Lompat ke isi

Bid'ah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 1: Baris 1:
{{Rapikan}}
{{Rapikan}}
{{Primary sources}}
{{Primary sources}}
{{Ensiklopedia Islam}}
'''Bid'ah''' ({{lang-ar|بدعة|bid'ah}}, ejaan tidak baku: '''''bid'at''''' atau '''''bidat''''') adalah perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambahi atau mengurangi ketetapan.<ref>[http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php/ Bidah dalam KamusBesarBahasaIndonesia.go.id]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Secara istilah [[linguistik]], ini memiliki arti yang berhubungan dengan inovasi, pembaruan, atau bahkan [[doktrin]] sesat. Kata bid’ah secara syara’ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW, ”Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolak”. Nabi juga bersabda, ”Setiap perkara baru adalah bid’ah”.
Dalam agama [[Islam]], '''bid'ah''' ({{lang-ar|بدعة}}; ejaan tidak baku: '''''bid'at''''' atau '''''bidat''''') adalah perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambahi atau mengurangi ketetapan.<ref>[http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php/ Bidah dalam KamusBesarBahasaIndonesia.go.id]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Istilah ini juga mengacu pada inovasi dalam masalah keagamaan.<ref name="jacb1">{{cite book|last1 = A.C. Brown|first1 = Jonathan|author-link=Jonathan A.C. Brown|title = Hadith: Muhammad's Legacy in the Medieval and Modern World ''(Foundations of Islam)''|date = 2009|publisher = [[Oneworld Publications]]|isbn = 978-1851686636|page = 277}}</ref> Secara linguistik, istilah ini berarti "inovasi, kebaruan, doktrin sesat, [[bidaah]]".<ref>{{cite book|last=Wehr|first=Hans|title=Arabic-English Dictionary|year=1994|publisher=Spoken Language Services, Inc.|pages=57}}</ref> Meskipun umum digunakan dalam teks-teks Islam, istilah ini tidak ditemukan dalam [[Al-Qur'an]].


Dalam sastra Arab klasik, kata ini digunakan sebagai bentuk pujian atas komposisi prosa dan puisi yang luar biasa.<ref>{{cite book|last=Al-Shatibi|first=Ibrahim ibn Musa|title=''al-I'itsam''|pages=1:49}}</ref>
Menurut para ulama, kedua hadis ini tidak berarti bahwa semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bid'ah. Bid'ah hanya berlaku pada perkara ''ushul'' (pokok) agama. Perkara ''ushul'' yakni hal-hal ibadah yang dalilnya disepakati para ulama dari 4 [[mazhab]] misal rukun islam yang 5, rukun iman yang 6. Sedang pada perkara ''furu'' (cabang) maka boleh menambah atau mengurang selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan sunnah, dan perbedaan ''furu'' ini bisa kita lihat pada 4 mazhab dalam menjalankan fiqih mereka.
<!--
=== Berbagai pandangan membedakan bid’ah yang baik dan buruk ===
[[Jabir bin Abdillah]] meriwayatkan "...Nabi bersabda: Barangsiapa memperkenalkan beberapa amalan baik (preseden) dalam Islam yang diikuti setelahnya (oleh manusia), maka dia akan dijamin pahalanya seperti orang yang mengikutinya, tanpa imbalan mereka berkurang sama sekali. Dan barangsiapa yang memperkenalkan suatu amalan jahat dalam Islam yang kemudian diikuti (oleh orang lain), maka dia wajib menanggung beban seperti orang yang mengikuti (praktek jahat) tersebut tanpa mengurangi bebannya sedikit pun.<ref>{{Hadith-usc|usc=yes|muslim|34|6466}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=1wbeCgAAQBAJ|title=The Sunna and Its Status in Islamic Law: The Search for a Sound Hadith|last=Duderija|first=Adis|date=2015-10-14|publisher=Palgrave Macmillan|isbn=9781137369925|page=81|language=en}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=U4e7Ph4lXzUC|title=Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights, and International Law|last=An-Na'im|first=Abdullahi Ahmed|date=1996-01-01|publisher=Syracuse University Press|isbn=9780815627067|page=197|language=en|quote=This can be illustrated not only from usage of early Musims but also from the usage of the Prophet (s) himself when he speaks of reward for any Muslim who establishes a good sunna and punishment for any Muslim who establishes a bad sunna.}}</ref>


[[Abu Hurairah]] meriwayatkan,<ref>[[Sahih Bukhari]], {{Hadith-usc|bukhari|usc=no|3|32|227}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=s6sYxzbiP-gC&q=good%2520and%2520bad%2520innovation%2520Shafi&pg=PA36|title=Muslim Studies, Vol. 1|last=Goldziher|first=Ignác|date=1973-01-01|publisher=SUNY Press|isbn=9780873952347|page=36|language=en}}</ref>
Contoh amalan bid'ah misalnya menambah jumlah rakaat salat subuh yang awalnya sudah ditetapkan 2 raka'at, lantas ditambahkan 1 raka'at lagi sehingga menjadi 3 rakaat. Contoh lain yang dimaknai bid'ah seperti orang yang sedang berbuka puasa lalu menambah waktu puasa padahal, sebenarnya waktu berbuka adzan maghrib, ditambah sendiri buka puasa harus menunggu adzan isya.
{{Kutipan|Nabi [Muhammad] mengatakan, “Barangsiapa yang shalat malam sepanjang bulan Ramadhan karena Iman yang ikhlas dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni segala dosanya yang telah lalu.” Setelah kematian Nabi, masyarakat tetap menjalankannya (yakni Nawafil salat secara perorangan, bukan berjamaah), dan tetap seperti pada masa Kekhalifahan [[Abu Bakr]] dan pada masa awal [[Umar|Umar ibn Al- Kekhalifahan Khattab]]. Pada [[Ramadhan]] ketika melihat orang-orang shalat dalam kelompok yang berbeda, Umar memerintahkan [[Ubayy bin Ka'ab]] untuk memimpin orang-orang dalam shalat berjamaah. Mengenai hal ini Umar berkata: 'Betapa hebatnya Bid'ah (yaitu perbuatan mengumpulkan orang-orang untuk salat malam berjama'ah, yang tidak dilakukan sebelumnya); tetapi shalat yang tidak mereka laksanakan, melainkan tidur pada waktunya, lebih baik dari salat yang mereka salat.'}}
<ref>Sumber: <nowiki>https://islam.nu.or.id/ubudiyah/fasal-tentang-bid039ah-1-eMtWI</nowiki></ref>
Hal ini mendapat konotasi positif dari Umar, yang mengatakan bahwa shalat Tarawih adalah suatu inovasi yang diberkati.<ref name=":0">{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=B6mKCwAAQBAJ|title=Force and Fanaticism: Wahhabism in Saudi Arabia and Beyond|last=Valentine|first=Simon Ross|date=2015-08-01|publisher=Oxford University Press|isbn=9781849046152|page=88|language=en}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=3PzVCgAAQBAJ|title=Shari'a and Muslim Minorities: The wasati and salafi approaches to fiqh al-aqalliyyat al-Muslima|last=Shavit|first=Uriya|date=2015-11-12|publisher=Oxford University Press|isbn=9780191074448|language=en|quote=}}</ref>


[[Salman orang Persia|Salman al-Farsi]] meriwayatkan bahwa Nabi Islam Muhammad ditanya oleh beberapa sahabat tentang kebolehan dan larangan suatu barang tertentu, kemudian Muhammad menyatakan “Halal adalah apa yang Allah jadikan Halal dalam kitab-Nya, Haram adalah apa yang Allah haramkan dalam kitab-Nya dan yang dia diamkan, maka diampuni semuanya.”<ref>Ibnu Majah, page 249</ref>
Secara fiqih, bid’ah dapat dikategorikan menjadi 5 (lima), yakni: wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Kategorisasi ini berdasarkan keterangan dari [https://www.nu.or.id/tokoh/biografi-sulthanul-ulama-izzuddin-bin-abdissalam-AYYeO Syekh Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam As-Salami], dalam kitab Al-Qawaídu Al-Kubra, Al-Mausum bi Qawaidil Ahkam fi Ishlahil Anam, Darul Qalam, Damaskus, Cetakan I, Tahun 2000, Juz II, Halaman 337, sebagai berikut: الْبِدْعَةُ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِي عَصْرِ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -. وَهِيَ مُنْقَسِمَةٌ إلَى: بِدْعَةٍ وَاجِبَةٍ، وَبِدْعَةٍ مُحَرَّمَةٍ، وَبِدْعَةٍ مَنْدُوبَةٍ، وَبِدْعَةٍ مَكْرُوهَةٍ، وَبِدْعَةٍ مُبَاحَةٍ Artinya, “Bid‘ah adalah melakukan apa yang tidak dijumpai di masa Rasulullah ﷺ. Hukum Bid‘ah terbagi menjadi: wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah.”


Dari Abu Hurairah meriwayatkan bahwa pada saat salat Subuh, Muhammad bertanya kepada Bilal, “Ceritakan kepadaku amalan terbaik yang kamu lakukan setelah memeluk Islam, karena aku mendengar langkah kakimu Surga pada waktu itu" Bilal menjawab, “Aku tidak melakukan sesuatu yang patut disebutkan kecuali jika aku berwudhu di siang atau malam hari, aku shalat setelah wudhu itu sesuai dengan apa yang telah dituliskan untukku.”<ref>[[Sahih Bukhari]], {{Hadith-usc|bukhari|usc=no|2|21|250}}</ref> Ibnu Hajar al-Asqalani berkata dalam ''[[Fath al-Bari]]'' bahwa “hadits tersebut menunjukkan bolehnya menggunakan penalaran pribadi ([[ijtihad]]) dalam memilih waktu untuk beribadah, karena Bilal mencapai kesimpulan yang dia sebutkan berdasarkan kesimpulannya sendiri dan Nabi (Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian) membenarkannya di dalamnya.”<ref name="The Concept of Bid‘a in the Islamic Shari‘a2">{{cite book |last=Keller|first=Nuh Ha Mim|title=The Concept of Bid'a in the Islamic Shari'a|url=http://www.masud.co.uk/ISLAM/nuh/bida.htm|year=1995|publisher=Muslim Academy Trust]|pages=5|isbn=1-902350-02-2}}</ref> Mirip dengan ini, [[Khubaib bin Adi]] diminta untuk shalat dua rakaat sebelum dieksekusi oleh penyembah berhala di Makah, dan oleh karena itu ia merupakan orang pertama yang menetapkan ''sunnah'' dua rakaat bagi orang-orang yang teguh dalam menjalankan ibadahnya, ketika akan datang kematian mereka.<ref name="The Concept of Bid‘a in the Islamic Shari‘a2"/><ref>[[Sahih Bukhari]], {{Hadith-usc|bukhari|usc=no|4|52|281}}</ref>
{{Ensiklopedia Islam|Islam}}

Rifa bin Rafi meriwayatkan: Ketika kami sedang salat di belakang Nabi [Muhammad] dan Nabi mengangkat kepalanya dari ruku’ seraya bersabda, “Allah mendengar siapa pun yang memuji-Nya,” seorang laki-laki di belakangnya berkata, “Ya Tuhan kami, bagi-Mulah pujian yang berlimpah, yang bermanfaat, dan untungnya." Ketika dia bangkit untuk pergi, Nabi bertanya siapa yang mengucapkannya, dan ketika laki-laki itu menjawab bahwa itu dia, Nabi berkata, “Saya melihat tiga puluh malaikat yang masing-masing berusaha menjadi orang yang menuliskannya.”<ref>[[Sahih Bukhari]], {{Hadith-usc|bukhari|usc=no|1|12|764}}</ref> Ibn Hajar al-Asqalani berkomentar dalam ''Fath al-Bari'' bahwa hadis tersebut menunjukkan diperbolehkannya permulaan ungkapan dzikir baru dalam shalat selain yang disebutkan melalui teks hadis (walaupun hal ini masih dilaporkan) dalam hadis), sepanjang tidak bertentangan dengan apa yang disampaikan hadis. Ibnu Hajar juga menyatakan bahwa “Jelas sekali, karena hal di atas hanya sekedar penyempurnaan dan tambahan dari ilmu dzikir sunah.”<ref name="The Concept of Bid‘a in the Islamic Shari‘a2"/>{{primary inline|date=June 2022}}

[[Imam Shafi'i]] gave the following advice, "An innovation which contradicts the Qurʼan, Sunnah, an Athar or [[Ijma]] is a heretical bid'a: if however something new is introduced which is not evil in itself and does not contradict the above mentioned authorities of religious life, then it is a praiseworthy, unobjectional bid'a." This can infer worldly bid'a or technology.<ref name=":0" /><ref>al-Bayhaqi, Manaqib al-Shafi'i, in Qastallani, X, p 342. Cf Muhammad al-Adbari, al-Madhkal (Alexandria, 1293), III, p 293.</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=u0gSwnSf5XsC|title=Islamic Imperial Law: Harun-Al-Rashid's Codification Project|last=Jokisch|first=Benjamin|date=2007-01-01|publisher=Walter de Gruyter|isbn=9783110924343|page=389|language=en}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=q1I0pcrFFSUC|title=The Princeton Encyclopedia of Islamic Political Thought|last1=Böwering|first1=Gerhard|last2=Crone|first2=Patricia|date=2013-01-01|publisher=Princeton University Press|isbn=978-0691134840|page=218|language=en}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=s6sYxzbiP-gC&q=good%2520and%2520bad%2520innovation%2520Shafi&pg=PA36|title=Muslim Studies, Vol. 1|last=Goldziher|first=Ignác|date=1973-01-01|publisher=SUNY Press|isbn=9780873952347|pages=36–37|language=en}}</ref>

=== Modern discourse ===
The criterion that qualifies a particular action as a bid'ah in the religion is a debate amongst Sunni scholars. Scholars affiliated to the [[Salafi movement|Salafi]] and [[Wahhabism|Wahhabi]] sects argue for an exclusive, literal definition that entails anything not specifically performed or confirmed by the Prophet.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=B6mKCwAAQBAJ|title=Force and Fanaticism: Wahhabism in Saudi Arabia and Beyond|last=Valentine|first=Simon Ross|date=2015-08-01|publisher=Oxford University Press|isbn=9781849046152|page=87|language=en|quote=Wahhabism, literal and narrow in its exegesis of the Quran and hadith regards bida as 'whatever religious practice or concept had come into being after the third century of the Islamic era', or as some ulema argue, those things introduced into society which were not known at the time of Prophet Muhammad (s)}}</ref>

Practitioners of [[Sufism]], in contrast, argue for an inclusive, holistic definition. Umar Faruq Abd-Allah writes:

{{Blockquote|[B]id’a could take on various shades of meaning. When used without qualifying adjectives, it tended to be condemnatory, as, for example, in the statement, "bid'a must be avoided" Nevertheless, bid'a was not always something bad. In certain contexts, especially when qualified by adjectives, bid'a could cover a wide range of meanings from what was praiseworthy to what was completely wrong, as, for example, in the caliph ‘Umar's statement below, "what an excellent bid'a is this!"|Umar Faruq Abd-Allah|Innovation and Creativity in Islam<ref name="Innovation and Creativity In Islam">{{cite book |last=Abd-Allah|first=Umar Faruq|title=Innovation and Creativity In Islam|url=http://www.nawawi.org/wp-content/uploads/2013/01/Article4.pdf|year=2006|publisher=A Nawawi Foundation Paper|pages=2|isbn=1-902350-02-2}}</ref>}}


<!--
== Dampak ==
== Dampak ==
Terdapat beberapa dampak dari bid’ah, di antaranya:
Terdapat beberapa dampak dari bid’ah, di antaranya:

Revisi per 7 Oktober 2023 10.06

Dalam agama Islam, bid'ah (bahasa Arab: بدعة; ejaan tidak baku: bid'at atau bidat) adalah perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambahi atau mengurangi ketetapan.[1] Istilah ini juga mengacu pada inovasi dalam masalah keagamaan.[2] Secara linguistik, istilah ini berarti "inovasi, kebaruan, doktrin sesat, bidaah".[3] Meskipun umum digunakan dalam teks-teks Islam, istilah ini tidak ditemukan dalam Al-Qur'an.

Dalam sastra Arab klasik, kata ini digunakan sebagai bentuk pujian atas komposisi prosa dan puisi yang luar biasa.[4]

Lihat pula

Pranala luar

  • Tuasikal, Muhammad Abduh. 2016. Mengenal Bid'ah Lebih Dekat. Cetakan ketiga. Yogyakarta: Pustaka Muslim.
  • Sumber: https://islam.nu.or.id/ubudiyah/lima-kategori-bidah-haram-sunnah-wajib-makruh-dan-mubah-fcsLf

Referensi

  1. ^ Bidah dalam KamusBesarBahasaIndonesia.go.id[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ A.C. Brown, Jonathan (2009). Hadith: Muhammad's Legacy in the Medieval and Modern World (Foundations of Islam). Oneworld Publications. hlm. 277. ISBN 978-1851686636. 
  3. ^ Wehr, Hans (1994). Arabic-English Dictionary. Spoken Language Services, Inc. hlm. 57. 
  4. ^ Al-Shatibi, Ibrahim ibn Musa. al-I'itsam. hlm. 1:49.