himawan, dan seorang apsari bernama Mena. Parwati dianggap sebagai pasangan kedua dari Siwa, Dewa pelebur dan penghancur dalam agama Hindu. Dalam perjalanan menuju Dewa Siwa, Parvati sering kali mendapat kesulitan. Namun, Parvati selalu tertolong oleh para Dewa. Parvati mempunyai putra, yang menjadi dewa besar di Agama Hindu, yaitu Ganesa dan Agni. Namun, beberapa meyakini, bahwa Agni bukan anak Parvati, melainkan Kartikeya lah anak dari Parwati. Dewi Parwati sering disamakan dengan istri Siwa yang lain, yaitu Durga, Uma, Adi Shakti, Sati, dan Dewi Kali.

Beberapa aliran meyakini Parwati sebagai adik dari Wisnu dan adik dari Gangga banyak pengikut aliran filsafat Shakta meyakininya sebagai dewi yang utama. Dalam susastra Hindu, Parwati juga dihormati sebagai perwujudan dari Sakti atau Durga.

Dalam bahasa Sanskerta, kata Pārvatī berarti "mata air pegunungan". Parwati juga dikenal dengan berbagai nama, antara lain: Umā, Gaurī, Iswarī, Durgā, Ambikā, Girijā, dan lain lain.

Dalam beberapa foto, Dewi Parwati sering digambarkan memegang Bunga Teratai dan Koin Emas. Dalam beberapa foto yang lain, Dewi Parwati juga sering digambarkan memegang Kapak kecil dan ditemani 2 gajah, dan duduk bersama Siwa dan Ganesha. Parvati juga merupakan perwujudan dari Durga, yang bersenjatakan Trisula, Cakra, dan Sangkakala, serta menaiki wahana Singa atau Harimau.

Pewayangan Jawa[sunting | sunting sumber]

Dalam budaya Jawa, Parwati diadaptasi sebagai tokoh pewayangan yang lebih umum disebut Dewi Uma. Ia menjadi permaisuri dari Batara Guru. Dan ia juga merupakan versi pewayangan dari dewi Parwati.[6] Dewi ini dikenal sebagai dewi yang sakti.[7] Ia adalah putri Umaran, seorang kaya raya di Merut.[7] Ibunya bernama Dewi Nurweni, putri Prabu Nurangin, raja jin di Kalingga.[7] Dewi Umayi mempunyai adik kandung bernama Dewi Umarakti/Umaranti.[7] Dewi Uma dikenal juga sebagai Dewi Umayi yang memiliki kesaktian sangat tinggi.[7] Karena kesaktiannya Dewi Uma dipuja oleh banyak orang.[6] Namun, dia akhirnya dikalahkan oleh Batara Guru dan akhirnya dijadikan permaisuri.[6]

Dewi Umayi lahir dalam wujud bayangan yang ada dalam cahaya dan tidak dapat dilihat kasatmata.[7] Berkat kesaktian Sanghyang Manikmaya yang berubah wujud hingga mempunyai tangan yang sangat banyak.[7] Cahaya itu akhirnya dapat ditangkap dan berubah wujud menjadi bayi perempuan berkelamin ganda.[7] Bayi tersebut kemudian diubah menjadi perempuan sempurna.[7] Dewi Umayi kemudian menjadi permaisuri pertama Sanghyang Manikmaya dan berputra enam orang masing-masing bernama; Bathara Sambo, Bathara Brahma, Bathara Indra, Batahra Bayu, Bathara Wisnu dan Bathara Kala.[7]

Dewi Uma berkuasa di Suralaya dan memerintah semua dewi setelah menjadi permaisuri Batara Guru.[6] Kekuasaan Dewi Uma mengimbangi kekuasaan Batara Guru yang menjadi pemimpin seluruh dewa.[6] Pada suatu ketika terjadi pertengkaran antara Dewi Uma dan Batara Guru.[6] Dewi Uma kemudian disumpahi oleh Batara Guru menjadi raksasa.[6][8] Sementara Dewi Uma menyumpahi Batara Guru yang kemudian mempunyai taring seperti raksasa.[6] Kisah antara kedua dewi ini menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan kesaktian antara perempuan dan laki-laki.[6][9] Setelah dikutuk Dewi Uma berubah menjadi Batari Durga yang berkuasa di istana Setragandamayit.[6]

Dewi Umayi berwatak sabar, perasaannya halus serta tajam.[7] Pendiriannya sangat teguh dan mempunyai prinsip yang kuat.[7] Ia berbakti kepada suaminya.[7] Walaupun perasaannya halus dia akan memberontak ketika hak dan martabatnya tidak diindahkan.[7]

Batari Durga adalah wujud Dewi Uma setelah dikutuk oleh Bathara Guru. Batari Durga dititahkan untuk menjadi istri Batara Kala.[6] Batari Durga menjadi ratu Setragandamayit, yang artinya istana pengasingan berbau mayat.[6] Kekuasaan yang dimiliki Batari Durga adalah memberikan segala bentuk perilaku jahat kepada orang yang memujanya.[6] Batari adalah sebutan untuk dewa perempuan. Batari Durga mempunyai muka raksasa, bermata iblis, berhidung besar dan bermulut lebar.[6] Sanggulnya berbentuk burung garuda menghadap ke belakang. Kalungnya rantai dan hanya tangan depannya saja yang dapat digerakkan.[6] Di sini dia memiliki seorang putra bernama Narasinga..[10]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ James D. Holt (2014). Religious Education in the Secondary School: An Introduction to Teaching, Learning and the World Religions. Routledge. hlm. 180. ISBN 978-1-317-69874-6. 
  2. ^ David Kinsley (19 July 1988). Hindu Goddesses: Visions of the Divine Feminine in the Hindu Religious TraditionPerlu mendaftar (gratis). University of California Press. hlm. 49–50. ISBN 978-0-520-90883-3. 
  3. ^ William J. Wilkins, Uma – Parvati, Hindu Mythology – Vedic and Puranic, Thacker Spink London, pp 295
  4. ^ C. Mackenzie Brown (1990). The Triumph of the Goddess: The Canonical Models and Theological Visions of the Devi-Bhagavata Purana. SUNY Press. ISBN 9780791403648. 
  5. ^ Sita Narasimhan (2006). Śaivism Under the Imperial Cōl̲as as Revealed Through Their Monuments. hlm. 100. ISBN 9788188934324. 
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Hardjowirogo (1982). Sejarah Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka. 
  7. ^ a b c d e f g h i j k l m n "Umayi, Dewi". Pusat Data Wayang Indonesia. Diakses tanggal 14 Mei 2014. [pranala nonaktif permanen]
  8. ^ Y.B. Mangunwijaya (1991). Durga Umayi. Jakarta: Grafiti. ISBN 979-444-116-3. 
  9. ^ Sri Mulyono (1978). Wayang dan Karakter Wanita. Jakarta: Gunung Agung. 
  10. ^ "Narasinga". Pusat Data Wayang Indonesia. Diakses tanggal 14 Mei 2014. [pranala nonaktif permanen]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  • Kinsley, David R. Hindu Goddesses: Vision of the Divine Feminine in the Hindu Religious Traditions. University of California Press. 1986. (ISBN 81-208-0379-5)
  • Vans Kennedy, Researches Into the Nature and Affinity of Ancient and Hindu Mythology; Published 1831; Printed for Longman, Rees, Orme, Brown, and Green; 494 pages; Original from Harvard University; Digitized 11 July 2005 [1]
  • William J. Wilkins, Uma – Parvati, Hindu Mythology, Vedic and Puranic; Republished 2001 (first published 1882); Adamant Media Corporation; 463 pages; ISBN 1-4021-9308-4
  • Wendy Doniger O'Flaherty, Śiva, the Erotic Ascetic
  • Charles Coleman, Mythology of the Hindus
  • Karen Tate, Sacred Places of Goddess: 108 Destinations
  • Srivastava, A. L. (2004). Umā-Maheśvara: An iconographic study of the divine couple. Kasganj, U: Sukarkshetra Shodh Sansthana.

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]

  • Pereira, Jose. "ŚIVA AND PARVATI AT DICE: IDENTIFICATION OF A PANEL AT ELEPHANTA." Proceedings of the Indian History Congress 21 (1958): 117-25. www.jstor.org/stable/44145178.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

  • Parvati at Encyclopædia Britannica