Lompat ke isi

H. Richard Niebuhr

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Richard Niebuhr)

Helmut Richard Niebuhr (1894-1962) adalah seorang etikus Kristen Amerika yang paling terkenal karena bukunya Christ and Culture (Kristus dan Kebudayaan - 1951) dan Radical Monotheism and Western Culture (1960). Richard Niebuhr adalah adik dari teolog Reinhold Niebuhr. Ia pernah mengajar selama beberapa dasawarsa di Sekolah Teologi Yale. Teologinya (bersama dengan teologi rekannya di Yale, Hans Frei) telah menjadi salah satu sumber utama dari teologi pasca-liberal, yang kadang-kadang disebut "Aliran Yale".

Kehidupan

[sunting | sunting sumber]

Niebuhr dibesarkan di Missouri, sebagai anak dari Gustav Niebuhr, seorang pendeta di Sinode Injili Amerika Utara. Ia belajar di Elmhurst College dan kemudian Seminari Teologi Eden. Ia ditahbiskan sebagai pendeta di Sinode Injili pada 1916. (Sinode ini bergabung pada 1934 dengan [Gereja Reformasi Jerman di Amerika Serikat]; yang belakangan membentuk Gereja Injili dan Reformasi yang bergabung pada 1957 dengan Gereja-gereja Kristen Kongregasional untuk membentuk Gereja Kristus Bersatu [United Church of Christ].) Niebuhr mengajar di Seminari Teologi Eden dari 1919 hingga 1931, kecuali selama empat tahun antara 1924 hingga 1927, ketika ia menjabat sebagai Presiden Elmhurst College. Ia mengajar di Yale dari 1931 hingga 1962, mengkhususkan diri dalam teologi dan etika Kristen.

Pemikiran

[sunting | sunting sumber]

Sepanjang hidupnya Niebuhr menaruh perhatian pada kedaulatan Allah yang mutlak dan masalah relativisme historis. Ia menganggap Karl Barth dan Ernst Troeltsch sebagai pemikir-pemikir yang paling besar pengaruhnya dalam hidupnya. Dari Barth ia menerima neo-ortodoksi dan transendensi mutlak Allah. Ia percaya bahwa Allah berada di atas sejarah, bahwa Ia memberikan perintah kepada manusia, dan bahwa seluruh sejarah berada di bawah kendalinya. Niebuhr sering meminjam dari pemahaman Paul Tillich tentang Allah. Ia bersedia menerima gambaran Allah sebagai Yang Ada itu sendiri (Being-itself), Yang Esa, atau Dasar dari Keberadaan (Ground of Being). Dalam hal ini, Niebuhr berdiri di tengah antara konservatisme dogmatis Karl Barth dengan teologi liberal Paul Tillich.

Niebuhr juga menaruh perhatian pada relativisme historis. Allah bersifat mutlak dan transenden, namun manusia tidak. Manusia adalah bagian dari alur dan gerak dunia. Karena itu, cara-cara dalam memahami Allah tidak pernah kekal. Allah selalu dipahami secara berbeda oleh orang-orang pada waktu yang berbeda dalam sejarah dan dalam lokasi-lokasi sosial yang berbeda pula. Teologi Niebuhr memperlihatkan kepekaan yang besar terhadap cara-cara pengungkapan iman yang berbeda-beda dari satu komunitas keagamaan ke komunitas yang lainnya.

Dari latar belakangnya, Niebuhr adalah seorang etikus. Dalam kapasitas ini, keprihatinannya yang terbesar adalah pada cara-cara bagaimana manusia berhubungan dengan Allah, dengan sesamanya, dengan komunitas-komunitas yang ke dalamnya mereka terhisab, dan dengan dunia. Etika teologis Niebuhr dapat digambarkan sebagai etika relasional. Karya etikanya yang terbesar adalah "The Responsible Self" ("Pribadi yang Bertanggung jawab), yang diterbitkan tak lama setelah kematiannya. Buku ini dimaksudkan untuk menjadi benih bagi buku yang jauh lebih besar tentang etika yang tak pernah ditulisnya karena kematiannya yang mendadak. Dalam "The Responsible Self", Niebuhr membahas manusia sebagai agen yang menanggapi. Manusia selalu "menanggapi" suatu pengaruh, baik Allah, orang lain, komunitas, tatanan alam atau sejarah, atau pribadi mereka sendiri.

Karyanya yang paling terkenal adalah Christ and Culture. Buku ini sering dirujuk dalam diskusi-diskusi dan tulisan-tulisan tentang tanggapan Kristen terhadap dunia sekitarnya. Dalam buku ini, Niebuhr menguraikan sejarah tentang bagaimana agama Kristen telah menanggapi kebudayaan. Ia membentangkan lima sudut pandang yang banyak diberlakukan: Kristus Melawan Kebudayaan, Kristus dari Kebudayaan, Kristus di Atas Kebudayaan, Kristus dan Kebudayaan dalam Paradoks, dan Kristus Mentransformasikan Kebudayaan.

Kristus Melawan Kebudayaan. Bagi orang Kristen yang eksklusif, sejarah adalah kisah tentang gereja atau kebudayaan Kristen yang bangkit dan peradaban kafir yang sedang menuju kematiannya.

Kristus dari Kebudayaan. Bagi orang Kristen budaya, sejarah adalah kisah tentang perjumpaan Roh dengan alam.

Kristus di Atas Kebudayaan. Bagi kaum sintesis, sejarah adalah suatu periode persiapan di bawah hukum, nalar, injil, dan gereja untuk persekutuan akhir antara jiwa dengan Allah.

Kristus dan Kebudayaan dalam Paradoks. Bagi yang dualis, sejarah adalah masa pergumulan antara iman dan ketidakpercayaan, masa antara pemberian janji kehidupan dan penggenapannya.

Kristus Mentransformasikan Kebudayaan. Bagi kaum konversionis, sejarah adalah kisah tentang perbuatan-perbuatan besar Allah dan tanggapan manusia terhadapnya. Kekekalan, bagi kaum konversionis, tidak terutama dipusatkan pada tindakan Allah sebelum waktu atau kehidupan bersama Allah setelah waktu, melainkan lebih pada kehadiran Allah di dalam waktu. Karena itu, kaum konversionis lebih prihatin dengan kemungkinan ilahi dalam pembaruan masa kini daripada dengan pelestarian dari apa yang telah diberikan dalam ciptaan atau mempersiapkan untuk apa yang akan diberikan dalam penebusan akhir.

  • The Social Sources of Denominationalism (1929)
  • The Purpose of the Church and Its Ministry (1956)
  • The Kingdom of God in America (1937)
  • The Meaning of Revelation (1941)
  • Christ and Culture (1951)
  • Radical Monotheism and Western Culture (1960)
  • The Responsible Self (1962)
  • Faith on Earth: An Inquiry into the Structure of Human Faith (1989).

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]