Kinco

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pasar Piladang dahulu kala

Kinco adalah sebuah panggilan khusus di Lurah Pasandiang, Jorong Piladang, bagi orang - orang "Kondua", "Bongak", Dan "Pandia" yang berada di Alam Minangkabau[1] Sumatera Barat.[2] Panggilan Kinco, tidak dibatasi usia, orang tua, pemuda, remaja, atuak - atuak, enek - enek, etek - etek, bahkan anak - anak pun bisa dipanggil dengan sebutan ini. Kata Kinco merebak tenar di Lima Puluh Kota lebih tepat nya Lurah Pasandiang, Jorong Piladang, Kenagarian Koto Tangah Batu Hampa.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Asal Usul[sunting | sunting sumber]

Menurut tuturan orang - orang terdahulu, sebagian mengatakan istilah Kinco berasal dari Sawahlunau, dan sebagian lainnya mengatakan bahwa kata Kinco datang dari Piladang itu sendiri. [2][1]

Lurah Basandiang Dahulu Kala

Arti Kinco didalam bahasa Minangkabau adalah "Aduk" atau "Campur", atau bisa diarti kan secara harfiah dengan "Mencampur Adukan suatu hal yang bertolak belakang".


Menurut cerita masyarakat Paladang, pada zaman dahulu ada seorang lelaki dari Sawahlunau ingin belajar di Jorong Paladang. Ia biasa dipanggil dengan gelar "Mualim" (sebagian mengatakan "Jelamli") Ia menyusuri setiap rumah rumah di sana. Ia sangat kesulitan mencari guru yang bisa mengajarinya ilmu. Lalu ada seorang berkata, "pergi lah ke desa dibawah sana, Lurah Basandiang... " Kata orang asing itu. Lalu Mualin pun pergi ke dusun kecil dilembah yang bernama Lurah Basandiang. Bertahun - tahun ia belajar di Surau disana.[1]

Pada suatu hari, ia melihat ada gadis bernama "Ides" sebagian mengatakan "Desi". Mualin pun terpesona dengannya dan sampai lah waktu ia menikah dengan Ides. Setelah mempunyai anak dan sudah remaja, Mualin menjadi kejam dan Pandia kepada bininya. Naas, talak pun telah terjadi, Mualin bercerai dengan bininya. Tetapi, Mualin tidak rela meninggalkan rumah yang telah ia bangun semenjak dahulu. Lalu ia tetap tinggal di belakang rumah istri nya. [3]

Warga Basandiang pun miris melihat kelakuan Mualin yang tetap tinggal di Paladang walaupun sudah bercerai. Hingga terbesit dipikiran masyarakat untuk memanggil Mualin sebagai Kinco karena "mencampurkan" antara bercerai dan meninggal kan desi atau tetap dengan harta rumahnya. Oleh karena itu, kata" Kinco terkenal hingga ke pelosok Minangkabau sampai saat ini.[3]

Tokoh[sunting | sunting sumber]

Tokoh sejarah Kinco yang tercatat dalam wawancara:

- Jalamli Mualim Marajo

Orang Minangkabau Jaman Dulu

- Nian

- Pakiah

- angku jalil

- Rupal arpin sati

- sati Rahal

- aliah

- hisrizal (is)

- darpian

- isna

- nunuang



_


Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c Zal, Moh. (1997). Bisikan Lima Puluh Kota - 1997. Jakarta: Moh. Zal. hlm. 58. 
  2. ^ a b Sejarah Piladang - 2010
  3. ^ a b Jawi, Kapalo (2018). Lurah Sandiang. Jakarta: Angku Jawi. hlm. 168.