Kelenteng Sam Poo Kong: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Sofyanr (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1: Baris 1:
{{rapikan}}
{{rapikan}}
[[Berkas:Sampokong_plakat.JPG|thumb|right|Sam Po Kong]]
[[Berkas:Sampokong_plakat.JPG|jmpl|ka|Sam Po Kong]]
[[Berkas:Abbas-Tionghoa.jpg|thumb|Dua orang wanita Tionghoa sedang bersembahyang di Gedung Batu]]
[[Berkas:Abbas-Tionghoa.jpg|jmpl|Dua orang wanita Tionghoa sedang bersembahyang di Gedung Batu]]


'''Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong''' adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / [[Cheng Ho]]. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota [[Semarang]]. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".
'''Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong''' adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / [[Cheng Ho]]. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota [[Semarang]]. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".

Revisi per 22 November 2018 20.14

Berkas:Sampokong plakat.JPG
Sam Po Kong
Berkas:Abbas-Tionghoa.jpg
Dua orang wanita Tionghoa sedang bersembahyang di Gedung Batu

Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".

Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu, orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng - mengingat bentuknya memiliki arsitektur bangunan cina sehingga mirip sebuah kelenteng. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana cheng ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.[1]

Menurut cerita, Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati laut jawa, namun saat melintasi laut jawa, banyak awak kapalnya yang jatuh sakit, kemudian ia memerintahkan untuk membuang sauh. Kemudian merapat ke pantai utara semarang untuk berlindung di sebuah Goa dan mendirikan sebuah masjid di tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kelenteng. Bangunan itu sekarang telah berada di tengah kota Semarang di akibatkan pantai utara jawa selalu mengalami proses pendangkalan yang di akibatkan adanya proses sedimentasi sehingga lambat-laun daratan akan semakin bertambah luas kearah utara.

Konon, setelah Zheng He meninggalkan tempat tersebut karena ia harus melanjutkan pelayarannya, banyak awak kapalnya yang tinggal di desa Simongan dan kawin dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan berladang di tempat itu. Zheng He memberikan pelajaran bercocok-tanam serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam, di Klenteng ini juga terdapat Makam Seorang Juru Mudi dari Kapal Laksamana Cheng Ho.

Galeri

Referensi

  1. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 61. ISBN 9798451163. ISBN 978-979-8451-16-4

Pranala luar