Alawiyyin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bani 'Alawi
Kelompok etnisArab
Region saat iniHampir seluruh dunia
Ejaan sebelumnyaal-Uraidhi
EtimologiKeluarga Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir
AnggotaBasyeiban, Azmatkhan, al-Aydrus, al-Muhdar, al-Attas, Assegaf, Albar (Albaar), Maula Aidid, Shahab, al-Haddad, Fad'aq, al-Habsyi, Al-Hamid, al-Munaffar, Al Khered, al-Kaff, Bin Syechbubakar, Bafagih, Bilfaqih, dan sangat banyak lainnya
Keluarga terkaitAl Ahdal, Al Qudaimi, Al Jadid (Punah), Al Basri (Punah), Al Uraidhi
Tanda kehormatanSa'adah, Habaib
TradisiTarekat Alawiyyah
Ketika masih di Basra, leluhur mereka Imam Ahmad al-Muhajir merupakan kepala keluarga atau Naqib dari keluarga al-Uraidhi. Sehingga nama keluarga mereka sebelumnya adalah al-Uraidhi. Namun ketika mereka hijrah ke Hadramaut, mereka kemudian membentuk keluarga sendiri berdasarkan nama tiga putra Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir. Yakni: Basri (Bernama asli Ismail), Jadid dan Alawi. Nama terakhir inilah yang menurunkan Bani Alawi

Alawiyyin (Arab: العلويّن) adalah sebutan bagi kaum atau sekelompok orang yang memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad melalui Alawi bin Ubaidillah[note 1]. Sebutan lain untuk Alawiyyin adalah Ba 'Alawi atau Bani Alawi (keturunan Alawi). Ba' Alawi ialah nama keluarga bagi mereka yang memiliki nasab jalur laki-laki kepada Alawi bin 'Ubaidillah.

Asal Mula[sunting | sunting sumber]

Kata Sadah atau Sadat (Arab: ادة) merupakan bentuk jamak dari kata Arab: (Sayyid), sedangkan kata Ba 'Alawi atau Bani 'Alawi berarti keturunan Alwi (Bā adalah bentuk dialek Hadhramaut dari Bani). Singkatnya, Ba'alawi adalah orang-orang Sayyid yang memiliki darah keturunan Nabi Muhammad melalui Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir. Sedangkan Alawiyyin (Arab: العلويّن; al-`alawiyyin) Istilah Sayyid digunakan untuk menyebut keturunan Ali bin Abi Thalib dari Husain bin Ali (Sayyid) dan Hasan bin Ali (Syarif). Semua orang Ba 'Alawi adalah Sayyid Alawiyyin melalui Husain ibn Ali, tetapi tidak semua orang dari keluarga Alawiyyin adalah dari Ba 'Alawi.

Cucu Imam al-Muhajir, Alawi, adalah Sayyid pertama yang lahir di Hadhramaut, dan satu-satunya keturunan Imam al-Muhajir yang menghasilkan garis lanjutan; garis keturunan cucu Imam al-Muhajir lainnya, Bashri dan Jadid, terputus setelah beberapa generasi. Oleh karena itu, keturunan Imam Al-Muhajir di Hadhramaut menyandang nama Bā 'Alawi ("keturunan Alawi").

Ba 'Alawi Sadah sejak itu tinggal di Hadhramaut di Yaman Selatan, mempertahankan Syahadat Sunni di sekolah fiqh Syafii. Pada mulanya seorang keturunan Imam Ahmad Muhajir yang menjadi ulama dalam studi Islam disebut Imam, kemudian Syekh, tetapi kemudian disebut Habib.

Baru sejak 1700 M mereka mulai bermigrasi [1] dalam jumlah besar keluar dari Hadhramaut di seluruh dunia untuk berdakwah.[2] Perjalanan mereka juga telah membawa mereka ke Asia Tenggara. Para imigran hadhrami ini berbaur dengan masyarakat lokal mereka yang tidak biasa dalam sejarah diaspora. Misalnya, Keluarga Jamalullail dari Perlis adalah keturunan dari Ba 'Alawi. Habib Salih dari Lamu, Kenya juga merupakan keturunan Ba 'Alawi. Di Indonesia, tidak sedikit dari para pendatang ini menikah dengan perempuan lokal (atau laki-laki, meski lebih sedikit), terkadang bangsawan atau bahkan keluarga kerajaan, dan keturunan mereka kemudian menjadi sultan atau raja, seperti di Kesultanan Kubu, Kesultanan Palembang Darussalam[3][4], atau di Kesultanan Siak Indrapura[5].

Penyebaran[sunting | sunting sumber]

Ba 'Alawi yang bermula di Hadhramaut ini telah memiliki banyak keturunan dan pada saat ini banyak di antara mereka menetap di segenap pelosok Nusantara, India, dan Afrika.

Di kalangan Sa'adah Alawiyyin, ada yang telah berhijrah pada abad-abad ke-16 dan 17 Masehi atau bahkan lebih awal lagi ke India dan Indonesia.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Dostal, Walter; Wolfgang Kraus, eds. (2005). Shattering Tradition: Custom, Law and the Individual in the Muslim Mediterranean (print). New York: I.B. Tauris. pp. 233–253.
  2. ^ Ibrahim, Ahmad; Sharon Siddique; Yasmin Hussain, eds. (December 31, 1985). Readings on Islam in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. p. 407. ISBN 978-9971-988-08-1.
  3. ^ bin Thahir Al-Haddad, Al-Habib Alwi (1997). Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh. Jakarta: Lentera Basritama. hlm. 67. ISBN 9789798880087. 
  4. ^ Noegraha, Nindya (2001). Asal-usul Raja-raja Palembang dan Hikayat Nakhoda Asyiq dalam Naskah Kuno: Koleksi Perpustakaan Nasional RI. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. ISBN 9789799316455. 
  5. ^ Ulrike Freitag; William G. Clarence-Smith, eds. (1997). Hadhrami Traders, Scholars and Statesmen in the Indian Ocean, 1750s to 1960s. Vol. 57 (illustrated ed.). BRILL. p. 9. ISBN 978-90-04-10771-7.


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "note", tapi tidak ditemukan tag <references group="note"/> yang berkaitan