Lompat ke isi

Semenanjung Arab

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Jazirah Arabia)
Semenanjung Arab
Luas3.237.500 km2
Populasi59 juta jiwa (2007)
DemonimOrang Arab

Semenanjung Arab adalah sebuah semenanjung di bagian barat daya benua Asia. Penggunaan nama 'Arab" sebagai nama semenanjung Arab dikaitkan dengan bahasa Arab, leluhur orang Arab dan kondisi lingkungan gersang yang dihuni oleh orang Arab sebagai penduduk asli sejak 1600 SM. Semenanjung Arab terbentuk setelah berakhirnya Zaman Es. Luas wilayah semenanjung Arab sekurangnya 3 juta km2 dengan tiga sisi dikelilingi oleh laut.

Semenanjung Arab mengalami musim panas yang lebih lama dibandingkan dengan musim dingin. Curah hujan di semenanjung Arab rata-rata hanya sebesar 4 inci per tahun. Penduduk semenanjung Arab di kawasan teluk Persia telah mendirikan negara kota sejak abad ke-3 SM. Pada abad ke-1 Masehi telah ada penduduk pendatang di bagian utara dan selatan semenanjung Arab yaitu orang Yahudi. Bahasa yang dituturkan di semenanjung Arab adalah bahasa Arab. Masyarakat di seluruh semenanjung Arab pada masa Arabia pra-Islam telah memiliki identitas kesukuan dan kelompok etnik masing-masing. Wilayah semenanjung Arab kini telah terbagi menjadi negara Arab Saudi, Kuwait, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar dan Bahrain.

Pada awal abad ke-6 Masehi telah ada penganut agama Yahudi dan Kekristenan di semenanjung Arab. Namun pada masa Arabia pra-Islam, sebagian besar orang Arab di semenanjung Arab merupakan penyembah berhala. Pada awal abad ke-7 Masehi, Muhammad menyebarkan ajaran Islam di semenanjung Arab yang kemudian dianut oleh sebagian besar orang Arab sejak masa Kekhalifahan Rasyidin.

Penduduk pada perkampungan semenanjung Arab menggembalakan ternak berupa kambing, unta dan domba. Selain itu, kegiatan perdagangan antarbenua telah diprakarsai oleh oleh kaum Saba' di semenanjung Arab. Sejak abad ke-5 SM, para pedagang dari semenanjung Arab mulai memperdagangkan kemenyan dan mur ke Kerajaan Romawi dan Kekaisaran Seleukia. Setelah didirikannya Kota Makkah oleh Ibrahim dan Ismail, hubungan perniagaan di semenanjung Arab semakin meluas dengan pusat perdagangan di Hijaz yang dikelola oleh suku Quraisy. Sejak abad ke-7 Masehi, orang Arab muslim di Arabia Selatan telah mengadakan pelayaran untuk perdagangan hingga ke Asia Tenggara Daratan dan menjadikan Nusantara sebagai kawasan persinggahan. Pada pertengahan abad ke-20 M, Arab Saudi mengawali penemuan cadangan minyak yang melimpah di semenanjung Arab yang menjadi sumber pendapatan utama dan meningkatkan lalu lintas perdagangan di Yaman pada bagian sudut barat daya semenanjung Arab.

Asal-usul penyematan nama 'Arab" pada semenanjung Arab terbagi menjadi tiga versi.[1] Versi pertama ialah penggunaan kata dalam bahasa Arab yaitu i'rab. Kata ini dikaitkan dengan kefasihan orang Arab dalam mengungkapkan sesuatu hal melalui tutur kata. Kefasihan ini dikaitkan dengan pembedaan antara orang Arab dengan orang non-Arab yang disebut 'ajam yang berarti gagu. Versi kedua penamaan semenanjung Arab berasal dari pendapat sebagian sejarawan bahwa penduduk pertama yang menjadi leluhur bagi bangsa Arab di semenanjung Arab bernama Ya’rub bin Qahtan yang menetap di Yaman. Sedangkan versi ketiga berasal dari pendapat ahli geografi yang menyatakan bahwa penamaan nama semenanjung Arab berasal dari kata dalam rumpun bahasa Semit yaitu 'arabah yang secara umum berarti gurun pasir. Dalam bahasa Ibrani, 'arabah berarti ladang atau hutan. Namun dalam bahasa Arab, 'arabah berarti nomaden. Sehingga pengertian Arab pada nama semenanjung Arab merujuk kepada kegiatan berladang yang berpindah-pindah yang dilakukan oleh orang Arab.[2]

Pembentukan

[sunting | sunting sumber]
Citra satelit dari semenanjung Arab

Pada Zaman Es, semenanjung Arab merupakan bagian dari dataran Sahara yang berupa padang rumput dan kawasan berpasir dari Asia yang terhubung ke Persia. Setelah berakhirnya Zaman Es, daratan semenanjung Arab terpisah dengan dataran Sahara oleh lembah Nil dan laut Merah. Namun dataran semenanjung Arab tetap dapat dihuni karena tidak mengalami periode glasial akibat pencairan es yang hanya mencapai bagian selatan pegunungan di Asia Kecil.[3]

Terjadinya pengangkatan Lempeng Arab dari arah barat daya menuju ke timur laut sebelum akhirnya menurun secara geologi mengakibatkan pembentukan semenanjung Arab secara utuh. Pada sisi timur Lempeng Arab terjadi perpecahan lempeng sehingga membentuk depresi di Mesopotamia yang menghasilkan teluk Persia.[4]

Luas dan ukuran wilayah

[sunting | sunting sumber]
Batas-batas semenanjung Arab secara politik (jingga gelap) dan secara geografi (jingga terang)

Semenanjung Arab merupakan semenanjung terluas di dunia yang wilayahnya berada di bagian barat daya benua Asia.[5] Luas wilayah semenanjung Arab adalah 3.237.500 km2.[6] Bentuk semenanjung Arab seperti persegi panjang dengan sisi-sisi yang tidak sejajar ketika dilihat dari peta.[7] Tiga sisi dari semenanjung Arab dibatasi oleh laut yang membuat semenanjung Arab dikenal pula sebagai Kepulauan Arab atau Jazirah Arab.[8][9] Sisi semenanjung Arab yang tidak dibatasi oleh laut ialah sisi utara.[10] Laut yang mengelilingi semenanjung Arab yaitu laut Merah, teluk Aden, laut Arab, teluk Oman, dan teluk Persia.[11] Tepian semenanjung Arab membentang dengan panjang antara 1 juta mil hingga 1,3 juta mil.[12] Kawasan di semenanjung Arab terbagi menjadi delapan, yaitu Hijaz, Yaman, Hadramaut, Muhrah, Oman, Al-Hasa', Nejed dan Ahqaf.[13]

Batas wilayah

[sunting | sunting sumber]

Batas-batas semenanjung Arab umumnya hanya memiliki sedikit perbedaan yang diperselisihkan. Secara umum, bagian barat semenanjung Arab berbatasan dengan laut Merah dan gunung Sinai. Pada bagian utara, semenanjung Arab berbatasan dengan negeri Syam dan sebagian kecil wilayah bagian selatan Irak. Pada bagian timur, Semenanjung Arab berbatasan dengan Teluk Arab dan sebagian besar wilayah Irak bagian selatan. Sementara itu, semenanjung Arab berbatasan dengan laut Arab yang terhubung dengan samudra Hindia di bagian selatan.[12]

Kondisi geografi

[sunting | sunting sumber]

Iklim dan cuaca

[sunting | sunting sumber]
Gurun di semenanjung Arab.

Sebagian besar wilayah semenanjung Arab memiliki kondisi yang gersang dan tandus.[14] Bagian tengah semenanjung Arab dilintasi oleh garis lintang utara yang bersifat tropis tetapi kondisi tanah di semenanjung Arab tidak bersifat tropis. Musim panas berlangsung lebih lama dibandingkan dengan musim dingin. Suhu pada siang dan malam hari sangat berbeda. Selama musim panas, suhu siang hari di semenanjung Arab rata-rata sebesar 130°F. Di sisi lain, suhu pada musim dingin di semenanjung Arab dalam mengakibatkan sengatan dingin.[15]

Pada malam hari selama musim panas, kondisi udara di semenanjung Arab menjadi sejuk. Udara yang sangat dingin terasa pada malam hari selama musim dingin. Salju umumnya muncul di beberapa puncak gunung di semenanjung Arab selama musim dingin. Selain itu, air pada beberapa puncak gunung di semenanjung Arab dapat membeku selama musim dingin. Aliran sungai kecil terbentuk dari puncak-puncak gunung di semenanjung Arab selama musim panas akibat melelehnya air yang sebelumnya membeku selama musim dingin.[16]

Curah hujan

[sunting | sunting sumber]
Aliran wadi di semenanjung Arab.

Curah hujan di semenanjung Arab rata-rata sebesar 4 inci per tahun yang tergolong sebagai curah hujan yang sangat rendah. Hanya wilayah bagian barat daya semenanjung Arab yang curah hujannya cukup tinggi dengan rata-rata sebesar 12 inci per tahun.[15] Wilayah dengan curah hujan yang rendah meliputi pedalaman semenanjung Arab yang berupa gurun.[17] Hujan sangat jarang terjadi di gurun semenanjung Arab karena luas lautan di sebelah barat dan timur semenanjung Arab tidak mencukupi untuk menghasilkan hujan.[18] Badai pasir yang terjadi di gurun secara musiman membuat partikel air hujan hilang dan hanya menyisakan sedikit kelembapan di daratan.[18]

Berbeda dengan daerah pedalaman, wilayah pantai bagian tengah dan selatan semenanjung Arab memiliki curah hujan yang tinggi.[17] Hujan terjadi di bagian selatan semenanjung Arab karena laut di sekitarnya mampu membawa partikel air hujan.[18] Hujan turun secara teratur di Hijaz, Yaman, Hadramaut, Oman dan Bahrain.[19]

Di semenanjung Arab hanya terdapat sedikit sungai yang mengalir secara terus-menerus.[20] Namun dataran tinggi yang berbatu di semenanjung Arab biasanya terdapat wadi.[11] Selama musim hujan di semenanjung Arab hanya tercipta lembah-lembah yang berair.[21] Selain itu, sungai yang terhubung sampai ke laut hanya terdapat di bagian selatan semenanjung Arab.[22]

Demografi

[sunting | sunting sumber]
Suku-suku di semenanjung Arab pada masa Arabia pra-Islam.

Semenanjung Arab diperkirakan telah dihuni oleh manusia sejak 1600 SM.[23] Penduduk asli di semenanjung Arab ialah bangsa Arab.[24] Sejarawan bernama Herodotus (484–425 SM) menggunakan istilah Arabae untuk merujuk kepada penghuni wilayah semenanjung Arab.[25] Para sejarawan muslim umumnya membedakan penduduk semenanjung Arab menjadi tiga jenis yaitu penduduk Arab kuno, penduduk Arab pribumi dan penduduk Arab pendatang. Keberadaan penduduk Arab kuno tidak dapat diketahui karena tidak memiliki catatan sejarah. Penduduk Arab kuno hanya diketahui melalui penyebutan kaumnya di dalam Al-Qur'an dan kitab-kitab sebelumnya. Keberadaan penduduk Arab pribumi dibedakan menjadi dua kelompok besar yang sama-sama merupakan keturunan Ismail, yaitu Qahthaniyun dan Adnaniyun. Qahthaniyun menghuni kawasan Yaman sedangkan Adnaniyun menghuni kawasan Hijaz.[26]

Penduduk semenanjung Arab di kawasan teluk Persia telah mendirikan negara kota sejak abad ke-3 SM.[27] Sementara itu, orang Bedawi Arab menghuni pegunungan di bagian tengah semenanjung Arab.[28] Di semenanjung Arab juga terdapat bangsa pendatang yang telah menetap sejak masa Arabia pra-Islam. Komunitas Yahudi menghuni wilayah yang kini menjadi bagian dari Arab Saudi dan Yaman.[29] Orang Yahudi tercatat telah menghuni bagian barat laut semenanjung Arab sejak zaman kuno dengan adanya bukti berupa makam kuno keluarga Yahudi dengan penanggalan sekitar tahun 42 M.[30]

Permukiman dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi terletak di pusat perkotaan, dataran tinggi, dataran pantai di bagian barat dan selatan semenanjung Arab.[31] Kawasan pedalaman semenanjung Arab memiliki tingkat kepadatan penduduk yang rendah karena kondisinya yang tandus dan kering. Sedangkan kawasan pesisir pantai di bagian tengah dan selatan semenanjung Arab memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi karena kondisi tanahnya yang subur.[7] Daerah dengan kawasan yang padat penduduk di semenanjung Arab meliputi Hijaz, Yaman, Hadramaut, Oman dan Bahrain.[19]

Pada tahun 1950, jumlah penduduk di semenanjung Arab terhitung sekitar 8 juta jiwa.[32] Pada tahun 1990, negara dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi di semenanjung Arab ialah Arab Saudi dan Yaman.[33] Pada tahun 1995, jumlah penduduk di semenanjung Arab terhitung sekitar 43 juta jiwa.[34] Pada tahun 2007, jumlah penduduk di semenanjung Arab terhitung sekitar 59 juta jiwa. Sekitar 80% dari total penduduk semenanjung Arab pada tahun 2007 tinggal di Arab Saudi dan Yaman.[35]

Dialek-dialek dalam bahasa Arab yang digunakan di semenanjung Arab.

Bahasa yang dituturkan oleh penduduk di semenanjung Arab adalah bahasa Arab.[36] Penuturan bahasa Arab telah berlangsung di semenanjung Arab selama masa Arabia pra-Islam.[37] Bahasa Arab telah digunakan di semenanjung Arab sejak masa hidup Ibrahim yang telah membentuk identitas bahasa Arab sebagai bahasa bagi bangsa Arab.[38] Namun penuturan bahasa Arab semakin menguat pada masyarakat Arab di semenanjung Arab setelah penggunaan bahasa Arab dalam landasan ajaran Islam yaitu Al-Qur'an.[39] Dialek Quraisy yang menjadi dialek baku bagi Al-Qur'an yang berbahasa Arab telah menjadi bahasa kesatuan di semenanjung Arab.[40]

Pemerintahan

[sunting | sunting sumber]

Masyarakat di seluruh semenanjung Arab pada masa Arabia pra-Islam telah memiliki identitas kesukuan dan kelompok etnik masing-masing.[41] Menjelang masa akhir Arabia pra-Islam pada awal abad ke-6 Masehi, kekuasaan atas wilayah bagian selatan dan barat daya dari semenanjung Arab diperebutkan melalui persaingan oleh Kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Sasaniyah. Kekuasaan Kekaisaran Bizantium saat itu mencakup wilayah di sebelah barat semenanjung Arab, sedangkan kekuasaan Kekaisaran Sasaniyah mencakup wilayah di sebelah timur semenanjung Arab. Dampak perebutan pengaruh kekuasaan antara Kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Sasaniyah terutama dialami oleh orang Arab yang menjadi penguasa lokal di bagian selatan semenanjung Arab.[14]

Para periode 150 tahun sebelum masa Islam, di kawasan Hijaz telah terbentuk beberapa kota di Hijaz dan beberapa negeri di bagian selatan semenanjung Arab.[42] Sementara itu, kekuasaan politik atas wilayah bagian utara semenanjung Arab pada awal abad ke-6 Masehi terdiri dari beberapa federasi yang terbentuk oleh tribalisme. Kondisi tersebut terjadi karena persaingan ketat antara Kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Sasaniyah yang menimbulkan ketidakstabilan kekuasaan politik oleh kedua kekaisaran tersebut di bagian utara semenanjung Arab.[43]

Wilayah kekuasaan Kekaisaran Bizantium (ungu), Kekaisaran Sasaniyah (kuning) dan vasal Kekaisaran Sasaniyah (jingga) di semenanjung Arab pada tahun 600 M.

Pada awal abad ke-6 Masehi, Kekaisaran Bizantium memengaruhi penguasa Abbisinia untuk mengadakan penyerangan terhadap Dzu Nawas yang menjadi penguasa di bagian selatan semenanjung Arab. Penyerangan tersebut mengakibatkan terjadinya pembantaian umat Kristiani di Najran oleh Dzu Nawas dalam masa yang sama sebagai balasannya. Wilayah bagian selatan semenanjung Arab akhirnya berada dalam pengaruh kekuasaan Kekaisaran Sasaniyah hingga masa kelahiran Muhammad dalam periode akhir Arabia pra-Islam.[14]

Wilayah kekuasaan Kekhalifahan Rasyidin (hijau) yang mencakup seluruh semenanjung Arab pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Sebelum Muhammad sebagai nabi dalam Islam meninggal pada tahun 632 M, seluruh wilayah semenanjung Arab berada dalam pemerintahan negara Islam pertama. Kekuasaan atas seluruh wilayah semenanjung Arab berlanjut pada masa Kekhalifahan Rasyidin dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama.[44] Kekuasaan Islam atas seluruh wilayah semenanjung Arab berlanjut pada masa pemerintahan Umar bin Khattab selaku khalifah pengganti Abu Bakar Ash-Shiddiq.[45] Setelah berakhirnya masa Kekhalifahan Rasyidin pada tahun 661 M, seluruh wilayah semenanjung Arab tetap menjadi bagian dari kekuasaan Islam selama masa kekhalifahan penerusnya yaitu Kekhalifahan Umayyah (661–750 M).[46][47] Setelah keruntuhan Kekhalifahan Umayyah, kekuasaan atas seluruh wilayah di semenanjung Arab beralih ke Kekhalifahan Abbasiyah. Namun para khalifah Kekhalifahan Abbasiyah lebih mengutamakan perkembangan peradaban Islam dibandingkan perluasan wilayah sehingga banyak wilayah yang tidak langsung dikuasai oleh khalifah melainkan dikelola oleh para gubernurnya.[48] Setelah 150 tahun masa pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Bagdad, salah satu kawasan otonominya mendirikan Kekhalifahan Fathimiyah dengan Kairo sebagai pusat pemerintahannya dan mulai memperluas wilayah kekuasaannya di semenanjung Arab.[49][50] Namun kawasan teluk Persia di semenanjung Arab tetap menjadi pemerintahan semi-otonomi pada abad ke-10 Masehi karena tidak dalam pemerintahan langsung oleh para khalifah di Bagdad maupun di Kairo. Kedua kekhalifahan mengutamakan pemerintahan langsung di kawasan yang tidak jauh dari pusat pemerintahannya.[51]

Negara-negara modern di semenanjung Arab pada abad ke-20 Masehi.

Pada tahun 1914, kekuasaan atas pemerintahan di Arabia Selatan terbagi antara Kesultanan Utsmaniyah dan Inggris. Kedua negara tersebut menetapkan batas kekuasaan masing-masing di Arabia Selatan dengan memisahkan Yaman menjadi dua pemerintahan. Wilayah bagian utara Yaman diatur pemerintahannya oleh Kesultanan Utsmaniyah, sedangkan wilayah bagian selatan Yaman diatur pemerintahannya oleh Inggris.[52]

Pada tahun 1932, Dinasti Saud mendirikan Arab Saudi yang menguasai sebagian besar wilayah di semenanjung Arab dalam satu pemerintahan.[53][54] Arab Saudi menyatukan wilayah Al-Ahsa di bagian timur, Najd di bagian tengah dan Hijaz di bagian barat semenanjung Arab dan memulai pemerintahannya sebagai kerajaan modern.[55] Sementara itu, Yaman dan Oman menguasai wilayah bagian selatan semenanjung Arab yang berbatasan langsung dengan samudra Hindia.[56]

Sebelum tahun 1971, Qatar, Bahrain, dan Uni Emirat Arab telah memperoleh kemerdekaan dari penjajahan. Negara-negara tersebut kemudian menjadi negara-negara yang memerintah di semenanjung Arab tanpa ada perubahan kekuasaan sejak tahun 1971.[57] Kuwait, Qatar, Bahrain, dan Uni Emirat Arab menjadi negara yang berkuasa di beberapa kawasan pantai di semenanjung Arab yang berbatasan dengan teluk Persia.[56] Wilayah semenanjung Arab pada masa kini terdiri dari Arab Saudi, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain dan Kuwait.[58]

Keagamaan

[sunting | sunting sumber]
Sebuah reruntuhan gereja yang didirikan pada abad ke-4 Masehi di wilayah timur semenanjung Arab.

Semenanjung Arab merupakan salah satu kawasan perkembangan agama-agama samawi oleh bangsa-bangsa dari keturunan Nuh yang mengawali pembentukan peradaban-peradaban di permukaan Bumi.[59] Namun pada masa hidup Ibrahim, penduduk di semenanjung Arab telah mengadakan penyembahan terhadap fenomena alam dengan objek penyembahan berupa Bulan, Matahari dan Venus.[60]

Pada awal abad ke-6 Masehi telah ada komunitas penganut agama Yahudi dan Kekristenan di semenanjung Arab. Agama Yahudi dianut oleh orang Yahudi yang mengadakan migrasi dari Arabia Selatan menuju ke utara dan menetap di Hijaz dan Khaibar. Sedangkan Kekristenan dianut oleh orang Arab di Arabia Selatan karena pengaruh poltiik dan perdagangan antara orang Arab dengan Kekaisaran Romawi dan Abbisinia.[43]

Pada masa Arabia pra-Islam, sebagian besar orang Arab di semenanjung Arab merupakan penyembah berhala. Para penyembah berhala meyakini bahwa Makkah adalah kota suci karena di dalamnya terdapat Ka'bah yang menjadi tempat penyimpanan berhala-berhala orang Arab.[61] Makkah menjadi pusat penyembahan berhala dalam keyakinan paganisme sekaligus politeisme.[62] Ka'bah telah dikunjungi oleh bangsa Arab selama masa Arabia pra-Islam untuk mengadakan ibadah yaitu haji dengan cara memuja patung-patung sesembahan yang diletakkan di sekitarnya.[63] Penyembahan terhadap patung-patung di semenanjung Arab dilakukan dengan mengadakan penyembelihan hewan di sekitar patung sebagai sesajen.[64]

Video yang menampilkan penyembahan berhala di semenanjung Arab pada masa Arabia pra-Islam.

Pada masa hidup Muhammad masih ada penduduk di semenanjung Arab yang menganut agama Yahudi dan Kekristenan.[65] Agama Yahudi pada masa hidup Muhammad dianut oleh keturunan Bani Israil dari Palestina yang menetap di Yastrib, Khaibar dan Yaman.[65] Sementara itu, Kekristenan dianut oleh orang Arab di semenanjung Arab bagian utara dan di Najran yang terletak di bagian selatan semenanjung Arab. Kekristenan di bagian utara semenanjung Arab dianut oleh orang Arab karena pengaruh dari Kekaisaran Bizantium. Sedangkan Kekristenan dianut oleh penduduk di Najran karena pengaruh penguasa Abisinia yang kini merupakan bagian dari negara Etiopia.[65]

Selain penyembahan berhala dan penganut agama, pada masa hidup Muhammad terdapat penduduk semenanjung Arab yang tidak mengadakan penyembahan berhala dan hanya memercayai keberadaan Tuhan yang Esa. Selain itu, orang Bedawi di semenanjung Arab mengadakan penyembahan terhadap pohon, bulan dan bintang tetapi tidak mengadakan penyembahan terhadap Matahari. Orang Bedawi meyakini bahwa bulan dan bintang merupakan pengatur kehidupan mereka. Sementara itu, Matahari tidak disembah oleh orang Bedawi karena dianggap sebagai perusak tanaman dan ternak.[66]

Semenanjung Arab juga menjadi salah satu kawasan yang menjadi asal dari agama samawi di dunia yaitu Islam.[67][68] Sekitar tahun 612 M dalam periode abad ke-7 Masehi, Muhammad mulai memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat Arab di semenanjung Arab melalui dakwah di Makkah.[69] Ajaran Islam ketika itu mengupayakan perbaikan atas nilai moral dan nilai sosial tertentu yang mendasar dalam masyarakat di semenanjung Arab.[70] Masyarakat muslim pertama mulai terbentuk di Madinah setelah Muhammad menyetujui Perjanjian Hudaibiyyah yang menyepakati gencatan senjata antara kaum Muslimin di Madinah dengan kaum musyrikin di Makkah.[71] Perjanjian Hudaibiyyah mengesahkan Islam sebagai salah satu agama yang diakui oleh masyarakat di semenanjung Arab sehingga mempermudah penyebaran ajaran Islam di seluruh wilayah semenanjung Arab.[72][73]

Penyebaran Islam di semenanjung Arab pada masa hidup Muhammad ditandai dengan warna merah yang gelap.

Ajaran Islam telah diperkenalkan di seluruh semenanjung Arab hanya dua tahun sejak disepakatinya Perjanjian Hudaibiyyah.[74] Pengamalan dan penyebaran ajaran Islam bermula dari bangsa Arab.yang menghuni semenanjung Arab.[75] Sejak masa hidup Muhammad, semenanjung Arab mulai menjadi pusat penyebaran Islam ke berbagai bangsa di sekitar bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.[76] Ajaran Islam tersebar di seluruh semenanjung Arab dalam sekitar 23 tahun masa dakwah Muhammad.[77]

Setelah Muhammad meninggal, Islam tetap dianut oleh masyarakat di semenanjung Arab.[78] Pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah atas seluruh wilayah semenanjung Arab, terjadi berbagai kemurtadan di berbagai wilayahnya.[79] Namun gerakan kemurtadan ini berhasil dihentikan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq melalui Perang Riddah.[80] Pada masa Umar bin Khattab menjadi khalifah, ia menetapkan kebijakan pemisahan penduduk muslim dan non-muslim di semenanjung Arab. Seluruh wilayah semenanjung Arab ditetapkan hanya dihuni oleh umat Islam. Sementara non-muslim ditempatkan di wilayah kekuasaan Kekhalifahan Rasyidin di luar semenanjung Arab.[81]

Beberapa tempat ibadah bagi umat Islam yang terletak di semenanjung Arab yaitu Makkah, sumur Zamzam, Gua Hira, Shofa dan Marwah, Arafah dan Mina.[82] Dua kota suci bagi umat Islam yaitu Makkah dan Madinah terletak dalam wilayah Arab Saudi di semenanjung Arab. Keberadaannya membuat semenanjung Arab khususnya Arab Saudi menjadi penting nilai keberadaannya bagi sejarah dan spiritualitas muslim di dunia dengan menjadikannya sebagai tempat tujuan ziarah tahunan.[83]

Pertanian

[sunting | sunting sumber]
Pohon kurma di Madinah.

Lahan pertanian di semenanjung Arab sangat terbatas.[31] Daerah pertanian yang subur di semenanjung Arab hanya ditemukan di pedesaan Makkah, Taif, Madinah dan 'Asir. Petani di semenanjung Arab pada awal abad ke-5 Masehi telah mengenal peralatan pertanian berupa bajak, cangkul, garu, dan tongkat kayu untuk menanam.[43]

Hasil pertanian utama di semenanjung Arab adalah kurma. Buah kurma menjadi bahan makanan pokok bagi manusia dan biji kurma ditumbuk untuk dijadikan sebagai makanan unta di semenanjung Arab. Sementara itu, batang kurma dijadikan sebagai bahan kayu bakar. Kawasan penghasil kurma di semenanjung Arab ialah Hijaz dengan Madinah sebagai sentra produksinya.[84] Organisasi Pangan dan Pertanian menyatakan bahwa jumlah pohon kurma yang tumbuh di semenanjung Arab sebanyak 64 juta pohon. Setiap tahunnya, pohon kurma di semenanjung Arab secara keseluruhan menghasilkan buah kurma seberat 2 juta ton. Kurma menjadi sumber penghidupan utama bagi penduduk semenanjung Arab yang hidup di kawasan padang pasir.[85]

Hasil pertanian lain di semenanjung Arab meliputi kopi, gandum, sayur dan buah-buahan.[84] Kopi, sayur, gandum dan buah-buahan selain kurma dihasilkan oleh kawasan pesisir yaitu Yaman dan Hadramaut.[84] Buah-buahan dan madu dihasilkan di Taif.[43]

Perdagangan antarbenua

[sunting | sunting sumber]
Peta Kerajaan Saba yang dikelola oleh Kaum Saba' di Arabia Selatan.

Daratan di sekeliling semenanjung Arab merupakan penghubung antarbenua karena letaknya yang berada di persimpangan antara benua Afrika, Eropa dan Asia.[86][6] Bagian barat laut dari daratan semenanjung Arab merupakan jalur masuk menuju ke benua Afrika. Daratan bagian timur laut dari semenanjung Arab merupakan jalur masuk menuju ke benua Eropa. Sedangkan daratan bagian timur semenanjung Arab menjadi jalur masuk bagi bangsa-bangsa-bangsa non-Arab di Timur Tengah dan di Timur Dekat menuju ke India dan Tiongkok. Di sisi lain, lautan di tepian semenanjung Arab juga menjadi penghubung antarbenua. Tepian daratan di bagian ujung utara dan ujung selatan semenanjung Arab menjadi pelabuhan bagi kapal laut dari berbagai bangsa.[86] Semenanjung Arab menjadi daerah persinggahan perdagangan antara negeri-negeri di kawasan laut Merah dan kawasan Timur Jauh.[87] Hubungan antara semenanjung Arab dengan kawasan Mesopotamia, Suriah, Palestina dan Kerajaan Romawi terbukti dengan keberadaan prasasti-prasasti yang menggunakan aksara non-Arab. Bahasa yang digunakan dalam prasasti-prasasti tersebut menggunakan bahasa Akkadia, bahasa Aram, bahasa Yunani dan bahasa Latin di semenanjung Arab.[88]

Sistem perdagangan di semenanjung Arab pertama kali dikembangkan oleh kaum Saba' yang membangun peradaban sebagai orang Arab di bagian selatan semenanjung Arab. Jalur perdagangan awal di bagian selatan semenanjung Arab terbagi dua yaitu jalur perdagangan barat di Yaman dan jalur perdagangan timur di Oman. Jalur perdagangan barat di Yaman menghubungkan Yaman dengan pasar-pasar di Hijaz dan Syam. Selain itu, jalur perdagangan barat di Yaman dilalui oleh para pedagang dari Syam yang berdagang ke bagian Arabia Selatan, Abbisinia dan kawasan Samudra Hindia. Sedangkan jalur perdagangan timur di Oman menghubungkan perdagangan dari pasar-pasar yang berada di Yaman, India, Persia, dan Syam.[89]

Jalur perdagangan di semenanjung Arab pada abad ke-3 Sebelum Masehi.

Hedrodotus (484–425 SM) mencatat bahwa penduduk di bagian selatan semenanjung Arab merupakan satu-satunya negeri penghasil kemenyan dan mur pada masa hidupnya.[90][91] Perdagangan kemenyan dan mur dari Arabia Selatan diadakan antara pedagang di Arabia Selatan dengan para pembeli dari Kerajaan Romawi dan Kekaisaran Seleukia. Kafilah-kafilah dagang dari Arabia Selatan mengangkut kemenyan dan mur menggunakan unta menuju ke wilayah Kerajaan Romawi dan Kekaisaran Seleukia. Pengangkutan kemenyan dan mur dari semenanjung Arab juga dilakukan melalui jalur laut dengan menggunakan kapal niaga.[92]

Setelah didirikannya Kota Makkah oleh Ibrahim dan Ismail, hubungan perniagaan di semenanjung Arab semakin meluas. Makkah menghubungkan jalur perdagangan dari kawasan yang kini termasuk wilayah Yaman, Etiopia, Hindia, Persia, Suriah dan Mesir.[93] Penduduk Makkah menjadikan Pasar Ukaz di Makkah sebagai pusat perdagangan dan kegiatan ekspor dan impor bagi semenanjung Arab.[94] Salah satu suku di semenanjung Arab yang menjadikan perjalanan untuk perdagangan ke sebelah utara dan sebelah selatan semenanjung Arab sebagai tradisi ialah suku Quraisy.[95] Pada musim dingin, suku Quraisy mengadakan perjalanan dagang dari Makkah ke Yaman. Kemudian pada musim panas, suku Quraisy mengadakan perjalanan dagang dari Makkah ke Syam.[84]

Persinggahan dan pertemuan antara para pedagang, peziarah, dan penyair dari suku-suku di semenanjung Arab terjadi di kawasan Hijaz.[96] Jalur perdagangan di Hijaz menjadi jalur perdagangan pertama di semenanjung Arab yang dibuat secara terencana. Cakupan jalurnya dimulai dari pelabuhan-pelabuhan laut dan pos-pos perbatasan di Palestina dan Transyordania yang terhubung dengan pantai-pantai semenanjung Arab bagian tengah yang berhadapan dengan laut Merah. Setelah itu, jalur Hijaz terhubung ke Yaman.[87]

Rute pelayaran perdagangan dari semenanjung Arab hingga ke Nusantara sekitar 800 M.

Sejak abad ke-7 Masehi, orang Arab muslim di Arabia Selatan telah mengadakan pelayaran untuk perdagangan hingga ke Asia Tenggara Daratan. Kegiatan perdagangan dilakukan dengan persinggahan pada kawasan bagian utara Pulau Sumatra di Nusantara.[97] Setelah keruntuhan Bagdad, pusat perdagangan dunia di semenanjung Arab berpusat di bagian timur yaitu di Muskat. Selain itu, terdapat pusat perdagangan pendukung lainnya yaitu Jeddah di kawasan laut Merah dan Aden di bagian selatan semenanjung Arab.[98]

Pada tahun 1614 M, penduduk di semenanjung Arab dari kalangan orang Arab mulai menjalin hubungan perdagangan dengan Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) yang dikelola oleh orang Belanda. Kegiatan perdagangan dengan VOC diadakan oleh para pedagang dari Jeddah, Makkah, dan Aden di bagian selatan dan timur semenanjung Arab.[99]

Peternakan

[sunting | sunting sumber]
Unta arab, spesies unta yang umum ditemukan di semenanjung Arab.

Dalam sejarah, penduduk di semananjung Arab mengadakan peternakan untuk tiga tujuan. Tujuan pertama ialah untuk perdagangan dan perjalanan kafilah antarpasar. Tujuan kedua ialah menghasilkan ternak yang dapat dijual atau disembelih di pasar dekat permukiman permanen. Tujuan ketiga adalah mengadakan perpindahan permukiman musiman untuk menyesuaikan dengan kondisi curah hujan dan ketersediaan pakan bagi ternak.[100]

Ternak yang terdapat di semenanjung Arab yaitu kambing, domba, unta dan kuda.[84] Namun penduduk pada perkampungan semenanjung Arab hanya menggembalakan ternak berupa kambing, unta dan domba. Pengembalaan juga dilakukan pada ternak dengan jumlah yang terbatas dan sedikit.[101] Kambing, domba, unta diternakkan untuk diambil dagingnya sebagai bahan makanan dan diolah kulitnya untuk menjadi pakaian. Bagi orang Bedawi Arab, susu unta dijadikan pengganti air minum. Unta juga diternakkan untuk dijadikan tunggangan untuk berkendara dan harta yang menjadi mas kawin, harta tebusan dan penentu kekayaan.[84] Sementara itu, kuda hanya digunakan sebagai tunggangan khusus bagi orang Arab untuk kegiatan olahraga, perburuan dan perang.[102]

Penggembalaan ternak dilakukan dalam jumlah yang terbatas dan sedikit karena penggembalaan yang berpindah-pindah sesuai dengan ketersediaan lahan.[101] Penggembalaan ternak diadakan di padang rumput yang tumbuh pada bagian tengah padang pasir di semenanjung Arab dengan tanah yang subur. Kegiatan penggembalaan ternak diadakan pada bulan-bulan tertentu ketika rumput tumbuh.[103] Padang rumput yang digunakan untuk penggembalaan ternak biasanya diperebutkan antara para penggembala ternak karena keterbatasan ketersediaan lahannya.[101]

Pertambangan minyak bumi

[sunting | sunting sumber]
Ladang minyak di Arab Saudi.

Penemuan cadangan minyak bumi yang melimpah di semenanjung Arab terjadi di wilayah Arab Saudi tidak lama setelah proklamasi pendirian Arab Saudi sebagai sebuah kerajaan pada tahun 1932. Pada tahun 1938, Raja Abdul Aziz bin Saud memulai eksplorasi minyak bumi di wilayah Arab Saudi dengan pengelolaan oleh perusahaan mnyak dari negara lain. Pengelolaan minyak bumi di Arab Saudi kemudian diambil alih oleh perusahaan milik negara Arab Saudi yaitu Saudi Aramco dan menjadikan minyak bumi sebagai sumber pendapatan utama dari Arab Saudi.[104]

Bab-el-Mandeb pada bagian sudut barat daya semenanjung Arab yang termasuk wilayah Yaman merupakan pos pemeriksaan dan pelabuhan bagi kapal pengangkut minyak bumi. Minyak bumi sebanyak 3,3 juta barel dari Teluk Persia diangkut melintasi Bab-el-Mandeb setiap harinya untuk dibawa ke Eropa dan Amerika Utara.[33]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Sugiyono 2023, hlm. 2.
  2. ^ Sugiyono 2023, hlm. 2-3.
  3. ^ Hitti, Philip K. (Oktober 2006). History of the Arabs: Rujukan Induk dan Paling Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam [History of the Arabs: From the Earliest Times to the Present]. Diterjemahkan oleh Yasin, R. C. L., dan Riyadi, D. S. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. hlm. 16–17. ISBN 979-3335-97-1. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: translators list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  4. ^ Zdanowski, Jerzy (2014). Middle Eastern Societies in the 20th Century (PDF) (dalam bahasa Inggris). Newcastle upon Tyne: Cambridge Scholars Publishing. hlm. 8. ISBN 978-1-4438-6606-4. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  5. ^ Musyarif 2019, hlm. 4.
  6. ^ a b Asy’arie, dkk. 2021, hlm. 2.
  7. ^ a b Kulsum 2021, hlm. 8.
  8. ^ Wargadinata, W., dan Fitriani, L. (2018). Hamid, M. Abdul (ed.). Sastra Arab Masa Jahiliyah dan Islam (PDF). Malang: UIN-Maliki Press. hlm. 29. ISBN 978-602-1190-93-7. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  9. ^ Al Ahnaf, dkk. 2024, hlm. 50.
  10. ^ Buana 2021, hlm. 7.
  11. ^ a b Mallon, D. P., dkk. (2023). The Conservation Status and Distribution of the Mammals of the Arabian Peninsula (PDF) (dalam bahasa Inggris). Gland: Uni Internasional untuk Konservasi Alam. hlm. 1. ISBN 978-2-8317-2231-3. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  12. ^ a b Al-Mubarakfuri 2012, hlm. 1.
  13. ^ Musyarif 2019, hlm. 5.
  14. ^ a b c Asy’arie, dkk. 2021, hlm. 4.
  15. ^ a b Abdurrahman (2016). Rusdianto (ed.). Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW: Dari Sebelum Masa Kenabian hingga Sesudahnya. Yogyakarta: Saufa. hlm. 24. ISBN 978-602-279-228-4. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  16. ^ Buana 2021, hlm. 13.
  17. ^ a b Nasution 2013, hlm. 9.
  18. ^ a b c Musyarif 2019, hlm. 4-5.
  19. ^ a b Kulsum 2021, hlm. 8-9.
  20. ^ Gunawan, Mubarak dan Mukmin (April 2025). Rimelfi (ed.). Nilai-Nilai Pendidikan dalam Sejarah Islam Arab: Sebuah Telaah Historis. Padang: Azzia Karya Bersama. hlm. 46. ISBN 978-623-89869-7-2. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  21. ^ Istikomah dan Ramadlon 2019, hlm. 4.
  22. ^ Yakub, Tanjung dan Siregar 2015, hlm. 1.
  23. ^ Sugiyono 2023, hlm. 59.
  24. ^ Zohdi 2018, hlm. 17.
  25. ^ Aziz, Abdul (Mei 2016). Baedowi, Ahmad (ed.). Chiefdom Madinah: Kerucut Kekuasaan pada Zaman Awal Islam. Tangerang Selatan: Pustaka Alvabet. hlm. 158. ISBN 978-602-9193-85-5. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  26. ^ Asy'arie, dkk. 2021, hlm. 3.
  27. ^ A‘ẓamī, Muḥammad Muṣṭafá (2005). Wibowo, Hari (ed.). Sejarah Teks Al-Quran dari Wahyu sampai Kompilasi: Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru [The History of The Qur'anic Text: From Revelation to Compilation]. Diterjemahkan oleh Solihin, S., dkk. Depok: Gema Insani. hlm. 15. ISBN 979-561-937-3. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: translators list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  28. ^ Aizid, Rizem (Januari 2025). Hanafi, Amar (ed.). Sejarah Peradaban Islam Terlengkap: Periode Klasik, Pertengahan, dan Modern. Yogyakarta: DIVA Press. hlm. 80. ISBN 978-623-189-505-9. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  29. ^ Anwar, Khoirul (September 2021). Muwahib, Muhammad Zainal (ed.). Bintang Daud di Jazirah Arab: Relasi Politik Nabi Muhammad dengan Yahudi di Madinah. Semarang: eLSA Press. hlm. xiv. ISBN 978-602-6418-09-8. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  30. ^ Hoyland 2002, hlm. 146.
  31. ^ a b Bourn 2003, hlm. 3.
  32. ^ Profanter, A., dan Owtram, F., ed. (2013). Citizenship in Transition: New Perspectives on Transnational Migration from the Middle East to Europe (dalam bahasa Inggris). Newcastle upon Tyne: Cambridge Scholars Publishing. hlm. 22. ISBN 978-1-4438-4986-9. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  33. ^ a b Printina 2019, hlm. 54.
  34. ^ Moustafa, A. T., dkk., ed. (Februari 1998). Protected Agriculture in the Arabian Peninsula: Summary Proceedings of an International Workshop (dalam bahasa Inggris). International Center for Agricultural Research in the Dry Areas (ICARDA). hlm. 2. ISBN 978-9-2912-7081-1. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  35. ^ Roudi-Fahimi, F., dan Kent, M. M. (2007). Kent, Mary Mederios (ed.). "Challenges and Opportunities: The Population of the Middle East and North Africa" (PDF). Population Bulletin (dalam bahasa Inggris). 6 (2). Population Reference Bureau: 4. ISSN 0032-468X. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  36. ^ Kusmawati, E., dan Nikmah, K. (Januari 2025). Subu`: Menyelami Tradisi Masyarakat Mesir. Yogyakarta: Stiletto Book. hlm. 7. ISBN 978-623-409-493-0. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  37. ^ Hatke, George (2019). "The Other South Arabians: The Ancient South Arabian Kingdoms and their MSA (Modern South Arabian) Neighbors, ca. 300 BCE-550 CE". Dalam Hatke, G., dan Ruzicka, R. (ed.). Ancient South Arabia through History: Kingdoms, Tribes, and Traders (PDF) (dalam bahasa Inggris). hlm. 2. ISBN 978-1-5275-3055-3. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  38. ^ Ash-Shallabi 2022, hlm. 37.
  39. ^ Sugiyono 2023, hlm. 115.
  40. ^ Sugiyono 2023, hlm. 118.
  41. ^ Widayanti, Rizka (Januari 2024). Dewi, Yelfi (ed.). Sejarah Perkembangan Sastra Arab (PDF). Kota Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi. hlm. 7. ISBN 978-623-121-764-6. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  42. ^ Dwijonagoro, Wiratomo dan Hadi 2023, hlm. 43.
  43. ^ a b c d Asy'arie, dkk. 2021, hlm. 5.
  44. ^ Zakariya 2018, hlm. 17.
  45. ^ Zubaidah 2016, hlm. 45.
  46. ^ Zakariya 2018, hlm. 20-21.
  47. ^ Hak, Nurul (2019). Rekayasa Sejarah Islam Daulah Bani Umayyah Di Syria (4 – 132 H./660 – 750 M.): Seri Kajian Kritis Sejarah Peradaban Islam dan Historiografi Islam Klasik (PDF). Bantul: Idea Press Yogyakarta. hlm. 24. ISBN 978-623-7085-48-5. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  48. ^ Aizid, Rizem (2023). Rusdianto (ed.). Selayang Pandang Dinasti Abbasiyah. Yogyakarta: Diva Press. hlm. 23–24. ISBN 978-623-189-213-3. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  49. ^ Mutia, A. S., Prayogi, A., dan Afabih, A. (2018). "Perpustakaan Islam Pencetak Cendekiawan". Majalah Tebuireng (Edisi 58): 58. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  50. ^ Usmani, Ahmad Rofi' (2016). Islamic Golden Stories: Para Pemimpin yang Menjaga Amanah. Yogyakarta: Bentang Bunyan. hlm. 154. ISBN 978-602-291-255-2. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  51. ^ Khan, Adnan (2016). Maktaba Islamia (ed.). 100 Years of the Middle East: The Struggle for the Post Sykes-Picot Middle East (dalam bahasa Inggris). CreateSpace Independent Publishing Platform. hlm. 175. ISBN 978-1539-3541-3-0. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  52. ^ Printina 2019, hlm. 57.
  53. ^ Zein, Mohamad Fadhilah (Oktober 2018). Islam di Yordania, Maroko dan Spanyol. Mohamad Fadhilah Zein. hlm. 199. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  54. ^ Al Ahnaf, dkk. 2024, hlm. 19.
  55. ^ Al Qurtuby, S., dkk. (September 2021). Pendidikan & Revolusi Industri 4.0 Arab Saudi dan Indonesia. Semarang: eLSA Press. hlm. 37. ISBN 978-602-6418-76-0. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  56. ^ a b Hemdi, Yoli (2021). Sejarah Keteladanan Nabi Muhammad SAW.: Memahami Kemuliaan Rasulullah Berdasarkan Tafsir Mukjizat Al-Qur'an. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 23. ISBN 978-602-06-5109-5. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  57. ^ Pétriat, Philippe (2023). "Back to Asia? South Asia and the Arabian Peninsula". Arabian Humanities (dalam bahasa Inggris). 17. doi:10.4000/cy.9507. ISSN 2308-6122.
  58. ^ García, N., dkk. (2015). The Status and Distribution of Freshwater Biodiversity in the Arabian Peninsula (PDF) (dalam bahasa Inggris). Gand: Uni Internasional untuk Konservasi Alam. hlm. 1. ISBN 978-2-8317-1706-7. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  59. ^ Ash-Shallabi 2022, hlm. 38-39.
  60. ^ Ash-Shallabi 2022, hlm. 49.
  61. ^ Dwijonagoro, Wiratomo dan Hadi 2023, hlm. 72.
  62. ^ Prabowo 2022, hlm. 8.
  63. ^ Zohdi 2018, hlm. 20.
  64. ^ Prabowo 2022, hlm. 288.
  65. ^ a b c Nasution 2013, hlm. 16.
  66. ^ Nasution 2013, hlm. 17.
  67. ^ Pamungkas, Jati (Juni 2022). Dahlila F., Atika (ed.). Paganisme Bangsa Arab Pra-Islam (PDF). Banyumas: CV. Cakrawala Satria Mandiri. hlm. 4. ISBN 978-623-5850-08-5. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  68. ^ Ridhwan. Hasanah, Uswatun (ed.). Islam dalam Lanskap Sosial: Memahami Teks dalam Bingkai Konteks (PDF). Sleman: Zahir Publishing. hlm. 26. ISBN 978-602-5541-26-1. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  69. ^ Sidiq, R., Najuah, dan Lukitoyo, P. S. (September 2020). Rikki, A., dan Simarmata, J. (ed.). Sejarah Indonesia Periode Islam (PDF). Yayasan Kita Menulis. hlm. 1. ISBN 978-623-6761-12-0. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  70. ^ Ahmad Rofi', Usmani (Oktober 2016). Dawami, I., dan Intan, N. (ed.). Islamic Golden Stories: Tanggung Jawab Pemimpin Muslim. Sleman: Penerbit Bunyan. hlm. 164. ISBN 978-602-291-266-8. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  71. ^ Abdullah 2022, hlm. 61-62.
  72. ^ Abdullah 2022, hlm. 91.
  73. ^ Zaki 2019, hlm. 138.
  74. ^ Zaki 2019, hlm. 151-152.
  75. ^ Zaki 2019, hlm. 25.
  76. ^ Abdullah 2022, hlm. 28.
  77. ^ Syauqi, A., dkk. (Mei 2016). Badrian (ed.). Sejarah Peradaban Islam (PDF). Sleman: Aswaja Pressindo. hlm. 1. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  78. ^ Dwijonagoro, Wiratomo dan Hadi 2023, hlm. 71-72.
  79. ^ Zubaidah 2016, hlm. 42.
  80. ^ Mursi, Muhammad Sa'id (Oktober 2020). Ihsan, Muhammad (ed.). Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah [Uzhamaa'u Al-Islam 'Abra Arba'ah Asyra Qarnan min Az-Zamaan]. Diterjemahkan oleh Harahap, K. A., dan Faozan, A. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 8. ISBN 978-979-592-900-0. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: translators list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  81. ^ Zohdi 2018, hlm. 48.
  82. ^ Istikomah dan Ramadlon 2019, hlm. 3-4.
  83. ^ Al Ahnaf, dkk. 2024, hlm. 58.
  84. ^ a b c d e f Nasution 2013, hlm. 12.
  85. ^ Rostita (Agustus 2009). Rizki H., Budhyastuti (ed.). Kurma: Khasiat dan Keajaiban. Bandung: Qanita. hlm. 10. ISBN 978-602-8579-08-7. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  86. ^ a b Al-Mubarakfuri 2012, hlm. 2.
  87. ^ a b Yakub, Tanjung dan Siregar 2015, hlm. 10.
  88. ^ Marx, Michael (2011). "Writing Systems and Languages of Arabia – A Tour". Dalam Franke, U., dkk. (ed.). Roads of Arabia: The Archaeological Treasures of Saudi Arabia (PDF) (dalam bahasa Inggris). Berlin: Pergamon Museum. hlm. 181. ISBN 978-3-88609-721-0. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  89. ^ Asy'arie, dkk. 2021, hlm. 8.
  90. ^ Susmihara (2017). Hasaruddin (ed.). Sejarah Peradaban Dunia I (PDF). Makassar: Alauddin University Press. hlm. 36. ISBN 978-602-237-662-0. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  91. ^ Hoyland 2002, hlm. 3.
  92. ^ Hoyland 2002, hlm. 103.
  93. ^ Sugiyono 2023, hlm. 6.
  94. ^ Asy'arie, dkk. 2021, hlm. 7.
  95. ^ Sugiyono 2023, hlm. 39.
  96. ^ Sugiyono 2023, hlm. 123.
  97. ^ Rohidin (2018). Pengantar Hukum Islam: Dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia (PDF). Yogyakarta: FH UII Press. hlm. 154. ISBN 978-602-7802-30-8. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  98. ^ al-Naqeeb, Khaldoun Hasan (1990). Society and state in the Gulf and Arab Peninsula: A Different Perspective (PDF) (dalam bahasa Inggris). Diterjemahkan oleh Kenny, L. M. London: Routledge. hlm. 7. ISBN 0-415-04162-7. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  99. ^ As-Sirjani, Raghib (2015). Hasmand, Ferdian (ed.). The Harmony of Humanity. Diterjemahkan oleh Nur, F. S., Zuhri, M. A., dan Irham, M. Jakarta Timur: Pustaka Al Kautsar. hlm. 47. ISBN 978-979-592-700-6. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: translators list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  100. ^ Bourn 2003, hlm. 42.
  101. ^ a b c Musyarif 2019, hlm. 17.
  102. ^ Nasution 2013, hlm. 13.
  103. ^ Buana 2021, hlm. 12.
  104. ^ Al Ahnaf, dkk. 2024, hlm. 70-71.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]