Boedi Oetomo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 7: Baris 7:


== Budi Utomo ==
== Budi Utomo ==
Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pada pukul sembilan pagi, bertempat di salah satu ruang belajar STOVIA, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka. Maka lahirlah '''Boedi Oetomo'''. Namun, para pemuda juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa "kaum tua" yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.
Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pada pukul sembilan pagi, bertempat di
salah satu ruang belajar STOVIA, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia
menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka.
Maka lahirlah '''Boedi Oetomo'''. Namun, para pemuda juga menyadari
bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak, di samping
harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa "kaum
tua"-lah yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para pemuda sendiri
akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.


Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin organisasi. Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan "priayi" atau para bangsawan dari kalangan keraton, seperti Raden Adipati [[Tirtokoesoemo]], bekas [[Bupati]] [[Karanganyar]] (presiden pertama Budi Utomo), dan Pangeran [[Ario Noto Dirodjo]] dari [[Keraton Pakualaman]].
Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian
pemimpin organisasi. Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan
"priayi" atau para bangsawan dari kalangan keraton, seperti Raden
Adipati [[Tirtokoesoemo]], bekas [[Bupati]] [[Karanganyar]] (presiden
pertama Budi Utomo), dan Pangeran [[Ario Noto Dirodjo]] dari [[Keraton
Pakualaman]].


== Perkembangan ==
== Perkembangan ==
Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan
Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran [[Noto Dirodjo]]. Saat itu, [[Ernest Douwes Dekker|Douwes
Dekker]], seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam
Pangeran [[Noto Dirodjo]]. Saat itu, [[Ernest Douwes Dekker|Douwes
tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai "tanah air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam
Dekker]], seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa
pemahaman orang Jawa. Maka muncullah [[Indische Partij]] yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air api udara" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.
Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam
tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai "tanah
air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam
pemahaman orang Jawa. Maka muncullah [[Indische Partij]] yang sudah lama
dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini
bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa
terkecuali. Baginya "tanah air api udara" (Indonesia) adalah di atas
segala-galanya.


Pada masa itu pula muncul [[Sarekat Islam]], yang pada awalnya
Pada masa itu pula muncul [[Sarekat Islam]], yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun
kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara lain, [[Tjokroaminoto]], menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.
dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun
kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi
bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara
lain, [[Tjokroaminoto]], menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk
mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh
penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang
Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya
yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan
perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische
Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.


Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna
Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna [[nasionalisme]] makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus
yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
[[nasionalisme]] makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus
yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak
merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang
orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui
penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.


Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama
Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama [[Ki Hadjar Dewantara]]) untuk menulis sebuah artikel "''Als ik
Nederlander was''" (''Seandainya Saya Seorang Belanda''), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak
[[Ki Hadjar Dewantara]]) untuk menulis sebuah artikel "''Als ik
Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan [[Tjipto Mangoenkoesoemo]] ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: [[Boemi Poetera]]). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam
Nederlander was''" (''Seandainya Saya Seorang Belanda''), yang
dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak
Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman
dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan [[Tjipto Mangoenkoesoemo]] ke
penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: [[Boemi Poetera]]).
Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam
pergerakan orang-orang pribumi.
pergerakan orang-orang pribumi.


Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.
Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan
kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah
manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang
Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia"
tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan
demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa,
Sulawesi maupun Maluku.


Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota. Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme "Indonesia" ada dan merupakan unsur yang paling penting.
Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan
bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk
mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula
Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya
mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota.

Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera
tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam,
nasionalisme "Indonesia" ada dan merupakan unsur yang paling penting.


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

Revisi per 25 Juni 2012 16.30

Monumen Kebangkitan Nasional di Solo

Budi Utomo (ejaan Soewandi: Boedi Oetomo) adalah sebuah organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. Digagaskan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal gerakan yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa.

Saat ini tanggal berdirinya Budi Utomo, 20 Mei, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Budi Utomo

Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pada pukul sembilan pagi, bertempat di salah satu ruang belajar STOVIA, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka. Maka lahirlah Boedi Oetomo. Namun, para pemuda juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa "kaum tua" yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.

Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin organisasi. Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan "priayi" atau para bangsawan dari kalangan keraton, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo, bekas Bupati Karanganyar (presiden pertama Budi Utomo), dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman.

Perkembangan

Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai "tanah air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air api udara" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.

Pada masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.

Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus

yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.

Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.

Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.

Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota. Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme "Indonesia" ada dan merupakan unsur yang paling penting.

Pranala luar