Prasasti Kedukan Bukit: Perbedaan antara revisi
Baris 30: | Baris 30: | ||
=== Keterangan === |
=== Keterangan === |
||
Pada baris ke-8 terdapat unsur [[penanggalan|pertanggalan]] |
Pada baris ke-8 terdapat unsur [[penanggalan|pertanggalan]], namun bagian akhir unsur pertanggalan pada prasasti ini telah hilang. Seharusnya bagian tersebut diisi dengan nama bulan. Berdasarkan data dari fragmen prasasti No. D.161 yang ditemukan di [[Prasasti Telaga Batu|Situs Telaga Batu]], [[Johannes Gijsbertus de Casparis|J.G. de Casparis]] (1956:11-15) dan [[M. Boechari]] (1993: A1-1-4) mengisinya dengan nama bulan Āsāda. Maka lengkaplah pertanggalan prasasti tersebut, yaitu hari kelima paro-terang bulan Āsāda yang bertepatan dengan tanggal 16 Juni 682 Masehi.<ref>Casparis, J.G. de, (1956), ''Prasasti Indonesia II: Selected Inscriptions from the 7th to the 9th Century A.D.'', Dinas Purbakala Republik Indonesia, Bandung: Masa Baru.</ref> |
||
Menurut [[George Cœdès]], siddhayatra berarti semacam “[[ramuan]] bertuah” (''potion magique'') |
Menurut [[George Cœdès]], ''siddhayatra'' berarti semacam “[[ramuan]] bertuah” (''potion magique''), tetapi kata ini bisa pula diterjemahkan lain. Menurut kamus Jawa Kuna [[Zoetmulder]] (1995): ''sukses dalam perjalanan''. Dengan terjemahan tersebut kalimat di atas dapat diubah: “Sri Baginda naik sampan untuk '''melakukan penyerangan''', sukses dalam perjalanannya.” |
||
Dari prasasti Kedukan Bukit, didapatkan |
Dari prasasti Kedukan Bukit, didapatkan data sebagai berikut:<ref>Damais, Louis-Charles, (1952), ''Etude d’Epigraphie Indonesienne III: Liste des Principales Datees de l’Indonesie'', BEFEO, tome 46.</ref> Dapunta Hyang berangkat dari Minanga dan menaklukan kawasan tempat ditemukannya prasasti ini (Sungai Musi, Sumatera Selatan).<ref>Soekmono, R., (2002), ''Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2'', Kanisius, ISBN 979-413-290-X</ref> Karena kesamaan bunyinya, ada yang berpendapat Minanga Tamwan adalah sama dengan [[Minangkabau]], yakni wilayah pegunungan di hulu sungai [[Batanghari]]. Ada juga berpendapat Minanga tidak sama dengan [[Malayu]], kedua kawasan itu ditaklukkan oleh Dapunta Hyang, tempat penaklukan Malayu terjadi sebelum menaklukan Minanga dengan menganggap isi prasasti ini menceritakan penaklukan Minanga.<ref>Irfan, N.K.S., (1983), ''Kerajaan Sriwijaya: pusat pemerintahan dan perkembangannya'', Girimukti Pasaka</ref> Sementara itu [[Soekmono]] berpendapat bahwa Minanga Tamwan bermakna pertemuan dua sungai (karena ''tamwan'' berarti 'temuan'), yakni [[Sungai Kampar]] Kanan dan Sungai Kampar Kiri di [[Riau]],<ref name="Soekmono">{{cite book | author= Drs. R. Soekmono,| title= ''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed. | publisher = Penerbit Kanisius | year= 1973 5th reprint edition in 1988 | location =Yogyakarta| page =38| id= ISBN 979-4132290X}}</ref> yakni wilayah sekitar [[Candi Muara Takus]]. Kemudian ada yang berpendapat Minanga berubah tutur menjadi Binanga, sebuah kawasan yang terdapat pada sehiliran [[Sungai Barumun]] (Provinsi [[Sumatera Utara]] sekarang).<ref>Muljana, Slamet, (2006), ''Sriwijaya'', PT. LKiS Pelangi Aksara, ISBN 978-979-8451-62-1</ref> Pendapat lain menduga bahwa armada yang dipimpin Jayanasa ini berasal dari luar [[Sumatera]], yakni dari Semenanjung Malaya.<ref>{{cite book |last=Coedes|first=George|title=The Indianized States of Southeast Asia|publisher= University of Hawaii Press|year=1996|location=|url= |doi= |pages= 82|id= ISBN 978-0-8248-0368-1}}</ref> |
||
== Referensi == |
== Referensi == |
Revisi per 20 Desember 2012 15.29
Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146.
Teks Prasasti
Alih Aksara
- svasti śrī śakavaŕşātīta 605 (604 ?) ekādaśī śu
- klapakşa vulan vaiśākha dapunta hiya<m> nāyik di
- sāmvau mangalap siddhayātra di saptamī śuklapakşa
- vulan jyeşţha dapunta hiya<m> maŕlapas dari minānga
- tāmvan mamāva yamvala dualakşa dangan ko-(sa)
- duaratus cāra di sāmvau dangan jālan sarivu
- tlurātus sapulu dua vañakña dātamdi mata jap
- sukhacitta di pañcamī śuklapakşa vula<n>...
- laghu mudita dātam marvuat vanua...
- śrīvijaya jaya siddhayātra subhikşa...
Alih Bahasa
- Selamat ! Tahun Śaka telah lewat 604, pada hari ke sebelas
- paro-terang bulan Waiśakha Dapunta Hiyang naik di
- sampan mengambil siddhayātra. di hari ke tujuh paro-terang
- bulan Jyestha Dapunta Hiyang berlepas dari Minanga
- tambahan membawa bala tentara dua laksa dengan perbekalan
- dua ratus cara (peti) di sampan dengan berjalan seribu
- tiga ratus dua belas banyaknya datang di mata jap (Mukha Upang)
- sukacita. di hari ke lima paro-terang bulan....(Asada)
- lega gembira datang membuat wanua....
- Śrīwijaya jaya, siddhayātra sempurna....
Keterangan
Pada baris ke-8 terdapat unsur pertanggalan, namun bagian akhir unsur pertanggalan pada prasasti ini telah hilang. Seharusnya bagian tersebut diisi dengan nama bulan. Berdasarkan data dari fragmen prasasti No. D.161 yang ditemukan di Situs Telaga Batu, J.G. de Casparis (1956:11-15) dan M. Boechari (1993: A1-1-4) mengisinya dengan nama bulan Āsāda. Maka lengkaplah pertanggalan prasasti tersebut, yaitu hari kelima paro-terang bulan Āsāda yang bertepatan dengan tanggal 16 Juni 682 Masehi.[2]
Menurut George Cœdès, siddhayatra berarti semacam “ramuan bertuah” (potion magique), tetapi kata ini bisa pula diterjemahkan lain. Menurut kamus Jawa Kuna Zoetmulder (1995): sukses dalam perjalanan. Dengan terjemahan tersebut kalimat di atas dapat diubah: “Sri Baginda naik sampan untuk melakukan penyerangan, sukses dalam perjalanannya.”
Dari prasasti Kedukan Bukit, didapatkan data sebagai berikut:[3] Dapunta Hyang berangkat dari Minanga dan menaklukan kawasan tempat ditemukannya prasasti ini (Sungai Musi, Sumatera Selatan).[4] Karena kesamaan bunyinya, ada yang berpendapat Minanga Tamwan adalah sama dengan Minangkabau, yakni wilayah pegunungan di hulu sungai Batanghari. Ada juga berpendapat Minanga tidak sama dengan Malayu, kedua kawasan itu ditaklukkan oleh Dapunta Hyang, tempat penaklukan Malayu terjadi sebelum menaklukan Minanga dengan menganggap isi prasasti ini menceritakan penaklukan Minanga.[5] Sementara itu Soekmono berpendapat bahwa Minanga Tamwan bermakna pertemuan dua sungai (karena tamwan berarti 'temuan'), yakni Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri di Riau,[6] yakni wilayah sekitar Candi Muara Takus. Kemudian ada yang berpendapat Minanga berubah tutur menjadi Binanga, sebuah kawasan yang terdapat pada sehiliran Sungai Barumun (Provinsi Sumatera Utara sekarang).[7] Pendapat lain menduga bahwa armada yang dipimpin Jayanasa ini berasal dari luar Sumatera, yakni dari Semenanjung Malaya.[8]
Referensi
- ^ The Encyclopedia of Malaysia: Languages and Literature, Volume 9 / edited by Prof. Dato' Dr. Asmah Haji Omar
- ^ Casparis, J.G. de, (1956), Prasasti Indonesia II: Selected Inscriptions from the 7th to the 9th Century A.D., Dinas Purbakala Republik Indonesia, Bandung: Masa Baru.
- ^ Damais, Louis-Charles, (1952), Etude d’Epigraphie Indonesienne III: Liste des Principales Datees de l’Indonesie, BEFEO, tome 46.
- ^ Soekmono, R., (2002), Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2, Kanisius, ISBN 979-413-290-X
- ^ Irfan, N.K.S., (1983), Kerajaan Sriwijaya: pusat pemerintahan dan perkembangannya, Girimukti Pasaka
- ^ Drs. R. Soekmono, (1973 5th reprint edition in 1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, 2nd ed. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 38. ISBN 979-4132290X.
- ^ Muljana, Slamet, (2006), Sriwijaya, PT. LKiS Pelangi Aksara, ISBN 978-979-8451-62-1
- ^ Coedes, George (1996). The Indianized States of Southeast Asia. University of Hawaii Press. hlm. 82. ISBN 978-0-8248-0368-1.
Bacaan selanjutnya
- George Coedes, Les inscriptions malaises de Çrivijaya, BEFEO, 1930.
- J.G. de Casparis, Indonesian Paleography, 1975