Lakhes (dialog)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Lakhes (/ˈlækz/; Yunani: Λάχης) adalah dialog Sokrates yang ditulis oleh Plato. Para peserta yang terlibat dalam diskusi tersebut menyajikan definisi berlawanan tentang konsep keberanian.

Karakter[sunting | sunting sumber]

  • Sokrates
  • Lysimakhos – seorang anak jenderal dan negarawan Athena, Aristides.
  • Melesias – teman Lysimakhos.
  • Nikias – jenderal dan negarawan Athena, anak dari Niceratus.
  • Lakhes - jenderal dan negarawan Athena, anak dari Melanopus.
  • Aristides – anak dari Lysimakhos dan cucu dari jenderal dan negarawan eponim.

Ringkasan[sunting | sunting sumber]

Pendidikan dan nilai pelatihan militer[sunting | sunting sumber]

Apakah pendidikan militer merupakan tempat pendidikan tinggi? [178a–180a][sunting | sunting sumber]

Lysimakhos, anak Aristides, dan Melesias, anak Thukidides (bukan sejarawan Thukidides), meminta saran Lakhes dan Nikias tentang apakah anak laki-laki mereka; (yang dinamai sesuai dengan kakek mereka yang terkenal) harus atau tidak harus dilatih berperang dengan pakaian besi. Setelah masing-masing mereka memberikan pendapat, Nikias setuju, sedangkan Lakhes menentang, kemudian mereka mencari Sokrates untuk mendapatkan nasihat.

Lakhes memperkenalkan Sokrates dalam diskusi [180a–181d][sunting | sunting sumber]

Sokrates mempertanyakan tujuan awal atas pelatihan apa yang dimaksudkan untuk ditanamkan pada anak-anak. Begitu mereka menentukan bahwa tujuannya adalah untuk menanamkan kebajikan, dan lebih khusus lagi keberanian, Sokrates membahasnya dengan Lakhes dan Nikias apa sebenarnya keberanian itu. Sebagian besar dialognya terdiri dari tiga orang laki-laki (Lakhes, Nikias and Sokrates) yang memperdebatkan berbagai definisi keberanian.

Nikias tentang keuntungan bertempur dengan baju besi [181e–182d][sunting | sunting sumber]

Nikias berpendapat tentang mendapatkan pendidikan dalam pertempuran berbaju besi bagi pemuda. Dia menyebutkan bahwa ia mempromosikan kebugaran fisik, mempersiapkan pria untuk tugas militer, memberi keuntungan atas lawan yang tidak terlatih, membantu seseorang memahami strategi militer, akan membuatnya lebih berani, dan memberi satu penampilan bela diri.

Lakhes tentang kesia-siaan pertempuran dengan baju besi [182e–184c][sunting | sunting sumber]

Lakhes menentang kebutuhan berperang dengan baju besi dengan mengklaim bahwa Sparta tidak mempraktikkannya; instruktur yang telah dilihat Lakhes bukanlah tentara yang berani dan karenanya tidak diuntungkan atas pengetahuan ini; dan hal ini menyebabkan pengambilan risiko militer yang bodoh dan merusak.

Kebutuhan akan saran ahli: apakah para jenderal memenuhi syarat untuk berbicara tentang pendidikan? [184d–187d][sunting | sunting sumber]

Melesias dan Lysimakhos meminta Sokrates supaya menentukan sisi mana yang benar. Sokrates memulainya dengan mencoba menjelaskan apa topik sebenarnya. Dia menentukan bahwa masalahnya adalah perawatan atas karakter pria muda dan bertanya apakah ada guru ahli untuk ini. Sokrates mengaku tidak ahli dalam hal ini dan menganggap bahwa Lakhes and Nikias sama-sama berpengalaman dalam membangun sebuah karakter atau mengetahui, serta ahli di bidang tersebut. Sokrates mengusulkan untuk menanyai mereka tentang hal ini; untuk melihat apakah mereka memiliki keahlian yang berkualitas.

Para jenderal setuju supaya bekerja sama dengan Sokrates dan menguji keahlian mereka [187e–189d][sunting | sunting sumber]

Nikias memperingatkan tentang metode filosofis Sokrates supaya mendapatkan lawan bicaranya untuk memeriksa hati nurani mereka sendiri. Lakhes menyatakan bahwa ia suka mendengar diskusi yang "musikal", ketika wacana seseorang selaras dengan tindakan mereka. Dengan memparafrasekan Solon, Lakhes setuju untuk berpartisipasi dalam penyelidikan Sokrates, karena dia suka belajar dari pria yang baik.

Penyelidikan tentang sifat keberanian[sunting | sunting sumber]

Kebutuhan mendefinisikan keberanian [189d–190d][sunting | sunting sumber]

Sokrates menggunakan analogi medis dalam membantu menentukan kebaikan: Jika kedua mata dapat diperbaiki dengan menambahkan penglihatan pada keduanya, kemudian karakter anak-anak lelaki dapat ditingkatkan dengan menambahkan kebaikan padanya. Maka pengetahuan tentang apa itu penglihatan diperlukan, sebelum dapat dianggap sebagai perbaikan, juga hal ini diperlukan memiliki pengetahuan tentang apa yang baik, sebelum digunakan dalam memperbaiki karakter. Alih-alih mencoba mendefinisikan apa itu kebaikan secara keseluruhan, Sokrates berpikir akan lebih mudah mendefinisikan aspek kebaikan yang relevan dengan mempertanyakan keberanian.

Definisi pertama menurut Lakhes: berani adalah berdiri dan bertarung [190e–192b][sunting | sunting sumber]

Lakhes mendahulukan bahwa menjadi berani adalah menjadi seorang prajurit yang dapat menahan posisinya dalam pertarungan tanpa melarikan diri. Sokrates menjelaskan bahwa definisinya sangat spesifik bagi infanteri militer dan yang sebenarnya dia cari adalah gagasan keberanian yang berkaitan dengan semua situasi militer dan berlanjut pada semua situasi dalam kehidupan.

Definisi kedua menurut Lakhes: keberanian adalah daya tahan [192b–193d][sunting | sunting sumber]

Lakhes menawarkan pendapat bahwa keberanian adalah "sebuah ketekunan tertentu dari jiwa". Namun, Sokrates menantang gagasan ini dengan mengatakan bahwa terdapat banyak contoh dalam pertempuran ketika hal yang bijaksana dilakukan dengan mengundurkan diri atau melarikan diri. Karena keberanian adalah kebajikan, Sokrates berpendapat, hal tersebut tidak bertentangan dengan kehati-hatian, dan karena itu gagasan tentang keberanian selalu menuntut ketekunan yang pasti salah. Lakhes terpaksa mengakui kontradiksi ini.

Kebuntuan: Nikias diminta membantu [193e–194c][sunting | sunting sumber]

Sokrates mengungkapkan kebingungannya dalam percobaan pertanggung-jawaban keberanian. Lakhes ingin melanjutkan pembicaraan, mengatakan bahwa ia memiliki rasa atas keberanian, tetapi tidak mengungkapkannya dengan benar. Sokrates menyatakan bahwa seperti halnya pemburu yang baik yang mengejar jejak, mereka harus bertekun dalam mencari penggalian mereka. Mereka mengundang Nikias supaya memberikan definisinya tentang keberanian.

Definisi menurut Nikias: keberanian adalah jenis khusus pengetahuan [194d–196c][sunting | sunting sumber]

Kemudian Nikias menawarkan definisi lainnya. Dia mengemukakan bahwa keberanian adalah "pengetahuan tentang apa yang harus ditakuti dan diharapkan baik dalam perang maupun dalam semua hal lainnya".

Implikasi definisi menurut Nikias: bisakah binatang dan anak-anak menjadi berani? [196d–197e][sunting | sunting sumber]

Karena keberanian adalah pengetahuan tentang apa yang menakutkan dan menggembirakan, maka Sokrates bertanya apakah seekor babi dapat menjadi pemberani. Nikias menyangkal bahwa hewan dapat menjadi berani karena ia percaya bahwa sejumlah kebijaksanaan diperlukan untuk keberanian dan hanya sedikit orang yang dapat dianggap berani. Sokrates dengan senang hati menunjukkan bahwa Nikias dipengaruhi oleh seorang sofis bernama Damon dan menawarkan seperti menanggapi pernyataan Nikias.

Nikias mendefinisikan kebaikan, bukan keberanian [198a–199e][sunting | sunting sumber]

Nikias setuju bahwa sesuatu yang 'menakutkan' adalah harapan akan kejahatan di masa depan dan sesuatu yang 'penuh harapan' adalah harapan akan kebaikan masa depan. Sokrates kemudian berpendapat bahwa pengetahuan penuh tentang setiap subjek melibatkan pemahaman yang tidak hanya tentang masalah di masa depan, tetapi juga masa lalu dan sekarang. Jadi, jika keberanian adalah pengetahuan tentang kejahatan dan hal-hal di masa depan, hal ini pastilah juga merupakam pengetahuan orang-orang di masa kini dan masa lalu. Dia kemudian menegaskan bahwa definisi menurut Nikias sebenarnya berarti definisi tentang semua kebajikan (karena ini berarti pengetahuan tentang semua kebaikan dan kejahatan) dan oleh karenanya, karena keberanian sebenarnya hanyalah bagian dari kebajikan, sehingga kontradiksi muncul dan definisinya pasti salah.

Diskusi berhenti: Sokrates menyarankan agar mereka semua belajar banyak [200a–201a][sunting | sunting sumber]

Jadi, pada akhirnya, Sokrates mendapati bahwa kedua teori rekannya tidak memuaskan, dan dialog berakhir dengan aporia, sebuah istilah bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Yunani kuno, ἀπορία, yang berarti "kebingungan filosofis".

Komentar kritis[sunting | sunting sumber]

Terdapat banyak interpretasi yang berbeda mengenai mengapa dialog berakhir dengan aporia. Beberapa komentator tertentu, seperti Iain Lane melihat metode elenchos Sokrates sebagai tujuannya sendiri; di mana perdebatan itu sendiri adalah premis dan fungsi dialog. Lainnya, seperti Gregory Vlastos, melihat dialog ini berakhir karena kurangnya definisi spesifik dari tokoh-tokohnya.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Bacaan lanjut[sunting | sunting sumber]

  • Walter T. Schmid, On Manly Courage: A Study of Plato's Laches, SIU Press, 1992.
  • Linda R. Rabieh, Plato and the Virtue of Courage, JHU Press, 2006.
  • J.P. Mahaffy, An Ancient Papyrus Fragment of the Laches of Plato Hermathena vol. VIII, 1893, p. 310-321.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]