Budi daya cacing tanah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Budi daya cacing tanah diawali dengan pemilihan spesies cacing tanah yang akan dibudidayakan. Jumlah spesies cacing tanah yang telah dapat dibudidayakan di dunia sebanyak sembilan spesies. Namun, yang dijadikan sebagai ternak komersial hanya empat, yaitu Eisenia fetida, Limbricus rubellus, Eisenia eugeniae, dan Pheretima asiatica.

Kriteria ternak komersial[sunting | sunting sumber]

Pemilihan spesies cacing tanah sebagai ternak komersial didasarkan oleh tiga kriteria. Pertama, spesies cacing tanah harus mampu beradaptasi dan bertahan hidup di dalam lingkungan yang dikendalikan. Kedua, spesies cacing tanah harus bereproduksi dengan cepat. Ketiga, masa pertumbuhan spesies cacing tanah juga cepat.[1]

Spesies[sunting | sunting sumber]

Jumlah spesies cacing tanah di dunia berjumlah sekitar 1800 spesies. Dari jumlah tersebut, hanya 9 spesies yang telah dibudidayakan. Dari sembilan spesies ini, hanya empat yang telah digunakan sebagai ternak komersial.[2] Masing-masing adalah Eisenia fetida, Limbricus rubellus, Eisenia eugeniae, dan Pheretima asiatica. Eisenia fetida, Limbricus rubellus, dan Eisenia eugeniae dibudidayakan di Eropa, Amerika Serikat dan Kanada. Sementara Pheretima asiatica hanya dikembangkan di Asia.[2]

Eisenia fetida[sunting | sunting sumber]

Eisenia fetida adalah spesies cacing tanah dalah genus Eisenia dan famili Lumbericidae. Budi daya Eisenia fetida dilakukan untuk keperluan di bidang pertanian, peternakan, kesehatan dan industri. Eisenia fetida memiliki kemampuan untuk merombak bahan-bahan organik menjadi makanan baginya. Sifat dari Eisenia fetida adalah mempunyai toleransi temperatur yang cukup tinggi. Pertumbuhannya sangat cepat dan pembiakannya tidak sensitif.[3]

Lumbricus rubellus[sunting | sunting sumber]

Ukuran tubuh Lumbricus rubellus antara 8-14 cm dengan bentuk membulat dan agak pipih. Warna bagian punggungnya adaalah coklat cerah hingga ungu kemerahan. Sementara bagian perutnya berwarna krem dan bagian ekornya berwarna kekuningan. Cacing ini bergerak lambat.[4] Kelebihan Lumbricus rubellus dibandingkan dengan jenis cacing tanah yang lainnya adalah tidak berbau, cepat berkembang biak dan pertumbuhannya termasuk subur. Lumbricus rubellus juga mempunyai ketahanan hidup yang tinggi dan mudah beradaptasi dengan berbagai media yang dipergunakan untuk budi daya.[5]

Lumbricus rubellus memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies cacing tanah lainnya. Satu ekor cacing Lumbricus rubellus dapat menghasilkan sebanyak 106 kokon dalam setahun. Masing-masing kokon ini kemudian menghasilkan satu sampai empat anak cacing. Sementara spesies cacing tanah lainnya hanya mampu menghasilkan sebanyak 20-40 kokon tiap tahunnya.[6]

Pakan[sunting | sunting sumber]

Pakan terbaik untuk budi daya cacing tanah adalah kotoran sapi dicampur dengan kotoran kerbau dengan perbandingan 50:50. Campuran kotoran sapi dan kotoran kerbau memiliki tekstur yang halus sehingga mudah dimakan oleh cacing tanah.[7] Jenis pakan lain untuk budi daya cacing tanah adalah campuran kotoran sapi dan kotoran domba. Namun, pakan ini dapat mengurangi berat badan dan meningkatkan jumlah kematian cacing tanah jika kotoran domba memiliki proporsi lebih banyak dibandingkan dengan kotoran sapi.[8] Sementara kotoran yang tidak cocok untuk budi daya cacing tanah adalah kotoran ayam.[7]

Produk[sunting | sunting sumber]

Produk yang dihasilkan dari budi daya cacing tanah adalah umpan pancing dan pakan bagi budi daya ikan. Pada budi daya ikan, cacing tanah dapat langsung dijadikan pakan atau diolah terlebih dahulu menjadi pellet ataupun tepung cacing. Produk hasil budi daya cacing yang lainnya adalah obat-obatan dan kosmetik.[5]

Produk pakan ternak dan hewan budi daya dibuat dari spesies cacing tanah Lumbricus rubellus karena memiliki kandungan protein yang tinggi. Jenis ternak dan hewan budi daya yang pakannya berasal dari spesies cacing tanah Lumbricus rubellus antara lain ikan, udang, kodok, dan unggas. Spesies cacing tanah Lumbricus rubellus juga dibuat sebagai obat demam dan penurun panas. Di negara-negara Asia Timur dan Amerika Utara, spesies cacing tanah Lumbricus rubellus dibuat sebagai obat-obatan dan kosmetik.[9] Lumbricus rubellus dibuat menjadi kapsul dalam keadaan kering melalui hasil pengeringan dan ekstraksi. Kapsul ini digunakan sebagai penurun tekanan darah, pereda demam, dan pereda penyakit tifus.[10]

Cacing tanah segar[sunting | sunting sumber]

Cacing tanah segar merupakan produk budi daya cacing tanah yang paling banyak dijual di pasaran. Makna dari cacing tanah segar adalah cacing tanah yang tidak memerlukan pengolahan lanjutan setelah dipanen. Cacing tanah segar dapat langsung dimanfaatkan sebagai produk setelah dibersihkan dan dipisahkan dari media budi daya.[11]

Produk cacing tanah segar dibutuhkan dalam jumlah banyak pada kegiatan perikanan khususnya pembibitan udang. Cacing tanah segar dimanfaatkan sebagai pakan indukan udang. Jenis udang yang memerlukan cacing tanah segar sebagai pakan adalah udang windu dan udang kaki putih.[12] Jenis usaha perikanan lain yang memerlukan produk cacing tanah segar adalah budi daya ikan kerapu. Pemberian cacing tanah segar pada ikan kerapu akan berperan sebagai immunostimulan.[13] Jenis ikan konsumsi lain seperti lele, memerlukan cacing tanah segar sebagai pakan indukan ikan.[13]

Limbah[sunting | sunting sumber]

Peternakan cacing tanah dapat menggunakan metode peternakan biosiklus. Dalam konsep peternakan ini, limbah yang dihasilkan dari budi daya cacing tanah digunakan kembali dengan cara direduksi. Penggunaan limbah untuk hal-hal yang bermanfaat untuk peternakan berkelanjutan. Peternakan biosklus diterapkan pada spesies cacing Lumbricus rubellus.[14]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Brata 2021, hlm. 2.
  2. ^ a b Brata 2021, hlm. 1.
  3. ^ Prayitno (2015). "Pertumbuhan Cacing Tanah Eisenia fetida sp. pada Kompos Limbah Fleshing" (PDF). Majalah Kulit, Karet, dan Plastik. 31 (2): 86. 
  4. ^ Maulida, Abdul Aziz Adam (2015). Budi Daya Cacing Tanah Unggul ala Adam Cacing. Jakarta: AgroMedia. hlm. 17. ISBN 979-006-533-7. 
  5. ^ a b Rusmini, dkk. (2016). "Pelatihan Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) bagi Para Tani Desa Sumberdukun, Ngariboyo, Magetan" (PDF). Jurnal Abdi. 1 (2): 115. ISSN 2460-5514. 
  6. ^ Palungkun, Rony. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricu rubellus. Niaga Swadaya. hlm. 6. ISBN 978-979-489-511-5. 
  7. ^ a b Mashur 2020, hlm. 50.
  8. ^ Mashur 2020, hlm. 49.
  9. ^ Yuniarti, dkk. 2020, hlm. 96.
  10. ^ Yuniarti, dkk. 2020, hlm. 96-97.
  11. ^ Maulida 2017, hlm. 2.
  12. ^ Maulida 2017, hlm. 3.
  13. ^ a b Maulida 2017, hlm. 6.
  14. ^ Aidah, S. N., dan Tim Penerbit KBM Indonesia (2020). Ensiklopedi Budidaya Ternak Cacing Tanah Unggulan. Bojonegoro: Penerbit KBM Indonesia. hlm. 3. ISBN 978-623-6965-82-5. 

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]