Kampung Wisata Dipowinatan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kampung Wisata Dipowinatan adalah sebuah kampung yang dikembangkan oleh Dinas Pariwisata Yogyakarta untuk tujuan pariwisata. Kampung tersebut merupakan salah satu dari 17 yang saat ini sedang dikembangkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Pepatnya, Kampung Dipowinatan terdapat di Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta. Keunggulan utama yang ditonjolkan oleh kampung itu adalah adanya konsep live in atau rekreasi yang berpadu dengan masyarakat sekitar sekaligus membaur dengan unsur budaya dan lokalitas masyarakat yang ada. Di dalam kampung tersebut, pengunjung akan disuguhi beberapa fasilitas unik seperti berkunjung ke rumah-rumah keluarga Jawa dengan mengenakan pakaian adat Jawa dan ditambah dengan adanya hiburan kesenian sekaligus sajian kuliner khas Jawa.

Gambaran Umum Kampung Wisata Dipowinatan[sunting | sunting sumber]

Kampung Wisata Dipowinatan pertama kali diresmikan pada tanggal 4 November 2006 oleh para pejabat dari instansi terkait di pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Persemian Kampung Wisata Dipowinatan juga dihadiri oleh para tamu dari negara lain seperti dari Republik Ceko, Slowakia, Columbia serta mantan Gubernur Jawa Tengah, Bapak Mardiyanto. Menurut sumber penelitian yang ada, Kampung Wisata Dipowinatan dibuat untuk menjawab persoalan kejenuhan publik dalam menikmati pariwisata yang berhubungan dengan alam (pantai, gunung), keraton, atau pusat-pusat perbelanjaan.[1]

Kampung Wisata Dipowinatan lebih populer disebut dengan DIPOWISATA yang dibagi menjadi tiga kluster wilayah, yaitu Kluster Kuliner di Kampung Kaparakan Lor, Kluster Kerajanin di Kampung Keparakan Kidul, dan Kluster seni budaya di Kampung Pujokusuman. Sedang “Dipowisata” sendiri disebut sebagai kawasan inti. Dalam pengelolaannya, Kampung Wisata Dipowinatan dimenejerial oleh Purawisata yang mengelola objek wisata sehingga memiliki daya tarik dan keunggulan. Keunggulan itu meliputi atraksi seni dan budaya Sendratari Ramayana Ballet dan Resto. Dalam implementasinya, Kampung Wisata Dipowinatan telah melakukan kerjasama dengan kampung-kampung sekitar untuk menyediakan paket jamuan makan malam dan menyaksikan Sendratari Ramayana Ballet. Perlu digarisbawahi, Kampung Wisata Dipowinatan dalah kampung wisata sosial dan urban yang mengunggulkan potensi kehidupan sosial masyarakat sehari-hari dan budaya serta tradisi yang ada untuk terus berkembang.[2]

Dalam hal lokasi dan geografis, Kampung Wisata Dipowinatan berada sekitar 1 kilometer dari Titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta dengan waktu tempuh 5 menit; berjarak 600 meter dari objek wisata keraton kesultanan Yogyakarta dengan waktu tempuh 3 menit. Sedangkan dari pusat Pemerintah, jarak tempuhnya adalah 0,3 km dari pusat pemerintahan kecamatan; 1 km dari pusat pemerintahan kota; dan 1,5 km dari ibu kota provinsi. Lokasi Kampung Wisata Dipowinatan yang tidak terlalu jauh memungkinkan wisatawan yang mampir ke pusat Kota Yogyakarta untuk singgah pula ke Kampung Wisata Dipowinatan. Jaraknya yang relatif dekat amat memudahkan wisatawan untuk menjangkaunya dengan berjalan kaki.[3]

Sementara itu, lokasi Kampung Wisata Dipowinatan dinilai memiliki luas sekitar 0,53 km2 yang terdiri dari 13 Rukun Warga (RW) dan 58 Rukun Tetangga (RT). Kampung Wisata Dipowinatan juga memiliki batas-batas tertentu, seperti di sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondokusuman; sebalah selatan berbatasan dengan Kelurahan Brontokusuman; sebelah barat berbatasan dengan Keluraham Panembahan, Kecamatan Kraton; sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Wirogunan.[1]

Kondisi Sosial[sunting | sunting sumber]

Dalam hal demografi, Kampung Wisata Dipowinatan merupakan wilayah yang jumlah penduduknya tidak selalu bertambah setiap tahun. Pada tahun 2015, diperkirakan ada sekitar 10.051 jiwa yang menghuni permukiman itu. Rinciannya adalah sebesar 4840 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 5211 jiwa berjenis kelamin perempuan. Angka tersebut berubah pada tahun 2016 menjadi 9.947 jiwa dengan 3.132 kepala keluarga. Sebanyak 4.803 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 5.144 jiwa berjenis kelamin perempuan. Sementara dalam hal pendidikan, tingkat pendidikan yang ditempuh oleh penduduk Kampung Wisata Dipowinatan bervariasi, mulai dari hanya setingkat Taman kanak-kanak hingga tamatan S2. Menurut data yang ada, sebanyak 2.474 lulusan TK; 1.003 lulusan SD; 1.403 lulusan SMP; 3.017 lulusan SLTA; 531 lulusan D1/D3; 1.395 lulusan S1; dan 122 lulusan S2.[4]

Angka tentang partisipasi pendidikan tersebut menunjukan bahwa masyarakat Kampung Wisata Dipowinatan tergolong masyarakat yang sadar akan pentingnya pendidikan. Terbukti, angka partisipasi sekolah mereka menunjukan angka yang cukup signifikan. Sementara dalam hal mata pencaharian, profesi yang dimiliki oleh penduduk Kampung Wisata Dipowinatan juga sama beragamnya dengan tingkat pendidikan yang mereka tempuh. Sebanyak 262 orang adalah Pegawai negeri sipil; 7 orang anggota TNI; 2.407 orang bekerja di bidang swasta; 132 orang wiraswasta atau pedagang; 6 orang petani; 9 orang tukang bangunan; 4 orang buruh tani; 210 orang pensiunan; dan 169 orang bekerja di bidang jasa. Keberagaman profesi atau mata pencaharian penduduk Kampung Wisata Dipowinatan amat berkaitan dengan tingkat pendidikan yang mereka tempuh. Apabila diamati lebih jauh, semakin tinggi tingkat pendidikan yang mereka miliki, semakin menjanjikan pula jenis pekerjaan yang mereka jalani. Hal itu tentunya juga akan memberikan dampak pada perkembangan ekonomi di keluarga mereka.[4]

Kunjungan Wisata[sunting | sunting sumber]

Sebagai lokasi wisata, Kampung Wisata Dipowinatan tentunya mengharapkan jumlah pengunjungnya meningkat dalam hitungan tahun demi tahun. Tentu saja, keberadaan jumlah wisatawan akan berdampak pada pendapatan daerah yang secara tidak langsung juga berdampak pada penghasilan serta kesejahteraan masyarakat setempat. Sejak tahun 2007, jumlah kunjungan wisatawan ke Kampung Wisata Dipowinatan sejumlah 15 kunjungan dengan tamu sebanyak 109 orang. Jumlah tersebut meningkat menjadi 24 kunjungan dengan 168 orang tamu serta pada tahun 2009 menunjukan angka 26 kunjungan dengan tamu dari luar negeri. Setiap tahun, jumlah tamu dan kunjungan wisatawan ke Kampung Wisata Dipowinatan memang cenderung meningkat. Hal itu juga ditunjukan pada jumlah tamu pada tahun 2016 sebanyak 16 kunjungan selama 10 bulan dengan jumlah tamu 295 orang. Dari angka tersebut, dapat ditemui angka sebesar 179 orang merupakan wisatawan dari luar negeridan sebanyak 116 orang merupakan wisatawan lokal.[2]

Angka kunjungan yang cenderung naik setiap tahun tersebut tidak lepas dari beberapa faktor, di antaranya:

Aktivitas kehidupan natural masyarakat[sunting | sunting sumber]

Sebagaimana yang telah disinggung di muka, Kampung Wisata Dipowinatan menawarkan konsep wisata urban yang membaur dengan kehidupan sosial-budaya masyarakat setempat. Terutama bagi turis mancanegara, memasuki gang-gang kecil sambil menikmati kehidupan kampung serta aktivitas warga lokal merupakan hal yang jarang mereka jumpai di negaranya. Kegiatan yang dilaksanakan oleh warga juga sangat natural. Sebagai misal, ketika warga sedang menggelar acara pernikahan atau khitanan, turis mancanegara sangat diperkenankan untuk ikut serta menikmati acara. Hal itu yang menyebabkan konsep wisata Kampung Wisata Dipowinatan tidak bergantung pada pertunjukan atau atraksi tertentu yang sifatnya insidental.

Selain terdapat kegiatan yang sifatnya natural atau spontan tersebut, masyarakat Kampung Wisata Dipowinatan juga memiliki kegiatan rutin (tahunan) yang digelar memang untuk menarik minat wisatawan. Kegiatan itu adalah Merti Golong Gilig yang merupakan kegiatan rutin kampung yang dilaksanakan dalam bentuk pesta rakyat. Kegiatan upacara rakyat tersebut diadakan setiap tanggal 18 Agustus, atau tepatnya dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Pertunjukan tersebut diwarnai dengan pawai atau karnaval yang dilakukan warga dengan mengenakan pakaian tradisional tertentu sembari membawa arak-arakan mengelilingi kampung mereka. Hal itu tentunya mengundang minat wisatawan, mengingat tidak smeua dari mereka pernah menikmati pemandangan semacama itu. Sementara itu, sumber pendanaan yang dimiliki untuk upacara rakyat tersebut berasal dari swadaya masyarakat dan bantuan dari pemerintah Kota Yogyakarta.[5]

Aktivitas Kesenian Masyarakat[sunting | sunting sumber]

Selain mengunggulkan kegiatan masyarakat yang bersifat natural, Kampung Wisata Dipowinatan juga mengunggulkan atraksi pariwisata dalam kegiatan wisatanya. Mereka tidak hanya mengembangkan kegiatan sosial kemasyarakatan saja, melainkan juga mengembangka potensi sumberdaya manusia melalui pertunjukan atraksi seni. Atraksi seni yang dimaksudkan dalam kasus itu adalah tarian jathilan dan tari klasik Jawa. Selain itu, pemuda di Kampung Wisata Dipowinatan juga turut berpartispasi dalam atraksi tersebut dengan ikut bermain musik elektrik yang dipadupadankan dengan musik gamelan. Kegiatan seni tersebut biasanya tampil pada saat Kampung Wisata Dipowinatan menyelenggarakan acara-acara penting seperti Sego Ketan, Upacara Adat Merti Golong Gilig, dan lain-lain.[6]

Selain itu, juga terdapat atraksi atau pertunjukan lain yang dikembangkan oleh Kampung Wisata Dipowinatan, benama Bregodo Dipo Satria yang merupakan barisan para laki-laki di Kampung Wisata Dipowinatan berbentuk barisan prajurit. Mereka biasanya tampil pada saat upacara adat Merti Golong Gilig. Seiring berjalannya waktu, Bregodo Dipo Satria menjadi semakin berkembang sehingga mengundang masyarakat di luar Kampung Wisata Dipowinatan untuk meminta mereka tampil di acara-acara penting lainnya, seperti pernikahan, dan lain sebagainya.

Selain atraksi-atraksi kesenian tersebut, di Kampung Wisata Dipowinatan juga terdapat atraksi lain seperti Karawitan Dolanan anak, Musik Garapan “Srundenk”, Musik Cokek’an Dwipa Irama; Jathilan Putri, Musik Rebana Al Mustaqim, Musik Akustik “Suara Minoritas”, dan Sanggar Tari Mardawa. Setiap kelompok kesenian itu dikepalai oleh salah satu orang yang dipercaya mampu memimpin kelompok mereka. Ketua paguyuban atau sanggar bertanggung jawab untuk menyediakan atraksi atau pertunjukan ketika ada wisatawan yang datang serta mengkoordinir latihan rutin yang mereka adakan setiap harinya.[5]

Aktivitas Pembuatan Kerajinan[sunting | sunting sumber]

Selain pada bidang seni dan kegiatan sosial, warga masyarakat juga didorong untuk terlibat menjadi pelaku usaha dalam kegiatan pariwisata di Kampung Wisata Dipowinatan. Beberapa bentuk Kerajinan yang mereka produksi adalah sungging wayang, batik prodo, kerajinan pernak-pernik dari tempurung kluwak, kerajinan meronce bunga, kerajinan rotan dan kerajinan tas. Selain memberikan keuntungan pribadi kepada warga desa, kegiatan usaha kerajinan tersebut juga memberikan pemasukan pada sustainibiltas atau keberlanjutan Kampung Wisata Dipowinatan. Salah satu kegiatan yang mereka lakukan adalah membatik langsung bersama wisatawan. Kegiatan tersebut dilakukan tidak jauh dari lokasi Kampung Wisata Dipowinatan. Hal itu sekaligus dijadiakan ajang pameran wisata dan budaya.[3]

Aktivitas Pembuatan Kuliner[sunting | sunting sumber]

Selain bidang-bidang yang telah dijabarkan tersebut, bidang kuliner juga menjadi hal yang tak terlepaskan dari peran masyarakat Kampung Wisata Dipowinatan. Kegiatan dalam hal itu mencakup pembuatan arem-arem, bakpia, roti, dan jamu. Mereka berupaya untuk menjadikan Kampung Wisata Dipowinatan memiliki ciri khas dan keunikan maisng-masing. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan menjadikan arem-arem sebagai produk unggulan kuliner di Kampung Wisata Dipowinatan. Harapannya, dengan upaya semacam itu, wisatawan akan mengenal arem-arem sebagai makanan khas Kampung Wisata Dipowinatan. Bahkan, masyarakat lain juga akan mengidentikan arem-arem sebagai makanan khas desa wisata tersebut.

Selain itu, dalam proses pembuatannya, masyarakat Kampung Wisata Dipowinatan juga membiarkan para wisatawan untuk terlibat langsung, seperti menyaksikan proses pembuatan arem-arem dari mulai awal proses hingga makanan siap disajikan. Selain jenis kuliner arem-arem, di Kampung Wisata Dipowinatan juga terdapa kuliner lain seperti bakpao, bakpia, Swiss bakery, dan jamu lugu murni. Dengan beragamnya jenis kuliner yang ada Kampung Wisata Dipowinatan, masyarakat berharap pelayanan mereka akan memberikan kenyamanan pada wisatawan yang datang, baik mancanegara maupun lokal.[5]

Jasa Pendukung Pariwisata (Personil Pengelola Kampung)[sunting | sunting sumber]

Jasa pendukung pariwisata di Kampung Wisata Dipowinatan disebut juga dengan istilah Ancillary service yang ditandai dengan adanya sebuah organisasi atau orang-orang yang mengurus destinasi wisata di Kampung Wisata Dipowinataa. Keberadaan jasa pendukung pariwisata itu menjadi penting, karena meskipun konsep wisata yang ditawarkan menarik, aksesibilitas dan atraksi juga menunjang, tanpa diimbangi penyediaan jasa pendukung pariwisata yang baik, Kampung Wisata Dipowinatan juga tidak akan bisa berkembang dengan baik. Di Kampung Wisata Dipowinatan terdapat personalia pengelola yang memiliki jabatan dan tugas masing-masing. Posisi-posisi tersebut juga diikuti dengan tanggung jawab masing-masing. Lebih jauh lagi, keberadaan personel pengelola Kampung Wisata Dipowinatan tersebut telah dibentuk oleh lurah setempat melalui Keputusam Lurah Keparakan Nomor 08 tahun 2015, huruf B bahwa dalam upaya pengembangan dan optimalisasi pemanfaatan potensi Kampung Wisata Kampung Wisata Dipowinatan perlu ditunjuk personel pengelola kampung. Setiap personel tentunya memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing guna mendukung berlangsungnya kegiatan di kampung Kampung Wisata Dipowinatan.[3]

Dinas Pariwisata Yogyakarta juga memiliki wewenang sebagai Pembina yang memberikan masukan, nasihat, dan pemecahan masalah yang dihadapi oleh Kampung Wisata Dipowinatan. Tujuannya tentu untuk mengembangkan dan mengoptimalkan pemanfaatan potensi kampung wisata. Sementara itu, ketua kelompok tersebut dipegang oleh Bapak Sigit Istiarto yang berwenang untuk mengkoordinir pelaksanaan kegiatan di kampung wisata dengan dibantu oleh wakilnya. Sementara itu sekretaris dan bendahara Kampung Wisata Dipowinatan adalah Bapak Joni Wijanarko dan Bapak Agus Sutopo yang berwenang untuk menjalankan kegiatan administrasi umum dan menjalankan aktivitas administrasi keuangan. Di bawahnya, terdapat pula tim kerja yang memiliki tugas sebagai unsur pelaksana di bidangnya masing-masing.[5]

Akses dan Amenities[sunting | sunting sumber]

Amenities adalah segala bentuk fasilitas yang disediakan oleh pihak pengelola wisata untuk wisatawan selama tinggal di daerah wisata. Amenites juga terdapat di berbagai tempat wisata seperti hotel, motel, restoran, bar, diskotik, kafe, shopping center, dan souvenir shop. Begitu pun dengan Kampung Wisata Dipowinatan, sebagai sebuah kampung wisata telah menyediakan beberapa amenities, diantaranya adalah hotel bernama Gubug Jawa milik Bapak Sudarsono; Cesky Dum milik Ir. Marsito Merto; Candra Dewi Hotel milik Heri Santosa; Hotel Cekley milik Restiadi. Hal itu sangat membantu para wisatawan yang berkunjung ke Kampung Wisata Dipowinatan sehingga tidak perlu mencari hotel jauh-jauh dari lokasi wisata yang ada.[7]

Sementara itu, berkaitan dengan akses, sebagaimana telah disinggung di halaman depan, lokasi Kampung Wisata Dipowinatan terhitung cukup strategis karena berada di pusat-pusat keramaian Yogyakarta. Aksesibilitas itu mencakup sarana dan infrastruktur seperti akses jalan raya yang dilihat dari ketersediaan sarana transportasi dan rambu-rambu penunjuk jalan yang menentukan kemudahan dalam mencapai suatu daerah tujuan wisata, baik secara jarak geografis atau kecepatan teknis, serta ketersediaan sarana transportasi ke daerah tujuan wisata tersebut. Untuk Kampung Wisata Dipowinatan, letaknya relatif dekat dengan pusat Kota Yogyakarta yang berjarak sekitar 1 kilometer dari Malioboro. Dari Kantor Pos Besar di titik nol kilometer Yogyakarta, pengunjung hanya perlu berjalan sedikit menuju kea rah timur hingga samapai perempatan Gondomanan dan kemudian berjalan kira-kira sejauh 500 meter untuk menjangkau Kampung Wisata Dipowinatan. Jika menggunakan taksi atau layanan travel atau paket tour lainnya, para wisatawan tidak perlu was-was karena pihak penyedia layanan tersebut pasti familiar dan langsung akan diantar ke Kampung Wisata Dipowinatan.[3]

Persepsi Masyarakat[sunting | sunting sumber]

Semula, masyarakat masih awam dengan dibentuknya Kampung Wisata Dipowinatan di lokasi tempat tinggal mereka. Hal itu disebabkan karena di awal pembentukannya, baik pemerintah maupun pihak pengelola wisata tidak memberikan sosialisasi yang baik kepada masyarakat. Sebagian besar masyarakat juga berpendapat bahwa keberadaan kampung wisata itu akan berdampak buruk bagi adat istiadat dan aturan-aturan moral yang ada di kampung mereka. Wisatawan yang datang dikhawatirkan akan membawa nilai buruk pada nilai-nilai agama dan budaya yang masih mereka pegang teguh. Oleh sebab itu, instansi pemerintah yang mengelola sektor pariwisata memberikan sosialisasi yang intens kepada masyarakat agar tidak menimbulkan kesan bahwa mereka hanya dijadikan sebagai objek pariwisata, padahal seharusnya mereka menjadi subjek yang juga berperan aktif dalam sektor tersebut.[8]

Setelah adanya sosialisasi, persepsi masyarakat perlahan-lahan berubah. Mereka menjadi berperan aktif untuk terlibat langsung dalam program yang ada. Mereka mendirikan usaha kecil-kecilan untuk menunjang kebutuhan wisatawan selama melakukan perjalanan wisata di Kampung Wisata Dipowinatan. Mereka juga mengembangkan sumber kegiatan ekonomi dengan menawarkan beberapa produk wisata seperti jasa atau barang yang dibutuhkan wisatawan selama melakukan kegiatan wisata. Kegiatan perekonomian yang didukung dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan secara langsung berdampak pada tingkat pendapatan warga masyarakat.[9]

Masyarakat juga terlibat langsung atau berpartisipasi dalam program pengelolaan di Kampung Wisata Dipowinatan. Beberapa bentuk keterlibatan mereka antara lain partisipasi dalam pengambilan keputusan; partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan; partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan; dan partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan. Dalam hal pengambilan keputusan, masyarakat dilibatkan melalui kegiatan musyawarah dengan dikumpulkan dengan berbagai elemen masyarakat lainnya untuk menyampaikan pendapat dan aspirasinya. Pada umumnya, masyarakat akan menerima segala keputusan yang dapat memberikan dampak baik bagi kesejahteraannya maupun kemajuan Kampung Wisata Dipowinatan. Dalam hal pelaksanaan kegiatan, masyarakat juga terlibat dalam kegiatan perekonomian seperti memunculkan beberapa usaha-usaha dagang Kerajinan maupun kuliner serta berpartisipasi dalam kemajuan Kampung Wisata Dipowinatan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan untuk menunjang kegiatan wisata yang ada.[8]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Istiarto, Sigit. 2015. Profil Kampung Wisata Se Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Tanpa Penerbit
  2. ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-15. Diakses tanggal 2017-12-15. 
  3. ^ a b c d http://travel.kompas.com/read/2015/04/10/082400927/Kampung.Wisata.Yogyakarta.Butuh.Penguatan
  4. ^ a b Data Morfologi Kelurahan Keparakan Yogyakarta Tahun 2016
  5. ^ a b c d Pinasti, Indah Sri. 2015. Komodifikasi Budaya (Studi di Kampung Wisata Dipowinatan Keluarahan Keparakan, Kecamatan Mergangsang, Kota Yogyakarta. Indonesia One Search oleh Perpustakaan Nasional. Diakses melalui http://onesearch.id/Record/IOS3794.slims-66#holdings
  6. ^ "Berwisata dan Mengenal Tradisi Jawa di Kampung Dipowinatan Yogyakarta - Tribun Jogja". Tribun Jogja. Diakses tanggal 2017-12-15. 
  7. ^ http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/01/12/ojo1y7359-yogyakarta-terbitkan-aturan-tentang-kampung-wisata
  8. ^ a b Nursetyasari, Raden Rara Dewi. 2012. Daya Saing Kampung Wisata Dipowinatan Kota Yogyakarta. Jurnal Bumi indonesia Vol 1 No 2 tahun 2012
  9. ^ Editya, tetriyan. 2017. Analisis Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Kampung Wisata Dipowinatan. Skripsi. Program Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada