Metode ilmiah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Eksperimen merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan permasalahan melalui serangkaian proses metode ilmiah.

Metode ilmiah adalah suatu prosedur atau tata cara sistematis yang digunakan para ilmuwan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.[1] Metode ilmiah melibatkan pengamatan dan pengukuran yang cermat, pelaksanaan eksperimen, pengujian, dan modifikasi hipotesis.[2]

Meskipun prosedur metode ilmiah bervariasi dan cenderung spesifik untuk setiap bidang, proses yang mendasarinya seringkali sama. Proses dalam metode ilmiah melibatkan pembuatan dugaan (penjelasan hipotesis), menurunkan prediksi dari hipotesis sebagai konsekuensi logis, dan kemudian melakukan eksperimen atau pengamatan empiris berdasarkan prediksi tersebut.[3]

Hipotesis adalah dugaan, berdasarkan pengetahuan yang diperoleh saat mencari jawaban atas pertanyaan akan suatu masalah. Hipotesis dapat bersifat sangat spesifik maupun luas. Para ilmuwan kemudian menguji hipotesis yang telah dirumuskan melalui eksperimen atau studi. Hipotesis ilmiah harus dipandang berdasarkan sisi kesalahannya (falsifikasi). Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan hasil dari eksperimen atau pengamatan yang dilakukan apabila bertentangan dengan prediksi yang disimpulkan dari hipotesis. Jika tidak dianggap demikian, hipotesis tidak dapat diuji secara bermakna.[4]

Metode eksperimen dimulai dengan hipotesis. Eksperimen dirancang untuk menguji hipotesis dengan mengamati respons satu variabel terhadap perubahan sejumlah variabel lain dalam kondisi yang terkendali. Data dianalisis untuk menentukan apakah ada hubungan yang membenarkan atau menyangkal hipotesis.[5]

Metode ilmiah memiliki kaitan yang erat dengan kerja ilmiah. Kerja ilmiah merupakan cara kerja ilmuan dalam memecahkan masalah dengan menerapkan berbagai langkah yang teratur dan sistematis sebagai implementasi dari metode ilmiah.[1]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Aristoteles, seorang filsuf Yunani, diakui sebagai tokoh pertama yang menggunakan metode ilmiah dalam mencari pengetahuan. Hal ini karena analisis mengenai implikasi logis yang diusulkannya terstruktur rapi dan berbeda dengan filsuf sebelumnya.[6]

Ibnu al-Haitsam atau Alhazen merupakan ilmuwan Islam dari bidang sains, matematika, dan filsafat yang dianggap sebagai bapak metode ilmiah modern. Pendekatan yang dilakukan oleh Alhazen digunakan untuk menyelidiki fenomena, memeroleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya berdasarkan pengumpulan data. Pengumpulan data ini dilakukan melalui proses pengamatan dan pengukuran, dilanjutkan dengan perumusan dan pengujian hipotesis untuk menjelaskan data.[7]

Pada abad ketujuh belas, Francis Bacon dan René Descartes, mencoba memberikan penjelasan rinci tentang bagaimana para ilmuwan harus melanjutkan pencarian pengetahuan. Meskipun ide yang ditawarkan dalam metode ilmiah khusus ini terlihat mudah untuk dilakukan, tetapi selama abad kedua puluh banyak filsuf dan tokoh lainnya menjadi skeptis tentang gagasan memberikan sesuatu seperti resep atau metode khusus untuk sains. Sains dianggap sebagai proses yang terlalu kreatif dan tidak dapat diprediksi sehingga tidak ada resep dan metode yang dapat menjelaskannya— hal ini terutama benar dalam kasus ilmuwan besar seperti Newton, Darwin, dan Einstein.[8] Metode ilmiah dianggap sebagai jembatan atau strategi ilmiah yang menghubungkan teori logis yang bersifat abstrak dan panduan langkah yang terlalu sederhana. Kemudian muncul harapan bagaimana hubungan teori dengan dunia melalui strategi yang digeneralisasi tersebut.[8]

Ciri-ciri penelitian ilmiah[sunting | sunting sumber]

Penelitian ilmiah merupakan penyelidikan yang menggunakan metode ilmiah dan dipandu dengan teori dan hipotesis mengenai berbagai masalah yang akan dipecahkan.[9] Adapun beberapa ciri penelitian ilmiah ini antara lain sebagai berikut.

Bertujuan (purposiveness)[sunting | sunting sumber]

Kegiatan penelitian diawali dengan kegiatan penentuan tujuan yakni untuk memecahkan masalah ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan begitu, melalui penelitian yang dilakukan dapat diketahui apakah masalah tersebut dapat terselesaikan atau membutuhkan penanganan lebih lanjut.[9]

Sistematik dan terorganisasi[sunting | sunting sumber]

Penelitian berlangsung dalam serangkaian proses yang terstruktur dan tersusun atas berbagai tahap yang jelas. Urutan tahapan harus jelas, meskipun tidak berurutan dengan langkah metode ilmiah, tetapi harus dipastikan tahapannya. Hal ini supaya memungkinkan dalam memeriksa relevansi hasil dengan cara untuk mendapatkan hasil tersebut.[9]

Empirik[sunting | sunting sumber]

Pada penelitian ilmiah, data utama yang digunakan untuk memecahkan masalah merupakan data empiris yakni bersumber dari pengamatan dan penyelidikan secara langsung.[9]

Kritis dan korektif[sunting | sunting sumber]

Hasil yang didapati pada penelitian ilmiah harus terbuka untuk dapat diperiksa dan diuji secara objektif melalui penelitian lebih lanjut.[9]

Dapat diulang[sunting | sunting sumber]

Penelitian terkait topik dan masalah yang sama dapat diulangi oleh orang lain untuk memeriksa kebenaran penelitiannya. Hal ini berarti tahapan penelitian yang sama dapat digunakan untuk meneliti masalah yang sama di lingkungan berbeda.[9]

Objektivitas[sunting | sunting sumber]

Seluruh proses yang dilakukan dalam penelitian harus bersifat objektif, khususnya kesimpulan yang ditarik melalui interpretasi dari hasil analisis data yang objektif dan berdasarkan fakta aktual.[9]

Dapat digeneralisasi[sunting | sunting sumber]

Hasil yang ditemukan pada penelitian diubah ke dalam informasi yang dijabarkan secara umum untuk menggambarkan gejala yang diteliti dan gejala yang sama di tempat lain.[9]

Unsur[sunting | sunting sumber]

Unsur utama metode ilmiah[10] adalah pengulangan empat langkah berikut:

  1. Karakterisasi (pengamatan akan masalah yang belum bisa terselesaikan)
  2. Hipotesis (penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan pengukuran, sebagai prinsip utama yang mendasari pembuktian)
  3. Prediksi (deduksi logis dari hipotesis)
  4. Eksperimen dan pengukuran (pengujian atas semua unsur, data yang didapatkan harus bisa diukur dan dianalisis)[10]

Tahapan[sunting | sunting sumber]

Tahapan pada metode ilmiah tidak fokus pada satu urutan melainkan sebuah proses yang fleksibel dan dapat berulang.

Terdapat banyak pendapat kontroversial terkait langkah-langkah metode ilmiah. Adapun kesalahpahaman yang umum terkait metode ilmiah yakni tersusun atas langkah-langkah tertentu dengan urutan yang pasti. Namun, sebenarnya langkah-langkah dalam metode ilmiah ini memiliki banyak variabel yang menjadikan setiap tahapan yang dijalani adalah sebuah proses kreatif. Hal ini berarti tidak ada urutan yang pasti untuk setiap langkah dalam menjalani metode ilmiah dan sangat mungkin dapat terjadi pengulangan.[11]

Menemukan dan merumuskan masalah[sunting | sunting sumber]

Kegiatan menemukan masalah dapat dilakukan melalui observasi atau pengamatan untuk selanjutnya merumuskan masalah menjadi sebuah pertanyaan. Masalah ini dapat ditemui dari kegiatan harian, teori yang diminati peneliti, bidang yang belum diteliti, maupun hasil diskusi dengan orang lain.[12]

Adapun cara menemukan masalah dapat dilakukan pada setiap bidang ilmu. Misalnya pada biologi, cara menentukan masalah dalam penelitian biologi adalah dengan memperhatikan objek biologi pada lingkungan sekitar. Seperti dalam mengamati pertambahan tinggi suatu tanaman dalam rentang waktu tertentu, seperti hari atau minggu. Berdasarkan pengamatan tersebut dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan dirumuskan dan diselesaikan melalui metode ilmiah.[1]

Masalah-masalah yang baik memiliki ciri-ciri tertentu, seperti bernilai kompetitif yang apabila telah dipecahkan bisa bermanfaat bagi kehidupan manusia dan dunia ilmu pengetahuan, memiliki visibilitas yang apabila dilakukan oleh orang yang berbeda akan membuahkan hasil yang sama, serta sesuai dengan kualifikasi penulis misalnya usia, kemampuan dan daya dukung.[1]

Observasi atau proses pengamatan dan keterangan merupakan kegiatan mengamati objek dengan menggunakan perangkat observasi. Perangkat observasi terdiri dari dua jenis yakni panca indera dan alat bantu observasi lainnya yang didesain untuk mengetahui bentuk, ukuran, warna, cara berjalan, suara, bau, kehalusan kulit, atau rasa dari sesuatu.[13]

Pelibatan panca indra dalam observasi menggunakan indra penglihatan (mata), indra pendengaran (telinga), indra peraba (kulit), indra pembau (hidung), dan indra perasa (lidah). Sementara alat bantu observasi yang dimaksud adalah mikroskop, lup, kertas lakmus, mistar, dan termometer.[13]

Merumuskan hipotesis[sunting | sunting sumber]

Penelitian biasanya dimulai dengan sebuah masalah. Pertanyaan, tujuan, dan hipotesis memberikan pernyataan ulang dan klarifikasi dari pernyataan masalah atau pertanyaan penelitian.[14]

Hipotesis adalah penjelasan tentatif yang menjelaskan serangkaian fakta dan dapat diuji dengan penyelidikan lebih lanjut.[14] Hipotesis dikenal pula sebagai jawaban sementara terhadap suatu masalah berdasarkan teori dan fakta.[13][15]

Hipotesis harus menjadi pernyataan menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel terukur. Itu harus membawa implikasi yang jelas untuk pengujian hubungan yang dinyatakan.[14] Hipotesis dianggap sebagai pernyataan yang memperkenalkan pertanyaan penelitian dan mengusulkan hasil yang diharapkan. Hipotesis merupakan bagian integral dari metode ilmiah yang membentuk dasar eksperimen ilmiah. Oleh karena itu, dalam membangun hipotesis perlu perhatian dan kehati-hatian untuk menghidari dampak buruk pada eksperimen yang akan dilanjutkan kemudian.[16]

Hipotesis dilandasi dengan kerangka konseptual penelitian yang akan memungkinkan prediksi berdasarkan penalaran deduksi.[17] Prediksi tersebut mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau pengamatan suatu fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas. Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya (apakah benar-benar akan terjadi atau tidak). Prediksi harus disertai dengan alasan yang rasional dan bukan hanya sekedar menebak jawaban.[18]

Merancang dan melakukan penelitian[sunting | sunting sumber]

Setelah prediksi dibuat, hasilnya dapat diuji dengan penelitian, eksperimen ataupun observasi lanjutan. Apabila hasil prediksi tersebut sesuai dengan hasil observasi dan setelah mereka memperoleh penjelasan tentang kebenaran prediksinya, maka akan timbul keyakinan akan kebenaran suatu konsep. Namun, jika dugaannya tidak tepat maka siswa dapat mencari penjelasan tentang ketidaktepatan prediksinya dan membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan.[18]

Hasil penelitian tidak pernah dapat membenarkan suatu hipotesis, melainkan meningkatkan probabilitas kebenaran hipotesis tersebut. Hasil penelitian secara mutlak bisa menyalahkan suatu hipotesis bila hasil penelitian tersebut bertentangan dengan prediksi dari hipotesis.[19]

Pengamatan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung, bahkan fakta yang teliti dimungkinkan dapat dilaksanakan dengan bantuan alat yang dibuat manusia dengan metode ilmiah.[20]

Merancang penelitian

Langkah pertama yang dilakukan dalam merancang suatu penelitian adalah dengan menentukan variabel penelitian. Variabel penelitian adalah hal yang penting sebagai objek pengamatan penelitian.[21] Variabel disebut juga peubah. Ada tiga jenis variabel dalam penelitian yaitu variabel bebas, variabel kontrol, dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan perlakuan atau perubahan. Variabel teriikat merupakan perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh suatu perlakuan. Sementara, variabel kontrol adalah variabel yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen namun dijaga agar tidak berpengaruh.[1]

Setelah menentukan variabel, peneliti juga menentukan lokasi, tempat, dan waktu penelitian yang terencana dengan jelas. Selain itu, peneliti juga menentukan alat dan bahan yang akan digunakan untuk membantu proses penelitian. Peneliti juga harus menentukan sampel yang akan diteliti. Setelah semuanya lengkap, peneliti melanjutkan langkah berikutnya berupa pelaksanaan penelitian.[1]

Mengorganisasi dan menganalisis data[sunting | sunting sumber]

Diagram batang merupakan salah satu alternatif penyajian data hasil penelitian agar dapat ditafsirkan secara utuh.

Mengelompokkan informasi dan data

Pengelompokkan informasi dan jenis data dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari objek pengamatan yang disajikan sesuai karakteristik data dalam bentuk tabel, diagram, grafik, atau sajian lainnya. Penyajian data tersebut dilakukan untuk mempermudah analisis guna membuktikan hipotesis dalam menjawab tujuan penelitian.[1]

Tahap ini menekankan penyusunan fakta dalam berbagai kelompok, jenis, dan kelas. Dalam cabang-cabang ilmu, usaha untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan membandingkan dengan fakta yang relevan disebut taksonomi.[20]

Menafsirkan hasil pengolahan data

Data yang diperoleh dari penelitian akan diolah secara sistematis dan komunikatif, misalnya dalam tabel sederhana atau grafik yang dianalisis dengan baik secara kualitatif, kuantitatif, statistik,atau deskriptif sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan sementara. Dari kesimpulan sementara tersebut dapat digunakan untuk menguji hipotesis diterima atau ditolak.[1]

Mengambil kesimpulan[sunting | sunting sumber]

Langkah selanjutnya dalam metode ilmiah adalah penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan adalah proses meringkas hasil eksperimen, dan mencocokkan hasil tersebut dengan hipotesis yang telas disusun di awal penelitian. Apabila hasil yang didapati tidak sesuai dengan penelitian maka jangan mengubah hipotesis, melainkan mencoba menelaah kembali kekurangan penelitian. Misalnya, informasi yang digunakan untuk menyusun hipotesis masih ada yang terlewatkan atau kurangnya ketelitian dalam melakukan penelitian.[22]

Dalam menarik kesimpulan tidak selamanya menerima hipotesis, tetapi terdapat kemungkinan hipotesis ditolak. Membangun kebenaran yang dilakukan dengan metode Ilmiah pada dasarnya dikembangkan dengan dua metode yang digabungkan, yaitu berdasarkan logika dan penalaran (metode deduktif) sekaligus berdasarkan fakta atau data empiris yang berhasil dikumpulkan (metode induktif).[23][24]

Pola penarikan kesimpulan dalam metode deduktif merujuk pada pola berfikir yang disebut silogisme. Metode ini bermula dari dua pernyataan atau lebih dengan sebuah kesimpulan. Namun kesimpulan di sini hanya bernilai benar jika kedua premis dan cara yang digunakan juga benar, serta hasilnya juga menunjukkan koherensi data tersebut.[24]

Penalaran induktif adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari pengamatan terhadap hal yang bersifat partikular ke dalam gejala-gejala yang bersifat umum atau universal. Sehingga dapat dikatakan bahwa penalaran ini bertolak dari kenyataan yang bersifat terbatas dan khusus lalu diakhiri dengan pernyataan yang bersifat komplek dan umum.[24]

Evaluasi dan pengulangan[sunting | sunting sumber]

Metode ilmiah merupakan sebuah proses yang berulang. Hal ini karena ilmu selalu berputar dan berkembang sehingga akan selalu muncul ide-ide baru dan menuntut kembali ilmuwan untuk mempelajari lebih banyak hal mengenai keilmuan. Hal ini dapat berarti bahwa penyelidikan terkait suatu topik secara berurutan akan mengarah kembali ke pertanyaan yang sama, tetapi pada tingkat yang lebih dalam lagi.[25]

Pembuktian hipotesis tidak hanya cukup dengan satu percobaan. Hal ini karena mungkin saja terjadi kesalahan pada tahapan pengujian. Maka untuk meminimalisir hal tersebut, penelitian sebisa mungkin dilakukan berulang untuk melihat kevalidan hasil yang didapat.[22]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h R. Gunawan Susilowarno, Dkk. Biologi SMA/MA Kls X (Diknas). Jakarta: Grasindo. hlm. 11–19. ISBN 978-979-025-019-2. 
  2. ^ Lexico. "SCIENTIFIC METHOD | Meaning & Definition for UK English | Lexico.com". Lexico Dictionaries | English (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-21. Diakses tanggal 2021-12-26. 
  3. ^ Peirce, Charles Sanders (2014). "A Neglected Argument for the Reality of God". Wikisource (dalam bahasa Inggris): 3. 
  4. ^ Popper, Karl (2002). The Logic of Scientific Discovery (PDF). London: Taylor & Francis. hlm. 264. ISBN 0-203-99462-0. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-11-30. Diakses tanggal 2021-12-27. 
  5. ^ Onlinepubs. "CHAPTER 2: Principles of Scientific Inquiry". onlinepubs.trb.org. Diakses tanggal 2021-12-27. 
  6. ^ Pozzo, Riccardo (2004). The Impact of Aristotelianism on Modern Philosophy (dalam bahasa Inggris). Washington DC: CUA Press. hlm. 41. ISBN 978-0-8132-1347-7. 
  7. ^ Al-Khalili, Jim (2009). "The 'first true scientist'". BBC News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-27. 
  8. ^ a b Godfrey-Smith, Peter (2003). Theory and reality an introduction to the philosophy of science (PDF). Chicago: The University of Chicago Press. hlm. 6–7. ISBN 978-0-226-61865-4. OCLC 1272045280. 
  9. ^ a b c d e f g h Silalahi, Ulber (1999). Metode dan Metodologi Penelitian (PDF). Bandung: Bina Budhaya. hlm. 4–5. ISBN 9795890298. 
  10. ^ a b Shuttleworth, Martin. "Scientific Elements - Fundamental Parts of Scientific Research". explorable.com. Diakses tanggal 2021-12-30. 
  11. ^ Gauch, Hugh G. (2003). Scientific Methods in Practice (PDF). Edinburgh: Cambridge University Press. hlm. 3. 
  12. ^ Shoket, Mohd (2014). "Research Problem: Identification and Formulation". International Journal of Research (IJR). 1 (4): 516–517. ISSN 2348-6848. 
  13. ^ a b c Wardhani, Siti Pramitha Retno (2020). Smart Bio Series: IPA BIOLOGI SMA/MA Kelas 10, 11, 12: Diandra Kreatif. Sleman: Diandra Kreatif. hlm. 9. ISBN 978-623-6571-56-9. 
  14. ^ a b c Mourougan, Sendil; Sethuraman (2017). "Hypothesis Development and Testing" (PDF). IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM. 19 (5): 34. doi:10.9790/487X-1905013440. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-28. Diakses tanggal 2021-12-28. 
  15. ^ Shururi, Sati El (2016-01-01). Pedoman Cerdas Biologi Kelas X, XI & XII SMA/MA. Depok: Huta Publisher. hlm. 3. ISBN 978-602-6805-51-5. 
  16. ^ Enago Academy (2019). "How to Write a Research Hypothesis". Enago Academy (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-28. 
  17. ^ Setyawan, Febri Endra Budi (2017). PENGANTAR METODOLOGI PENELITIAN: ( Statistika Praktis). Sidoarjo: Zifatama Jawara. hlm. 172. ISBN 978-602-6930-66-8. 
  18. ^ a b Muna, Izza Alyatul (2017). "Model Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses IPA". El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama (dalam bahasa Inggris). 5 (1): 79–80. ISSN 2527-631X. 
  19. ^ Setiawan, Aries (2020). MODUL ILMU ALAMIAH DASAR (PDF). Jakarta: SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI IGI. hlm. 3. 
  20. ^ a b Sabari, John (2011-01-02). "METODE ILMIAH DALAM ILMU-ILMU SOSIAL". AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 120–121. doi:10.25273/ajsp.v1i1.140. ISSN 2502-2857. 
  21. ^ Hidayat, Anwar (2012). "Variabel Penelitian Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh". Uji Statistik. Diakses tanggal 2021-12-28. 
  22. ^ a b Science Made Simple (2019). "The Scientific Method". www.sciencemadesimple.com. Diakses tanggal 2021-12-28. 
  23. ^ Salim, Widono (2020). "IKD-EP: KESIMPULAN METODE ILMIAH". spada.uns.ac.id. Diakses tanggal 2021-12-28. 
  24. ^ a b c Mustofa, Imron (2016). "Jendela Logika dalam Berfikir; Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran Ilmiah". EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam (dalam bahasa Inggris). 6 (2): 124–135. doi:10.54180/elbanat.2016.6.2.1-21. ISSN 2579-8995. 
  25. ^ Understanding Science UCB. "The reasl process of science". Understanding Science. Diakses tanggal 30-12-2021. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]