Lompat ke isi

Wabah Hitam (pandemi)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Black Death)
Wabah Hitam
PenyakitPes bubo
LokasiEurasia, Afrika Utara
Tanggal1346–1353
Kematian
75.000.000–200.000.000 (perkiraan)
Peta penyebaran Wabah Hitam di Eropa dan Timur Dekat (1346–1353)

Wabah Hitam (bahasa Inggris: Black Death) adalah pandemi hebat yang melanda Eropa, Asia, dan Timur Tengah pada pertengahan hingga akhir abad ke-14 (1347–1351). Wabah ini mengakibatkan kematian massal, diperkirakan menewaskan sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa, dengan total kematian global mencapai setidaknya 75 juta jiwa. Penyakit yang sama diduga kembali muncul di Eropa secara berkala hingga abad ke-18, dengan beberapa wabah besar terjadi di Italia, London, Wina, Marseille, dan Moskow. Wabah ini akhirnya berhasil diberantas di Eropa pada awal abad ke-19, tetapi terus berlanjut di beberapa wilayah lain di dunia.

Wabah Hitam mengakibatkan perubahan drastis pada struktur sosial dan demografi Eropa. Ketakutan dan ketidakpastian yang meluas memicu perburuan dan penganiayaan terhadap kelompok minoritas seperti Yahudi, pendatang, pengemis, dan penderita lepra. Wabah ini juga mendorong perubahan sikap masyarakat terhadap kehidupan dan kematian, seperti digambarkan dalam karya sastra seperti The Decameron karya Giovanni Boccaccio (1353).

Kejadian awal di Eropa awalnya disebut sebagai "Kematian Besar" (Great Mortality) oleh para penulis kontemporer. Nama "Wabah Hitam" umumnya dianggap berasal dari gejala khas dari penyakit ini, yang disebut acral necrosis, yaitu saat kulit penderita menjadi menghitam karena perdarahan subdermal. Catatan sejarah telah membuat sebagian besar ilmuwan meyakini bahwa Wabah Hitam adalah suatu serangan wabah bubonik yang disebabkan bakteri Yersinia pestis dan disebarkan oleh pinjal dengan bantuan hewan seperti tikus rumah (Rattus rattus), walaupun ada juga kalangan yang menyangsikan kebenaran hal ini.

Selama ribuan tahun, tidak ada penyakit epidemi. Namun, ketika orang-orang mulai tinggal di kota, infeksi bisa menyebar dengan lebih mudah. Ketika pedagang dan tentara melakukan perjalanan dari kota ke kota, mereka membawa bakteri dan virus bersama mereka dan menyebarkan infeksi ke populasi baru. Anak-anak dalam bahaya terbesar karena hingga abad kesembilan belas, 50% anak meninggal sebelum usia lima tahun.

Terdapat beberapa hipotesis mengenai asal dari wabah ini. Salah satu hipotesis yang paling tua adalah bahwa Wabah Hitam berasal dari dataran stepa di Asia tengah. Dari daerah ini, menyebar menuju Eropa melalui Jalur Sutra dibawa oleh tentara dan pedagang Mongol. Wabah ini menyebar di Asia dan merebak di Provinsi Hubei, Cina.[butuh rujukan] Pada tahun 1334. Wabah Hitam di Eropa pertama kali dilaporkan berada di Kota Caffa yang berada di Krimea pada tahun 1347.

Antara 1346 dan 1350 lebih dari sepertiga penduduk Eropa tewas oleh wabah pes (Black Death).

Cara Penyebaran

[sunting | sunting sumber]
Pes bubo

Wabah penyakit pes dapat menular melalui tiga varian utama. Varian yang paling umum adalah pes bubo, ditandai dengan pembengkakan kelenjar getah bening (bubo) di leher, ketiak, atau pangkal paha. Bubo ini dapat membesar hingga seukuran telur atau bahkan apel. Meskipun beberapa penderita dapat selamat, wabah pes bubo umumnya memiliki tingkat kematian yang tinggi dengan harapan hidup hanya sekitar satu minggu. Penularan terjadi melalui gigitan serangga (biasanya pinjal) yang terinfeksi setelah kontak dengan hewan pengerat seperti tikus dan marmot.

Varian kedua adalah pes pneumonia, yang menyerang sistem pernapasan dan dapat menular melalui udara yang terkontaminasi dari penderita. Pes pneumonia jauh lebih mematikan daripada pes bubo, dengan harapan hidup yang hanya berkisar satu atau dua hari. Varian ketiga adalah pes septisemia, yang mempengaruhi sistem peredaran darah. Pes septisemia dapat menular melalui gigitan serangga atau hewan pengerat yang terinfeksi, atau melalui kontak langsung dengan penderita.

Tingkat kematian

[sunting | sunting sumber]
Warga Tournai mengubur korban wabah

Tingkat kematian dari wabah ini sangat bervariasi di seluruh daerah dan berbeda tergantung sumbernya. Diperkirakan wabah ini membunuh kurang lebih 200 juta orang pada abad ke-14.

Wabah ini membunuh sekitar 40% populasi Mesir pada saat itu.[1] Setengah populasi penduduk Paris meninggal, Florence Italia kehilangan populasinya dari 110 ribu orang pada tahun 1338, menjadi sekitar 50 ribu orang pada tahun 1351. 60% penduduk Hamburg dan Bremen meninggal.[2] Sebelum tahun 1350, terdapat sekitar 170.000 penduduk di Jerman, dan angka ini berkurang hampir 40.000 pada 1450.[3] Pada tahun 1348 wabah ini menyebar dengan sangat cepat sebelum para dokter atau pemerintah dapat mengetahui asal wabah tersebut, populasi Eropa telah berkurang sepertiganya. Pada kota yang padat, sangat umum ketika setengah penduduknya meninggal karena wabah. Orang Eropa yang tinggal di daerah yang terisolasi tidak mengalami kerugian separah yang di kota. Salah satu pihak yang tingkat kematiannya juga tinggi adalah rahib dan biarawan, karena biasanya mereka yang merawat korban Wabah Hitam.[4]

Di Kawasan Asia Tenggara termasuk di antaranya Indonesia, belum ditemukan bukti terutama bukti tertulis mengenai keberadan Wabah Hitam dan akibatnya kepada populasi penduduk. Hal ini cukup mengherankan mengingat Asia Tenggara terutama Indonesia, termasuk ke dalam jalur laut pada Jalur Sutra. Ramainya perdagangan antara Arab, India, dan Cina, membuat Indonesia sangat berpotensi untuk terkena wabah ini. Terdapat beberapa teori mengenai asal Wabah Hitam yang berasal dari kawasan Asia Tenggara, tetapi teori-teori ini belum dapat dibuktikan secara pasti.

Penelitian Sharon N DeWitte dari University of South Carolina telah memberi dimensi baru dalam mempelajari Wabah Hitam dan memberi tampilan pertama kehidupan perempuan dan anak-anak selama wabah melanda. Penelitian tentang Wabah Hitam jarang terjadi karena sampel yang digunakan sangat jarang, hanya beberapa sampel besar yang jelas berasal dari abad ke-14 saat Wabah Hitam terjadi. Menurut analisis Sharon Dewitte, Wabah Hitam yang terjadi pada abad ke-14 bukan wabah pemusnah massal, melainkan ditujukan kepada orang yang lebih lemah dari segala sisi termasuk usia dan fisik. Orang yang selamat dari Wabah Hitam mengalami masa perbaikan kesehatan dan berumur panjang dimana rata-rata tutup usia berkisar 70 hingga 80 tahun dibandingkan orang yang hidup sebelum wabah melanda. Kondisi fisik membantu kelangsungan hidup pasca Wabah Hitam, dimana kesehatan tidak selalu sama tetapi menjelaskan kondisi daya tahan tubuh bertahan dalam melawan wabah penyakit yang berulang. Secara langsung maupun tidak langsung, wabah Wabah Hitam sangat kuat membentuk pola kematian berkelanjutan selama beberapa generasi setelah berakhirnya epidemi.

Penganiayaan

[sunting | sunting sumber]

Fanatisme dan semangat akan religi berkembang terutama di Eropa karena Wabah Hitam. Beberapa kelompok masyarakat Eropa menyerang kelompok tertentu seperti orang Yahudi, biarawan, orang asing, pengemis, dan peziarah.[5] lepers[5][6] Mereka mengira bahwa dengan melakukan itu, akan membantu mengatasi masalah wabah. Pengidap penyakit Kusta dan orang-orang yang memiliki kelainan kulit atau yang memiliki jerawat yang parah, biasanya akan dikucilkan.

Karena para dokter pada abad ke-14 kehabisan ide untuk menjelaskan mengenai penyebabnya, masyarakat Eropa mulai mengubah sudut pandang kepada astrologi, gempa bumi, dan sumur yang dicemarkan oleh orang Yahudi sebagai alasan untuk penyebab wabah. Pemerintah di Eropa tidak dapat menyelesaikan masalah karena mereka tidak tahu mengenai penyebab dan cara penyebarannya. Mekanisme penyebaran wabah pada abad ke-14 tidak dimengerti oleh orang pada saat itu. Banyak orang kemudian menyalahkan bahwa ini adalah kemarahan Tuhan.

Ada banyak serangan terhadap masyarakat Yahudi.[7] Pada bulan Agustus 1349, komunitas Yahudi di Mainz dan Cologne dimusnahkan. Sebelumnya pada bulan Februari, penduduk Strasbourg membunuh 2.000 penduduk Yahudi untuk alasan yang sama. [7] Hingga tahun 1351, 60 Komunitas besar dan 150 komunitas kecil Yahudi telah dimusnahkan.[8]

Kehilangan Norma Dan Sosialisasi Masyarakat

[sunting | sunting sumber]

Giovanni Boccaccio, seorang penulis asal Italia hidup melalui wabah yang melanda kota Florence pada tahun 1348. Pengalaman ini mengilhaminya untuk menulis ‘The Decameron‘, kisah tujuh pria dan tiga wanita yang melarikan diri dari wabah penyakit dengan melarikan diri ke sebuah villa di luar kota. Cerita Giovanni sangat menggambarkan keadaan abad pertengahan di Eropa pada waktu itu.

Masing-masing warga menghindari warga yang lain, hampir tidak ada tetangga yang saling berhubungan, saudara tidak pernah menghubungi atau hampir tidak pernah mengunjungi satu sama lain. Wabah penyakit ini lebih buruk dan luar biasa hingga menyebabkan ayah dan ibu menolak untuk menjenguk anak-anak mereka yang terjangkit wabah, seolah-olah mereka tidak miliki anak.

Banyak pria dan wanita jatuh sakit, dibiarkan tanpa perawatan apapun kecuali dari rasa sosial teman (tapi hanya sedikit), meskipun banyak yang mencoba membayar dengan upah tinggi tetapi tidak memiliki banyak kesempatan memperolehnya.

Nasib yang sangat menyedihkan menimpa kalangan kelas bawah dan sebagian besar kelas menengah. Kebanyakan dari mereka tetap tinggal di rumah, hidup dengan kemiskinan dan harapan keselamatan, ribuan orang jatuh sakit. Mereka tidak mendapatkan perawatan dan perhatian, hampir semua penderita wabah penyakit meninggal. Banyak yang mengakhiri hidup di jalan-jalan malam hari dan siang hari, meninggal di rumah-rumah mereka yang diketahui mati karena tetangga mencium bau mayat membusuk. Mereka yang lebih peduli tergerak oleh amal agama akan menyingkirkan mayat-mayat yang membusuk. Dengan bantuan porter, mereka membawa mayat (yang terkena wabah penyakit) keluar dari rumah dan meletakkannya di pintu.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Egypt – Major Cities, U.S. Library of Congress
  2. ^ Snell, Melissa (2006). "The Great Mortality". Historymedren.about.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-03-10. Diakses tanggal 2009-04-19. 
  3. ^ Richard Wunderli (1992). Peasant Fires: The Drummer of Niklashausen. Indiana University Press. hlm. 52. ISBN 0-253-36725-5. 
  4. ^ J. M. Bennett and C. W. Hollister, Medieval Europe: A Short History (New York: McGraw-Hill, 2006), p. 329.
  5. ^ a b David Nirenberg, Communities of Violence, 1998, ISBN 0-691-05889-X.
  6. ^ R.I. Moore The Formation of a Persecuting Society, Oxford, 1987 ISBN 0-631-17145-2
  7. ^ a b Black Death, Jewishencyclopedia.com
  8. ^ "Jewish History 1340–1349".

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]