Foraminifera: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Anatomi, ekologi, dan metabolisme singkat dari foraminifera
Tag: Mengosongkan sebagian besar isi VisualEditor
Habitat dan sedikit gaya hidup foraminifera serta kegunaan foraminifera di industri minyak bumi.
Baris 82: Baris 82:


Sejumlah foram memiliki alga uniseluler sebagai endosimbion, dari berbagai garis keturunan seperti alga hijau, alga merah, alga coklat, diatom, dan dinoflagelata.<ref name=":9" /> Foraminifera miksotrofik ini sangat umum ditemukan di perairan laut yang memiliki kadar nutrisi yang rendah.<ref>{{Cite book|last=Marshall|first=K. C.|date=2013-11-11|url=https://books.google.no/books?id=QvvlBwAAQBAJ&pg=PA22&dq=%22The+symbiont-bearing+foraminifera+are+particularly+common+in+nutrient-poor+oceanic+waters%22&hl=no&sa=X&ved=0ahUKEwj24brB_sviAhXJ4KYKHfuvAB0Q6AEIKTAA#v=onepage&q=%22The%20symbiont-bearing%20foraminifera%20are%20particularly%20common%20in%20nutrient-poor%20oceanic%20waters%22&f=false|title=Advances in Microbial Ecology|publisher=Springer Science & Business Media|isbn=978-1-4684-7612-5|language=en}}</ref> Beberapa foram merupakan [[:en:Kleptoplasty|kleptoplastik]], mempertahankan kloroplas dari alga endosimbion yang tertelan untuk melakukan fotosintesis.<ref>{{Cite journal|last=Bernhard|first=Joan M|last2=Bowser|first2=Samuel S|date=1999-05|title=Benthic foraminifera of dysoxic sediments: chloroplast sequestration and functional morphology|url=https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0012825299000173|journal=Earth-Science Reviews|language=en|volume=46|issue=1-4|pages=149–165|doi=10.1016/S0012-8252(99)00017-3}}</ref>
Sejumlah foram memiliki alga uniseluler sebagai endosimbion, dari berbagai garis keturunan seperti alga hijau, alga merah, alga coklat, diatom, dan dinoflagelata.<ref name=":9" /> Foraminifera miksotrofik ini sangat umum ditemukan di perairan laut yang memiliki kadar nutrisi yang rendah.<ref>{{Cite book|last=Marshall|first=K. C.|date=2013-11-11|url=https://books.google.no/books?id=QvvlBwAAQBAJ&pg=PA22&dq=%22The+symbiont-bearing+foraminifera+are+particularly+common+in+nutrient-poor+oceanic+waters%22&hl=no&sa=X&ved=0ahUKEwj24brB_sviAhXJ4KYKHfuvAB0Q6AEIKTAA#v=onepage&q=%22The%20symbiont-bearing%20foraminifera%20are%20particularly%20common%20in%20nutrient-poor%20oceanic%20waters%22&f=false|title=Advances in Microbial Ecology|publisher=Springer Science & Business Media|isbn=978-1-4684-7612-5|language=en}}</ref> Beberapa foram merupakan [[:en:Kleptoplasty|kleptoplastik]], mempertahankan kloroplas dari alga endosimbion yang tertelan untuk melakukan fotosintesis.<ref>{{Cite journal|last=Bernhard|first=Joan M|last2=Bowser|first2=Samuel S|date=1999-05|title=Benthic foraminifera of dysoxic sediments: chloroplast sequestration and functional morphology|url=https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0012825299000173|journal=Earth-Science Reviews|language=en|volume=46|issue=1-4|pages=149–165|doi=10.1016/S0012-8252(99)00017-3}}</ref>

Sebagian besar foraminifera merupakan heterotrof, mengonsumsi organisme lebih kecil dan senyawa organik; beberapa spesies yang lebih kecil merupakan predator dari fitodetritus, sedangkan beberapa yang lain merupakan predator diatom. Beberapa foram bentos membentuk kista khusus untuk makan, dengan menggunakan pseudopodia untuk membentuk kista secara mandiri di dalam sedimen dan partikel organik.<ref name=":1" /> Foraminifera tertentu memangsa hewan kecil seperti [[Copepoda|copepod]] atau cumacean; beberapa foram bahkan memangsa foram lain dengan membuat suatu lubang pada ''test'' dari mangsanya.<ref>{{Cite book|last=Goldstein|first=Susan T.|date=1999|url=http://link.springer.com/10.1007/0-306-48104-9_3|title=Modern Foraminifera|location=Dordrecht|publisher=Springer Netherlands|isbn=978-0-412-82430-2|pages=37–55|language=en|doi=10.1007/0-306-48104-9_3}}</ref> Kelompok Xenophyophores diduga memangsa bakteri dengan ''test'' mereka.<ref>{{Cite journal|last=Laureillard|first=J|last2=Méjanelle|first2=L|last3=Sibuet|first3=M|date=2004|title=Use of lipids to study the trophic ecology of deep-sea xenophyophores|url=http://www.int-res.com/abstracts/meps/v270/p129-140/|journal=Marine Ecology Progress Series|language=en|volume=270|pages=129–140|doi=10.3354/meps270129|issn=0171-8630}}</ref> Umumnya dalam kelompok ini juga terdapat foraminifera yang makan dengan menyaring partikel makanan yang tersuspensi di perairan (''suspension feeding''), dan terdapat beberapa spesies yang mengambil keuntungan dari karbon organik terlarut di perairan.<ref name=":1" />

Beberapa spesies foram merupakan [[parasit]], menginfeksi [[Porifera|spons]], moluska, koral, atau foraminifera lain. Strategi parasit dari foraminifera dapat bervariasi; beberapa merupakan ektoparasit, menggunakan pseudopodia untuk mencuri makanan dari inang, sementara beberapa menggali melalui cangkang atau dinding tubuh inangnya untuk mekakan jaringan lunaknya.<ref name=":1" />

Foraminifera merupakan mangsa bagi organisme yang berukuran lebih besar, seperti invertebrata, ikan, burung pantai, dan foraminifera lainnya. Telah diduga bahwa pada beberapa kasus predasi, predator dapat lebih tertarik dengan kalsium dari cangkang foram dibandingkan organisme foram sendiri. Beberapa spesies siput akuatik diketahui memangsa foraminifera secara selektif, bahkan seringkali lebih memilih spesies individu.<ref>{{Cite book|last=Culver|first=Stephen J.|last2=Lipps|first2=Jere H.|date=2003|url=http://link.springer.com/10.1007/978-1-4615-0161-9_2|title=Predator—Prey Interactions in the Fossil Record|location=Boston, MA|publisher=Springer US|isbn=978-1-4613-4947-1|editor-last=Kelley|editor-first=Patricia H.|pages=7–32|doi=10.1007/978-1-4615-0161-9_2|editor-last2=Kowalewski|editor-first2=Michał|editor-last3=Hansen|editor-first3=Thor A.}}</ref>

Foraminifera bentos tertentu telah ditemukan mampu bertahan hidup pada kondisi tanpa oksigen selama lebih dari 24 jam, mengindikasikan bahwa mereka mampu melakukan respirasi anaerobik selektif. Kondisi ini diinterpretasikan sebagai suatu adaptasi untuk bertahan hidup pada kondisi perubahan kadar oksigen yang berada di dekat antarmuka air-sedimen.<ref>{{Cite journal|last=Moodley|first=L.|last2=Hess|first2=C.|date=1992-08|title=Tolerance of Infaunal Benthic Foraminifera for Low and High Oxygen Concentrations|url=https://www.journals.uchicago.edu/doi/10.2307/1542410|journal=The Biological Bulletin|language=en|volume=183|issue=1|pages=94–98|doi=10.2307/1542410|issn=0006-3185}}</ref>

Foraminifera ditemukan di bagian terdalam dari samudra seperti [[Palung Mariana]], termasuk [[Kedalaman Challenger]], bagian terdalam yang diketahui. Pada kedalaman ini, di bawah kedalaman laut di mana laju tersedianya kalsium karbonat lebih lambat dibandingkan laju pelarutannya, sehingga tidak ada kalsium karbonat yang tersedia di kedalaman ini. (''[[:en:Carbonate_compensation_depth|carbonate compensation depth]]),'' sehingga kalsium karbonat pada ''test'' menjadi larut dalam air karena adnaya tekanan yang ekstrim. Foraminifera yang ditemukan di Kedalaman Challenger tidak memiliki karbonat pada ''test'', namun memiliki dua materi organik.<ref>{{Cite journal|last=Gooday|first=A. J.|last2=Todo|first2=Y.|last3=Uematsu|first3=K.|last4=Kitazato|first4=H.|date=2008-07|title=New organic-walled Foraminifera (Protista) from the ocean's deepest point, the Challenger Deep (western Pacific Ocean)|url=http://doi.wiley.com/10.1111/j.1096-3642.2008.00393.x|journal=Zoological Journal of the Linnean Society|language=en|volume=153|issue=3|pages=399–423|doi=10.1111/j.1096-3642.2008.00393.x}}</ref>

== Kegunaan ==
[[Industri minyak bumi|Industri minyak]] sangat bergantung pada mikrofosil seperti foram untuk menemukan potensi deposit dari hidrokarbon.<ref>{{Cite book|last=Boardman|first=R.S.|last2=Cheetham|first2=A. H.|last3=Rowell|first3=A.J|date=1987|url=|title=Fossil Invertebrates.|location=|publisher=Wiley|isbn=978-0865423022|pages=|url-status=live}}</ref>

Foraminifera berguna sebagai penanda biostratigrafi yang berguna, kumpulan foraminiferal yang hidup juga digunakan sebagai bioindikator di lingkungan pesisir, termasuk indikator kesehatan terumbu kerang. Karena kalsium karbonat bersifat rentan terhadap pelarutan dalam kondisi asam, foraminifera dapat sangat terpengaruh oleh perubahan iklim dan [[Pengasaman samudera|pengasaman laut.]]

Foraminifera memiliki banyak kegunaan di [[eksplorasi minyak bumi]] dan digunakan secara rutin untuk menafsirkan umur dan lingkungan terjadinya proses geologi berupa pengendapan batuan (''paleoenvironment'') dari lapisan sedimen di sumur minyak.<ref>{{Cite book|last=Jones|first=R.W.|date=1996|url=|title=Micropalaeontology in petroleum exploration|location=|publisher=Clarendon Press.|isbn=978-0-19-854091-5|pages=|url-status=live}}</ref> Fosil foraminifera yang teraglutinasi terkubur dalam di cekungan sedimen dan dapat digunakan untuk mengestimasi kematangan termal, yang merupakan faktor kunci untuk pembentukan minyak bumi. ''Foraminiferal Colouration Index''<ref>McNeil, D.H.; Issler, D.R.; Snowdon, L.R. (1996). ''Colour Alteration, Thermal Maturity, and Burial Diagenesis in Fossil Foraminifers''. Geological Survey of Canada Bulletin. '''499'''. Geological Survey of Canada. ISBN <bdi>978-0-660-16451-9</bdi>.</ref> (FCI) digunakan untuk menguantifikasi perubahan warna dan mengestimasi temperatur penguburan. Data FCI secara khusus berguna pada tahap awal dari pembentukan minyak bumi (sekitar 100°C).

Foraminifera juga dapat digunakan dalam [[arkeologi]] dalam pembuktian beberapa jenis bahan baku batu. Beberapa tipe batu, seperti [[Gamping|batu gamping]], umumnya ditemukan mengandung foraminifera yang membatu. Jenis dan konsentrasi dari fosil-fosil dalam sampel batu dapat digunakan untuk menyesuaikan sampel tersebut pada sumber yang diketahui memiliki "tanda fosil" yang sama.<ref>{{Cite journal|last=Wilkinson|first=Ian P.|last2=Williams|first2=Mark|last3=Young|first3=Jeremy R.|last4=Cook|first4=Samantha R.|last5=Fulford|first5=Michael G.|last6=Lott|first6=Graham K.|date=2008-08|title=The application of microfossils in assessing the provenance of chalk used in the manufacture of Roman mosaics at Silchester|url=https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0305440308000599|journal=Journal of Archaeological Science|language=en|volume=35|issue=8|pages=2415–2422|doi=10.1016/j.jas.2008.03.010}}</ref>


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 23 Desember 2020 19.32

Foraminifera
Rentang fosil: 542–0 jtyl[1]
Kambrium–Saat ini
Ammonia tepida hidup (Rotaliida)
Klasifikasi ilmiah
Domain:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Filum:
Subfilum:
Foraminifera

d'Orbigny, 1826
Ordo

Allogromiida
Carterinida
Fusulinidaextinct
Globigerinida
Involutinidaextinct
Lagenida
Miliolida
Robertinida
Rotaliida
Silicoloculinida
Spirillinida
Textulariida
incertae sedis
   Xenophyophorea
   Reticulomyxa

Foraminifera, atau disingkat foram, adalah grup besar protista amoeboid dengan pseudopodia.[2] Dalam sains modern, istilah foraminifera digunakan sebagai bentuk tunggal atau jamak dari kelompok ini dan seringkali ditulis dalam lowercase.[3] Cangkang atau kerangka foraminifera merupakan petunjuk dalam pencarian sumber daya minyak, gas alam dan mineral. Pada beberapa genus, cangkang dari foraminifera tersusun dari kitin. Sebagian besar foraminifera hidup di laut, mayoritas hidup di dasar laut (bentos), dan beberapa hidup mengapung di perairan (plankton). Beberapa diketahui hidup di perairan air tawar, dan beberapa spesies diketahui hidup di terestrial dan telah teridentifikasi melalui analisis molekuler dari DNA ribosomal.[4][5]

Foraminifera umumnya menghasilkan cangkang (test) yang dapat terdiri dari satu ruang atau lebih, dan beberapa memiliki struktur yang rumit.[6] Cangkang ini umumnya terbuat dari kalsium karbonat (CaCO3) atau partikel sedimen yang teraglutinasi. Lebih dari 50,000 spesies telah diketahui, dengan 10,000 merupakan spesies yang hidup[7] dan 40,000 di antaranya merupakan fosil.[8][9] Foraminifera umumnya berukuran kurang dari 1 mm, namun beberapa memiliki ukuran yang lebih besar. Spesies terbesar dari Foraminifera dapat mencapai ukuran hingga 20 cm.[10]

Historis

Referensi terawal dari foraminifera diketahui berasal dari Herodotus, yang pada abad ke 5 Sebelum Masehi mencatat foraminifera sebagai pembuat batuan yang membentuk Piramida Agung Giza. Foraminifera tersebut kini dikenal sebagai salah satu dari genus Nummulites. Pada abad ke-1 Sebelum Masehi, Strabo juga mencatat foraminifera yang sama dan menduga bahwa foraminifera tersebut merupakan sisa-sisa kacang-kacangan yang ditinggalkan oleh para pekerja yang membangun piramida.[11]

Robert Hooke mengobservasi foraminifera dengan mikroskop dan memberikan deskripsi serta ilustrasi pada bukunya yang diterbitkan tahun 1665, Micrographia

I was trying several small and single Magnifying Glasses, and casually viewing a parcel of white Sand, when I perceiv'd one of the grains exactly shap'd and wreath'd like a Shell[...] I view'd it every way with a better Microscope and found it on both sides, and edge-ways, to resemble the Shell of a small Water-Snail with a flat spiral Shell[...][12]

Pada tahu 1700, Antonie van Leeuwenhoek mendeskripsi dan mengilustrasikan cangkang foraminfera sebagai kerang menit; ilustrasinya dikenal sebagai Elphidium[13] Pada awalnya, foraminifera diklasifikasikan di dalam genus Nautilus, karena adanya persamaan dengan beberapa sefalopoda. Kemudian pada tahun 1781, diketahui oleh Lorenz Spengler bahwa foraminifera memiliki suatu lubang dalam septa, sehingga pada akhirnya dibentuk grup foraminfera.[14] Spengler juga mencatat bahwa septa foraminifera berbentuk melengkung berlawanan dari nautili dan foraminifera tidak memiliki tabung saraf.[15]

Pada tahun 1826, Alcide d'Orbigny mempertimbangkan foraminifera untuk dikelompokkan sebagai sefalopoda. Dengan morfologi foraminifera yang unik, pseudopodia dari foraminifera diinterpretasikan sebagai tentakel dan mencatat tidak adanya bagian kepala pada foraminifera karena telah tereduksi.[16] Ia menamakan kelompok foraminifera atau "pembawa lubang" ("hole-bearers") sebagai anggota dari grup yang memiliki lubang pada bagian antara kompartmen di cangkangnya, berbeda dengan nautili atau ammonites.[3]

Sifat protozoa foraminifera pertama kali dikenali oleh Dujardin pada tahun 1835.[14] Pada tahun 1852, d'Orbigny membuat skema klasifikasi, dengan 72 genus foraminifera yang diklasifikasikan berdasarkan bentuk cangkang (tests). Skema ini menuai kritikan dari para kolega.[13]

Pada tahun 1884, monograf yang ditulis oleh H.B. Brady mendeskripsikan penemuan foraminifera pada ekspedisi Challenger. Brady menuliskan 10 famili dengan 29 subfamili, dengan sedikit memperhatikan rentang stratigrafi; taksonomi yang disusun Brady menekankan pada gagasan bahwa karakter yang berbeda harus memisahkan kelompok taksonomi, dan dengan demikian genus foraminifera yang teraglutinasi (agglutinated) dan berkapur (calcareous) ditempatkan dalam relasi yang dekat.

Skema klasifikasi ini tetap ada hingga adanya skema dari Cushman pada akhir 1920an. Cushman melihat komposisi dinding sebagai sifat yang paling penting dalam klasifikasi foraminifera. Klasifikasi Cushman kemudian ditermia secara luas, namun juga menuai kritik dari koleganya karena "tidak terdengar biologis".

Skema Cushman tetap menjadi skema klasifikasi yang dominan hingga munculnya klasifikasi Tappan dan Loeblich pada tahun 1964. Pada klasifikasi ini, foraminifera dikelompokkan dalam kelompok-kelompok yang masih digunakan hingga hari ini, yaitu berdasarkan mikrostruktur dari dinding cangkang.[13] Kelompok-kelompok dalam klasifikasi ini telah mengalami beberapa perpindahan sesuai dengan skema yang berbeda dari klasifikasi tingkat yang lebih tinggi. Sistematika molekular yang digunakan Pawlowski (2013) secara umum telah mengonfirmasi pengelompokkan yang dilakukan Tappan dan Loeblich, dengan beberapa kelompok ditemukan sebagai polifiletik atau parafiletik. Sistematika ini juga mampu mengidentifikasi hubungan tingkat tinggi antara kelompok foraminifera utama.[17]

Taksonomi

Posisi taksonomi dari Foraminifera telah bervariasi sejak Schultze pada tahun 1854[18], yang mengacu pada penempatan Foraminiferida sebagai ordo. Loeblich dan Tappan (1992) menempatkan Foraminifera kembali sebagai suatu kelas[19] seperti yang digunakan sekarang.

Foraminifera biasanya dikelompokkan dalam Protozoa,[20][21][22] pada kingdom Protist.[23][24] Bukti kuat dari pengelompokkan ini adalah berdasarkan pada filogenetik molekuler, di mana foraminifera termasuk dalam kelompok utama dalam Protozoa yang dikenal sebagai Rhizaria.[20] Sebelum diketahui memiliki hubungan evolusioner dengan anggota Rhizaria, Foraminifera secara umum dikelompokkan bersama dengan amoeboid lain sebagai filum Rhizopodea (atau Sarcodina) dalam kelas Granuloreticulosa.

Terdapat beberapa permasalahan dalam pengelompokkan Rhizaria, karena kelompok ini sering disebut sebagai "supergroup" dibandingkan tingkatan taksonomi yang sudah ada seperti filum. Cavalier-Smith mendefinisikan Rhizaria sebagai infra-kingdom di dalam kingdom Protozoa.[20]

Beberapa taksonomi menempatkan Foraminifera pada suatu filum tersendiri dan setara dengan amoeboid Sarcodina di mana mereka ditempatkan sebelumnya.

Walaupun belum didukung dengan korelasi morfologi, data molekuler sangat menyarankan bahwa Foraminifera berhubungan dekat dengan Cercozoa dan Radiolaria, keduanya juga termasuk dalam amoeboid yang memiliki cangkang yang kompleks; ketiga kelompok ini membentuk Rhizaria.[21] Namun, hubungan yang tepat dari foram-foram tersebut dengan kelompok lain dan hubungan satu sama lain belum sepenuhnya jelas. Foraminifera berhubungan dekat dengan amuba testat.[25]

Anatomi

Aspek paling mencolok dari foraminifera adalah cangkangnya yang keras, yang disebut sebagai test. Test dapat terdiri dari beberapa ruang, dan dapat tersusun dari protein, sedimen, partikel, kalsit, aragonit, atau silika.[19] Namun terdapat pula beberapa foraminifera yang tidak memiliki test secara keseluruhan.[26] Tidak seperti organisme penghasil cangkang yang lain, misalnya moluska atau koral, test yang dimiliki foraminifera terletak di dalam membran sel, di dalam protoplasma, Organel sel foraminifera terletak di dalam kompartmen dari test dan dengan adanya lubang dari test, maka dapat terjadi transfer materi dari pseudopodia ke sel internal dan sebaliknya.[27]

Sel foraminifera dibagi menjadi endoplasma granular dan ektoplasma transparan tempat jaring pseudopodial muncul melalui lubang atau melalui banyak perforasi dalam test. Karakteristik dari individu pseudopod yaitu memiliki granula-granula yang kecil dan mengalir di kedua arah.[28] Karakteristik lain yang unik dari foraminifera adalah memiliki granuloreticulose pseudopodia; yaitu pseudopodia yang berbentuk granular pada mikroskop; pseudopodia ini sering melakukan pemanjangan dan dapat terpisah lalu tergabung kembali satu sama lain. Granuloreticulose pseudopodia dapat diperpanjang dan ditarik kembali agar sesuai dengan kebutuhan sel. Pseudopod digunakan untuk lokomosi, penahan, eksresi, pembentukan test, dan penangkapan makanan, yang merupakan organisme kecil seperti diatom atau bakteri.[29][27]

Selain dengan test, sel foraminifera juga didukung dengan sitoskeleton dari mikrotubulus, yang disusun secara longgar tanpa struktur yang terlihat pada amoeboid lainnya. Foram telah mengembangkan mekanisme seluler khusus untuk merakit dan membongkar mikrotubulus dengan cepat, sehingga memungkinkan pembentukan dan retraksi yang cepat dari pseudopedia yang memanjang.[19]

Pada bentuk gamont (bentuk seksual), secara umum foraminifera memiliki satu nuklues, sedangkan agamont (bentuk aseksual) cenderung memiliki beberapa nukleus. Pada beberapa spesies, nukleus bersifat dimorfik, dengan nukleus somatik mengandung protein dan RNA tiga kali lebih banyak dibandingkan nukleus generatif. Namun, anatomi dari nukleus foraminifera sangat beragam.[30] Nukleus tidak selalu terbatas di satu ruang pada spesies yang memiliki banyak ruang. Nukleus dapat berbentuk bulat atau memiliki banyak lobus. Umumnya nukleus berdiameter 30-50µm.[31]

Beberapa spesies foraminifera memiliki beberapa vakuola kosong yang besar. Kegunaan dari vakuola ini belum jelas, namun diduga berfungsi sebagai reservoir dari nitrat.[31]

Mitokondria terdistribusi merata di seluruh sel, walaupun pada beberapa spesies mitokondria ini terkonsentrasi di bawah pori-pori dan sektiar tepi eksternal dari sel. Kondisi ini telah dihipotesiskan sebagai bentuk dari adaptasi pada lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah.[31]

Beberapa spesies dari Xenophyophore telah ditemukan memiliki isotop radioaktif dalam selnya dengan konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan sel eukaryot yang lain. Kegunaakn dari isotop radioaktif yang berkonsentrasi tinggi ini masih belum diketahui.[32]

Ekologi

Foraminifera modern umumnya merupakan organisme laut, namun individu foraminifera yang hidup juga telah ditemukan di air payau, sungai[28] dan bahkan habitat terestrial.[5] Sebagian besar dari spesies foraminifera hidup sebagai bentos, dan 40 morfospesies hidup sebagai plankton[29]. Hasil perhitungan ini bisa saja hanya merepresentasikan sedikit dari diversitas sesungguhnya, karena banyak spesies yang berbeda secara genetik namun tidak dapat dibedakan secara morfologi.[33]

Foraminifera bentos umumnya ditemukan di sedimen berbutir halus, di mana mereka secara aktif berpindah di antara lapisan sedimen; namun banyak juga foraminifera bentos yang ditemukan pada permukaan batu yang keras, menempel pada rumput laut, atau duduk di atas permukaan sedimen.[13]

Sebagian besar foraminifera plankton yang ditemukan merupakan Globigerinina, suatu garis keturunan dalam Rotaliida.[17] Namun, sedikitnya terdapat satu garis keturunan Rotaliid lain yang masih ada, yaitu Neogallitellia, yang kemungkinan secara independen berevolusi sehingga memiliki gaya hidup planktonik.[34][35] Lebih lanjut, telah diduga bahwa beberapa fosil Jurassic dari foraminifera telah berevolusi secara independen sehingga memiliki gaya hidup planktonik, dan diperkirakan merupakan anggota dari Robertinida.[36]

Sejumlah foram memiliki alga uniseluler sebagai endosimbion, dari berbagai garis keturunan seperti alga hijau, alga merah, alga coklat, diatom, dan dinoflagelata.[29] Foraminifera miksotrofik ini sangat umum ditemukan di perairan laut yang memiliki kadar nutrisi yang rendah.[37] Beberapa foram merupakan kleptoplastik, mempertahankan kloroplas dari alga endosimbion yang tertelan untuk melakukan fotosintesis.[38]

Sebagian besar foraminifera merupakan heterotrof, mengonsumsi organisme lebih kecil dan senyawa organik; beberapa spesies yang lebih kecil merupakan predator dari fitodetritus, sedangkan beberapa yang lain merupakan predator diatom. Beberapa foram bentos membentuk kista khusus untuk makan, dengan menggunakan pseudopodia untuk membentuk kista secara mandiri di dalam sedimen dan partikel organik.[13] Foraminifera tertentu memangsa hewan kecil seperti copepod atau cumacean; beberapa foram bahkan memangsa foram lain dengan membuat suatu lubang pada test dari mangsanya.[39] Kelompok Xenophyophores diduga memangsa bakteri dengan test mereka.[40] Umumnya dalam kelompok ini juga terdapat foraminifera yang makan dengan menyaring partikel makanan yang tersuspensi di perairan (suspension feeding), dan terdapat beberapa spesies yang mengambil keuntungan dari karbon organik terlarut di perairan.[13]

Beberapa spesies foram merupakan parasit, menginfeksi spons, moluska, koral, atau foraminifera lain. Strategi parasit dari foraminifera dapat bervariasi; beberapa merupakan ektoparasit, menggunakan pseudopodia untuk mencuri makanan dari inang, sementara beberapa menggali melalui cangkang atau dinding tubuh inangnya untuk mekakan jaringan lunaknya.[13]

Foraminifera merupakan mangsa bagi organisme yang berukuran lebih besar, seperti invertebrata, ikan, burung pantai, dan foraminifera lainnya. Telah diduga bahwa pada beberapa kasus predasi, predator dapat lebih tertarik dengan kalsium dari cangkang foram dibandingkan organisme foram sendiri. Beberapa spesies siput akuatik diketahui memangsa foraminifera secara selektif, bahkan seringkali lebih memilih spesies individu.[41]

Foraminifera bentos tertentu telah ditemukan mampu bertahan hidup pada kondisi tanpa oksigen selama lebih dari 24 jam, mengindikasikan bahwa mereka mampu melakukan respirasi anaerobik selektif. Kondisi ini diinterpretasikan sebagai suatu adaptasi untuk bertahan hidup pada kondisi perubahan kadar oksigen yang berada di dekat antarmuka air-sedimen.[42]

Foraminifera ditemukan di bagian terdalam dari samudra seperti Palung Mariana, termasuk Kedalaman Challenger, bagian terdalam yang diketahui. Pada kedalaman ini, di bawah kedalaman laut di mana laju tersedianya kalsium karbonat lebih lambat dibandingkan laju pelarutannya, sehingga tidak ada kalsium karbonat yang tersedia di kedalaman ini. (carbonate compensation depth), sehingga kalsium karbonat pada test menjadi larut dalam air karena adnaya tekanan yang ekstrim. Foraminifera yang ditemukan di Kedalaman Challenger tidak memiliki karbonat pada test, namun memiliki dua materi organik.[43]

Kegunaan

Industri minyak sangat bergantung pada mikrofosil seperti foram untuk menemukan potensi deposit dari hidrokarbon.[44]

Foraminifera berguna sebagai penanda biostratigrafi yang berguna, kumpulan foraminiferal yang hidup juga digunakan sebagai bioindikator di lingkungan pesisir, termasuk indikator kesehatan terumbu kerang. Karena kalsium karbonat bersifat rentan terhadap pelarutan dalam kondisi asam, foraminifera dapat sangat terpengaruh oleh perubahan iklim dan pengasaman laut.

Foraminifera memiliki banyak kegunaan di eksplorasi minyak bumi dan digunakan secara rutin untuk menafsirkan umur dan lingkungan terjadinya proses geologi berupa pengendapan batuan (paleoenvironment) dari lapisan sedimen di sumur minyak.[45] Fosil foraminifera yang teraglutinasi terkubur dalam di cekungan sedimen dan dapat digunakan untuk mengestimasi kematangan termal, yang merupakan faktor kunci untuk pembentukan minyak bumi. Foraminiferal Colouration Index[46] (FCI) digunakan untuk menguantifikasi perubahan warna dan mengestimasi temperatur penguburan. Data FCI secara khusus berguna pada tahap awal dari pembentukan minyak bumi (sekitar 100°C).

Foraminifera juga dapat digunakan dalam arkeologi dalam pembuktian beberapa jenis bahan baku batu. Beberapa tipe batu, seperti batu gamping, umumnya ditemukan mengandung foraminifera yang membatu. Jenis dan konsentrasi dari fosil-fosil dalam sampel batu dapat digunakan untuk menyesuaikan sampel tersebut pada sumber yang diketahui memiliki "tanda fosil" yang sama.[47]

Referensi

  1. ^ Parfrey, Laura Wegener; Lahr, Daniel J. G.; Knoll, Andrew H.; Katz, Laura A. (August 16, 2011). "Estimating the timing of early eukaryotic diversification with multigene molecular clocks". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 108 (33): 13624–13629. doi:10.1073/pnas.1110633108. PMC 3158185alt=Dapat diakses gratis. PMID 21810989. 
  2. ^ Hemleben, C. (1989). Modern Planktonic Foraminifera. Springer-Verlag. hlm. 363. 
  3. ^ a b Lipps, JH; Finger, KL; Walker, SE (2011). "What Should We Call the Foraminifera". Journal of Foraminiferal Research. 41 (4): 309–313. doi:10.2113/gsjfr.41.4.309. 
  4. ^ Giere, Olav (2009). Meiobenthology: the microscopic motile fauna of aquatic sediments (2nd ed). Springer. 
  5. ^ a b Lejzerjowicz, Franck; Pawlowski, Jan; Fraissinet-Tachet, Laurence; Marmeisse, Roland (1). ""Molecular evidence for widespread occurence of Foraminifera in soils". Environmental Microbiology. 12: 2518–26. doi:10.1111/j.1462-2920.2010.02225.x. PMID 20406290. 
  6. ^ Kennett, J.P.; Srinivasan, M.S. (1983). Neogene planktonic foraminifera: a phylogenetic atlas. Hutchinson Ross. ISBN 978-0-87933-070-5. 
  7. ^ Ald, S.M.; et al. (2007). "Diversity, Nomenclature, and Taxonomy of Protists". Syst. Biol. 56: 684–689. doi:10.1080/10635150701494127. 
  8. ^ Pawlowski, J., Lejzerowicz, F., & Esling, P. (2014). Next-generation environmental diversity surveys of foraminifera: preparing the future. The Biological Bulletin, 227(2), 93-106.
  9. ^ "World Foraminifera Database". 
  10. ^ Marshall M (3 February 2010). "Zoologger: 'Living beach ball' is giant single cell". New Scientist. 
  11. ^ "Foraminifera". British Geological Survey. 2020. Diakses tanggal 23 Desember 2020. 
  12. ^ "Micrographia, or, Some physiological descriptions of minute bodies made by magnifying glasses ?with observations and inquiries thereupon /by R. Hooke ... by Hooke, Robert,; Jo. Martyn and Ja. Allestry". Internet Archive. Diakses tanggal 23 Desember 2020.  line feed character di |title= pada posisi 154 (bantuan)
  13. ^ a b c d e f g Sen, Gupta; Barun, K (2003). Modern Foraminifera. Springer Netherlands. hlm. 7–36. ISBN 978-0-306-48104-8. 
  14. ^ a b Boudagher-Fadel, Marcelle K (2018). "Biology and Evolutionary History of Larger Benthic Foraminifera". Evolution and Geological Significance of Larger Benthic Foraminifera (edisi ke-2 ed). UCL Press. hlm. 1–44. 
  15. ^ Hansen, HJ (1981). "On Lorentz Spengler and a neotype for the foraminifer Calcarina spengleri". Bulletin of the Geological Society of Denmark. 29: 191–201. 
  16. ^ d'Orbigny, Alcide (1826). "Tableau Méthodique de la Classe des Céphalopodes". Annales des Sciences Naturelles, Paris (Série 1). 7: 245–314 – via Biodiversity Heritage Library. 
  17. ^ a b Pawlowski, Jan; Holzmann, Maria; Tsyzka, Jaroslaw (1 April 2013). "New supraordinal classification of Foraminifera: Molecules meet morphology". Marine Micropaleontology. 100: 1–10. 
  18. ^ Loeblich, Alfred R. (Alfred Richard), 1914-1994. (1964). Protista 2 : Sarcodina chiefly "Thecamoebians" and Foraminiferida. Tappan, Helen Niña, 1917-2004., Geological Society of America. Boulder, CO: Geological Society of America. ISBN 0-8137-3003-1. OCLC 16575647. 
  19. ^ a b c Modern foraminifera. Sen Gupta, B. K. (Barun K.). Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. 1999. ISBN 0-412-82430-2. OCLC 41211607. 
  20. ^ a b c Cavalier-Smith, Thomas (2004-06-22). "Only six kingdoms of life". Proceedings of the Royal Society of London. Series B: Biological Sciences (dalam bahasa Inggris). 271 (1545): 1251–1262. doi:10.1098/rspb.2004.2705. ISSN 0962-8452. PMC 1691724alt=Dapat diakses gratis. PMID 15306349. 
  21. ^ a b Cavalier-Smith, Thomas (2003-01). "Protist phylogeny and the high-level classification of Protozoa". European Journal of Protistology (dalam bahasa Inggris). 39 (4): 338–348. doi:10.1078/0932-4739-00002. 
  22. ^ "Cercozoa". tolweb.org. Diakses tanggal 2020-12-23. 
  23. ^ "MarBEF Data System - European Register of Marine Species (ERMS)". www.marbef.org. Diakses tanggal 2020-12-23. 
  24. ^ "TAXONOMY - Foraminifera". web.archive.org. 2011-10-03. Diakses tanggal 2020-12-23. 
  25. ^ Charman, Dan. "Testate amoebae as environmental indicators" (PDF). Geography at Plymouth. 
  26. ^ Pawlowski, Jan; Bolivar, Ignacio; Fahrni, Jose F.; Vargas, Colomban De; Bowser, Samuel S. (1999-11). "Molecular Evidence That Reticulomyxa Filosa Is A Freshwater Naked Foraminifer". The Journal of Eukaryotic Microbiology (dalam bahasa Inggris). 46 (6): 612–617. doi:10.1111/j.1550-7408.1999.tb05137.x. ISSN 1066-5234. 
  27. ^ a b Saraswati, Pratul Kumar; Srinivasan, M. S. (2016). Micropaleontology (dalam bahasa Inggris). Cham: Springer International Publishing. hlm. 81–119. doi:10.1007/978-3-319-14574-7_6. ISBN 978-3-319-14573-0. 
  28. ^ a b Broadhead, Thomas W. (1982). Foraminifera: Notes for a Short Course Organized by M.A. Buzas and B.K. Sen Gupta (dalam bahasa Inggris). University of Tennessee, Department of Geological Sciences. ISBN 978-0-910249-05-8. 
  29. ^ a b c Hemleben, Christoph; Spindler, Michael; Anderson, O. Roger (1989). Modern Planktonic Foraminifera (dalam bahasa Inggris). Springer-Verlag. ISBN 978-3-540-96815-3. 
  30. ^ Grell, K. G. (1979-01-01). "Cytogenetic systems and evolution in foraminifera". The Journal of Foraminiferal Research (dalam bahasa Inggris). 9 (1): 1–13. doi:10.2113/gsjfr.9.1.1. ISSN 0096-1191. 
  31. ^ a b c LeKieffre, Charlotte; Bernhard, Joan M.; Mabilleau, Guillaume; Filipsson, Helena L.; Meibom, Anders; Geslin, Emmanuelle (2018-01). "An overview of cellular ultrastructure in benthic foraminifera: New observations of rotalid species in the context of existing literature". Marine Micropaleontology (dalam bahasa Inggris). 138: 12–32. doi:10.1016/j.marmicro.2017.10.005. 
  32. ^ Domanov, M. M. (2015-07). "Natural 226Ra and 232Th radionuclides in xenophyophores of the Pacific Ocean". Geochemistry International (dalam bahasa Inggris). 53 (7): 664–669. doi:10.1134/S0016702915070034. ISSN 0016-7029. 
  33. ^ Kucera, Michal; Darling, Kate F. (2002-04-15). Gröcke, D. R.; Kucera, M., ed. "Cryptic species of planktonic foraminifera: their effect on palaeoceanographic reconstructions". Philosophical Transactions of the Royal Society of London. Series A: Mathematical, Physical and Engineering Sciences (dalam bahasa Inggris). 360 (1793): 695–718. doi:10.1098/rsta.2001.0962. ISSN 1364-503X. 
  34. ^ Ujiié, Yurika; Kimoto, Katsunori; Pawlowski, Jan (2008-12). "Molecular evidence for an independent origin of modern triserial planktonic foraminifera from benthic ancestors". Marine Micropaleontology (dalam bahasa Inggris). 69 (3-4): 334–340. doi:10.1016/j.marmicro.2008.09.003. 
  35. ^ Özdikmen, Hüseyin (2009). "Substitute names for some unicellular animal taxa (Protozoa)" (PDF). Munis Entomology & Zoology. 4 (1): 233–256. 
  36. ^ Dubicka, Zofia (2019). "Chamber arrangement versus wall structure in the high-rank phylogenetic classification of Foraminifera". Acta Palaeontologica Polonica. 64. doi:10.4202/app.00564.2018. 
  37. ^ Marshall, K. C. (2013-11-11). Advances in Microbial Ecology (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. ISBN 978-1-4684-7612-5. 
  38. ^ Bernhard, Joan M; Bowser, Samuel S (1999-05). "Benthic foraminifera of dysoxic sediments: chloroplast sequestration and functional morphology". Earth-Science Reviews (dalam bahasa Inggris). 46 (1-4): 149–165. doi:10.1016/S0012-8252(99)00017-3. 
  39. ^ Goldstein, Susan T. (1999). Modern Foraminifera (dalam bahasa Inggris). Dordrecht: Springer Netherlands. hlm. 37–55. doi:10.1007/0-306-48104-9_3. ISBN 978-0-412-82430-2. 
  40. ^ Laureillard, J; Méjanelle, L; Sibuet, M (2004). "Use of lipids to study the trophic ecology of deep-sea xenophyophores". Marine Ecology Progress Series (dalam bahasa Inggris). 270: 129–140. doi:10.3354/meps270129. ISSN 0171-8630. 
  41. ^ Culver, Stephen J.; Lipps, Jere H. (2003). Kelley, Patricia H.; Kowalewski, Michał; Hansen, Thor A., ed. Predator—Prey Interactions in the Fossil Record. Boston, MA: Springer US. hlm. 7–32. doi:10.1007/978-1-4615-0161-9_2. ISBN 978-1-4613-4947-1. 
  42. ^ Moodley, L.; Hess, C. (1992-08). "Tolerance of Infaunal Benthic Foraminifera for Low and High Oxygen Concentrations". The Biological Bulletin (dalam bahasa Inggris). 183 (1): 94–98. doi:10.2307/1542410. ISSN 0006-3185. 
  43. ^ Gooday, A. J.; Todo, Y.; Uematsu, K.; Kitazato, H. (2008-07). "New organic-walled Foraminifera (Protista) from the ocean's deepest point, the Challenger Deep (western Pacific Ocean)". Zoological Journal of the Linnean Society (dalam bahasa Inggris). 153 (3): 399–423. doi:10.1111/j.1096-3642.2008.00393.x. 
  44. ^ Boardman, R.S.; Cheetham, A. H.; Rowell, A.J (1987). Fossil Invertebrates. Wiley. ISBN 978-0865423022. 
  45. ^ Jones, R.W. (1996). Micropalaeontology in petroleum exploration. Clarendon Press. ISBN 978-0-19-854091-5. 
  46. ^ McNeil, D.H.; Issler, D.R.; Snowdon, L.R. (1996). Colour Alteration, Thermal Maturity, and Burial Diagenesis in Fossil Foraminifers. Geological Survey of Canada Bulletin. 499. Geological Survey of Canada. ISBN 978-0-660-16451-9.
  47. ^ Wilkinson, Ian P.; Williams, Mark; Young, Jeremy R.; Cook, Samantha R.; Fulford, Michael G.; Lott, Graham K. (2008-08). "The application of microfossils in assessing the provenance of chalk used in the manufacture of Roman mosaics at Silchester". Journal of Archaeological Science (dalam bahasa Inggris). 35 (8): 2415–2422. doi:10.1016/j.jas.2008.03.010. 

Pranala luar