Istighfar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Istighfar (Arab: ٱسْتِغْفَار, Istiġfār) atau Astaghfirullah (أَسْتَغْفِرُ ٱللَّٰهَ ʾastaġfiru l-lāh) adalah tindakan meminta maaf atau memohon keampunan kepada Allah yang dilakukan oleh umat Islam. Hal ini merupakan perbuatan yang dianjurkan dan penting di dalam ajaran Islam. Tindakan ini secara harfiah dilakukan dengan mengulang-ulang perkataan dalam bahasa Arab astaghfirullah, yang berarti "Saya memohon ampunan kepada Allah".

Seorang Muslim menyebut perkataan ini beberapa kali, bukan saja ketika meminta ampun dari Allah sebagai doa, malah juga ketika dia sedang berbicara dengan orang lain. Apabila seorang Muslim hendak mencegah dari melakukan perbuatan yang salah, atau saat ia mau membuktikan bahwa dia tidak bersalah pada satu peristiwa dia menggunakan pernyataan ini. Setelah salat, seorang Muslim dianjurkan melafalkan perkataan ini sebanyak tiga kali.[1]

Istighfar dalam filosofi Islam bermakna seseorang yang selalu memohon ampunan atas kesalahan dan terus berusaha untuk menaati perintah Tuhan dan tidak melanggarnya. Dalam Islam, makna Istighfar tidak terletak pada pengucapannya, tetapi pada seberapa dalam seseorang yang beristighfar memaknai dan menghayati apa yang ia ucapkan, dalam konteks yang lebih jauh lagi, agar ia terus mengingat Tuhan di saat ia tergoda untuk melakukan perbuatan dosa, dan apabila telah melakukan dosa, maka istighfar adalah titik baginya untuk bertekad tidak mengulangi perbuatannya.[2]

Istighfar menghapus dosa[sunting | sunting sumber]

Memang ayat tersebut menjelaskan arti istighfar, yakni Allah SWT tidak akan menyiksa kaum kafir, sedangkan Rasulullah saw. berada di antara mereka Ini dikarenakan beliau saw. diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Untuk umat Muhammad saw. , Allah SWT mendahulukan rahmat dan adzab-Nya. Berbeda dengan beberapa nabi dan rasul sebelum Muhammad SAW, mereka berdoa agar Allah SWT memberi adzab kepada kaumnya. Allah SWT mengabulkan doa itu. Kaum kafir disiksa oleh Allah SWT dengan adzab yang keras dan sangat pedih.[3]

Berikutnya dijelaskan bahwa sesudah Rasulullah saw. wafat umat Rasulullah saw. tidak akan diadzab jika mereka meminta ampun. Allah SWT tidak akan menimpakan adzab dan memberi pengampunan dosa kepada mereka yang selalu mohon ampun (istighfar). Tentunya, istighfar hanya bisa diucap oleh orang-orang yang beriman.[3]

Istighfar adalah pernyataan tunduk, patuh, dan berserah diri kepada Allah SWT. Tunduk dan patuh hanya ada pada diri orang yang beriman. Oleh karena itu, mereka diberi karunia dan rahmat-Nya. Allah SWT berfirman, Sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya datang kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." (an-Nisaa: 64).[3]

Allah SWT memberi pengampunan karena ada permohonan. Dengan tunduk, patuh, dan khusyuk, itu suatu bukti bahwa dia beristighfar. Dalam hati, orang yang tidak beriman, tidak terdapat niat mohon ampun kepada Allah SWT dan tidak terdapat rahmat. Rasulullah saw. selalu menyeru kepada umatnya agar memohon pengampunan-Nya. Beliau saw. berkata, "Mohonlah pengampunan Allah SWT. Aku selalu meminta pengampunan kepada-Nya seratus kali setiap hari." Semoga dengan beristighfar, Allah SWT berkenan mengabulkan, seluruh dosa diampuni, serta diberikan karunia dan rahmat-Nya."[3]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Syarah Riyadhush Shalihin Jilid 4, Oleh Syaikh Salim di Books.Google.co.id.
  2. ^ Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali Oleh M. Abdul Mujieb,Syafi'ah,H. Ahmad Ismail M. di Google.book.co.id
  3. ^ a b c d Mutawalli asy-Sya'rawi, M. (2020). Anda Bertanya, Islam Menjawab. Depok: Gema Insani. ISBN 978-602-250-866-3.