Gedung Bank Indonesia Aceh: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
RafiHdwrd (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi ''''Gedung Bank Indonesia Aceh'''adalah bangunan berarsitektur kolonial peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang terletak di Jalan Cut Mutia No. 15, Kota Banda...'
 
RafiHdwrd (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 23: Baris 23:


[[Kategori:Aceh]]
[[Kategori:Aceh]]
[[Kategori:Banda Aceh]]
[[Kategori:Kota Banda Aceh]]
[[Kategori:Bangunan Belanda di Indonesia]]
[[Kategori:Bangunan Belanda di Indonesia]]
[[Kategori:Bangunan dan struktur di Aceh]]
[[Kategori:Bangunan dan struktur di Aceh]]

Revisi per 19 Maret 2019 07.29

Gedung Bank Indonesia Acehadalah bangunan berarsitektur kolonial peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang terletak di Jalan Cut Mutia No. 15, Kota Banda Aceh. Bangunan ini dibangun pada 2 Desember 1918 dan dulu dikenal sebagai kantor cabang De Javasche Bank sebelum diambil alih oleh BI pada 1 Juli 1953. Gedung ini terletak ditengah kota, tidak jauh dari pusat perekonomian pasar Aceh dan di bagian depan arah timur terdapat sungai Krueng Aceh.[1]

Pada tanggal 2 Desember 2018, gedung yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak tahun 1999 ini genap berusia 100 tahun. Gedung ini pun dioptimalkan sebagai salah satu cagar budaya untuk mengembangkan pariwisata di Aceh. Bentuk dan nilai sejarah yang dimilikinya menjadikan gedung ini sebagai ikon wisata dan sering dijadikan objek pengambilan foto oleh masyarakat.[2]

Sejarah

Perjalanan panjang bangsa Indonesia sejak era penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perjuangan memperebutkan dan mempertahankan kemerdekaan, hingga era pengisian kemerdekaan, tidak dapat dipisahkan dari peran besar masyarakat Aceh, termasuk para pahlawan Aceh. Selain itu, di bidang ekonomi, Aceh memiliki peranan strategis bagi perekonomian bangsa. Sumber daya alam yang dimiliki, menjadikan Aceh sebagai salah satu daerah yang berkontribusi bagi kemajuan ekonomi nasional. Pada jaman penjajahan, hasil perkebunan Aceh seperti lada, pala, cengkeh, dan karet, menjadi incaran Belanda. Kontribusi hasil perkebunan Aceh tetap berlanjut pasca kemerdekaan, dimana ekspor Indonesia untuk komoditas seperti karet, lada, pala, dan cengkeh, mayoritas dihasilkan dari bumi Aceh.[3]

Peran strategis Aceh dalam perekonomian Indonesia adalah dengan dibangunnya gedung ini. Gedung yang awalnya milik De Javasche Bank ini mengindikasikan perekonomian Aceh kala itu dianggap penting, sehingga De Javasche Bank yang merupakan bank sirkulasi milik pemerintahan Hindia Belanda membuka kantornya di Kutaraja (nama Banda Aceh kala itu).[3]

Selama 125 tahun beroperasi di Indonesia (1828-1953), De Javasche Bank telah membuka 24 kantor yang tersebar di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Khusus di Sumatera, kantor De Javasche Bank hanya ada di Aceh, Medan, Padang dan Palembang. Keberadaan gedung peninggalan De Javasche Bank ini, menambah keistimewaan Aceh bila dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, selain keistimewaan lainnya seperti penerapan syariat Islam dalam pemerintahan.[3]

Pada 1 Juli 1953, menyusul kemerdekaan Indonesia, fungsi dan operasi De Javasche Bank di seluruh Indonesia diambil alih oleh Bank Indonesia (BI). Gedung ini masih dimanfaatkan sebagai gedung Bank Indonesia sampai saat ini.[1]

Arsitektur

Secara fisik, bangunan ini memperlihatkan arsitektur Kolonial yang dikombinasikan dengan unsur-unsur bangunan tropis. Bagian atapnya berbentuk limasan dan bentuk kerucut dengan jendela, serta ventilasi hampir memenuhi keseluruhan dinding bangunan, baik pada tingkat dasar maupun pada tingkat atas. Sebagai bangunan pemerintah yang didirikan pada masa Kolonial maka tidak mengherankan apabila bangunan ini tampak begitu kokoh dengan dua menara yang mengapit bangunan tersebut. Bangunan menghadap ke arah timur berdenah segi empat. Bangunan terdiri atas tiga bagian yaitu, bangunan induk terletak ditengah-tengah yang diapit oleh dua bangunan yang menyerupai menara yang saling berhubungan.[1]

Gedung ini sejak awal berfungsi sebagai gedung bank, maka kesan formal sebagai bangunan pemerintah langsung nampak pada bagian halaman depannya. Unsur-unsur dekoratif yang hanya berfungsi sebagai penghias seperti di bagian dinding berbentuk garis-garis lurus, tiang semu pada jendela dan ventilasi. Gedung ini masih terawat dengan baik meski sebelumnya juga terkena musibah tsunami, namun sudah direnovasi kembali seperti bentuk semula.[1]

Seluruh bahan utama terbuat dari beton bangunan. Bentuk menara yang terletak di kiri dan kanan bangunan induk berlantai tiga, beratap sirap dan berbentuk kuba. Setiap sisi dinding lantai tiga menara dikelilingi oleh jendela sebanyak empat buah. Pada dinding lantai dasar terdapat dua buah jendela yang masing-masing berukuran besar dan kecil. Pada lantai dasar bangunan terdapat lima ruang dan lima buah jendela.[1]

Referensi

  1. ^ a b c d e "Gedung BI Aceh tinggalan masa Kolonial". Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan. Diakses tanggal 19 Maret 2019. 
  2. ^ "Berusia 100 Tahun, Gedung BI Aceh Jadi Salah Satu Ikon Wisata di Banda Aceh". Antero Kini. Diakses tanggal 19 Maret 2019. 
  3. ^ a b c "SEMINAR OPTIMALISASI HERITAGE DAN PARIWISATA ACEH D/R PERINGATAN 100 TAHUN GEDUNG BANK INDONESIA PROVINSI ACEH". Aceh National News. Diakses tanggal 19 Maret 2019.