Cetbang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Edhaje (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Edhaje (bicara | kontrib)
suntingan kecil
Baris 8: Baris 8:
Pada prasasti Sekar disebutkan Cetbang diproduksi di Rajekwesi, Bojonegoro, sedangkan mesiu utamanya diproduksi di Swatantra Biluluk.<ref>Dr. J.L.A. Brandes, T.B.G., LII (1910)</ref>
Pada prasasti Sekar disebutkan Cetbang diproduksi di Rajekwesi, Bojonegoro, sedangkan mesiu utamanya diproduksi di Swatantra Biluluk.<ref>Dr. J.L.A. Brandes, T.B.G., LII (1910)</ref>


== Penggunaan di masa Majapahit ==
Cetbang digunakan pada armada maritim Majapahit. dimana ukurannya bervariasi antara 1 hingga 3 meter.
Cetbang digunakan pada armada maritim Majapahit. dimana ukurannya bervariasi antara 1 hingga 3 meter. Cetbang yang berukuran 3 meter bisasanya ditempatkan di kapal-kapal perang Majapahit. Panglima angkatan laut Majapahit yang terkenal menggunakan meriam Cetbang pada armada Majapahit adalah Mpu Nala. Kesohoran Mpu Nala pada masa Majapahit diketahui melalui Prasasti Sekar, Prasasti Manah I Manuk (Bendosari), Prasasti Batur, Prasasti Tribhuwana dan Kakawin Negarakeragama yang menyebutnya sebagai Tumenggung (panglima perang).


Dalam Kakawin Negarakertagama, Mpu Nala mendapat gelar "Wiramandalika". Gelar ini disematkan karena jasanya kepada perluasa wilayah Majapahit. Dalam wirama 72 bait 2-3 menyebutnya sebagai keturunan orang cerdik yang mampu menghancurkan musuh di Dompo (Nusa tengggara Barat).

== Penggunaan setelah masa Majapahit ==
Pada masa setelah Majapahit, meriam di nusantara dibagi berdasarkan dua tipe, yaitu :
Pada masa setelah Majapahit, meriam di nusantara dibagi berdasarkan dua tipe, yaitu :
* [[Lela]]
* [[Lela]]
* [[Rentaka]]
* [[Rentaka]]

== Cetbang Majapahit saat ini ==


== Sumber ==
== Sumber ==

Revisi per 17 Januari 2017 07.59

Meriam cetbang Majapahit yang tersimpan di The Metropolitan Museum of Art di New York, Amerika Serikat

Cetbang (Cet-Bang) merupakan senjata sejenis Meriam yang digunakan pada masa Majapahit dan kerajaan-kerajaan di Nusantara setelahnya.

Berbeda dengan meriam eropa dan timur tengah apda umumnya, cetbang terbuat dari perunggu dan memiliki kamar dan tabung peluru di bagian belakang.

Cetbang diperkirakan masuk ke Majapahit pada saat invasi tentara Kubilai Khan dari Tiongkok di bawah pimpinan Ike Mese yang bekerjasama dengan Raden Wijaya saat menggulingkan Kertanagara pada tahun 1293.

Pada prasasti Sekar disebutkan Cetbang diproduksi di Rajekwesi, Bojonegoro, sedangkan mesiu utamanya diproduksi di Swatantra Biluluk.[1]

Penggunaan di masa Majapahit

Cetbang digunakan pada armada maritim Majapahit. dimana ukurannya bervariasi antara 1 hingga 3 meter. Cetbang yang berukuran 3 meter bisasanya ditempatkan di kapal-kapal perang Majapahit. Panglima angkatan laut Majapahit yang terkenal menggunakan meriam Cetbang pada armada Majapahit adalah Mpu Nala. Kesohoran Mpu Nala pada masa Majapahit diketahui melalui Prasasti Sekar, Prasasti Manah I Manuk (Bendosari), Prasasti Batur, Prasasti Tribhuwana dan Kakawin Negarakeragama yang menyebutnya sebagai Tumenggung (panglima perang).

Dalam Kakawin Negarakertagama, Mpu Nala mendapat gelar "Wiramandalika". Gelar ini disematkan karena jasanya kepada perluasa wilayah Majapahit. Dalam wirama 72 bait 2-3 menyebutnya sebagai keturunan orang cerdik yang mampu menghancurkan musuh di Dompo (Nusa tengggara Barat).

Penggunaan setelah masa Majapahit

Pada masa setelah Majapahit, meriam di nusantara dibagi berdasarkan dua tipe, yaitu :

Cetbang Majapahit saat ini

Sumber

  1. ^ Dr. J.L.A. Brandes, T.B.G., LII (1910)