Lompat ke isi

Al-Hajjaj bin Yusuf

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Hajjaj bin Yusuf)

Al-Hajjaj bin Yusuf
Ats-Tsaqafi
Segel dari Al-Hajjaj bin Yusuf
LahirAl-Hajjaj bin Yusuf
Awal Juni 661 M / 40 H
Tha'if, Hejaz (sekarang Arab Saudi)
Meninggal714 M (Umur 53)
PekerjaanMenteri Pertahanan, Politisi, Gubernur
Dikenal atasGubernur Irak
Orang tuaYusuf bin al-Hakam ats-Tsaqafi
KerabatMuhammad bin Yusuf (saudara laki-laki)

Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi (bahasa Arab: الحجاج بن يوسف; lahir 661 M/40 H – meninggal 714 M/95 H) adalah penguasa, politikus, dan menteri pertahanan dari kekhilafahan Umayyah. Dia merupakan sosok yang kontroversial dan pelik dalam sejarah awal umat Islam. Dia dikenal sebagai seorang penguasa yang cerdas namun keras dan terkenal paling kejam[1]. Disebutkan dia telah bertanggung jawab atas kematian ribuan jiwa. Namun ia juga dikenal sebagai orang yang menghormati Al-Qur'an dan berjasa dalam perluasan wilayah dinasti Umayyah. Dia meyakinkan Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk menggunakan mata uang khusus bagi dunia Islam. Hal yang memicu perang dengan Kekaisaran Romawi di bawah kekuasaan Yustinianus II. Pasukan Romawi Timur yang dipimpin oleh Leontios secara meyakinkan dapat dikalahkan pada pertempuran Sebastopolis tahun 692. Ia ditemani oleh ulama Muhammad bin Sirin.

Biografinya dalam catatan ulama

[sunting | sunting sumber]

Nasabnya Abu Muhammad Al-Hajjaj Kulaib bin Yusuf bin al-Hakam bin Abi Aqil bin Mas'ud bin Amir bin Mu'tab bin Malik bin Ka'ab bin Amr bin Saad bin Auf bin Tsaqif bin Munabbih bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais bin Ailan bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan ats-Tsaqafi.[2] Ia menguasai wilayah Irak selama 20 tahun.

Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi:

“Al-Hajjaj, Allah memusnahkannya di bulan Ramadhan tahun 95 Hijrah dalam keadaan tua, dan dia adalah seorang yang zhalim, bengis, naashibi (pembenci Ahlul Bait), keji, suka menumpahkan darah, memiliki keberanian, kelancangan, tipu daya, dan kelicikan, kefasihan, ahli bahasa, dan kecintaan terhadap Al-Qur'an. Aku (Imam Adz-Dzahabi) telah menulis tentang sejarah hidupnya yang buruk dalam kitabku At-Tarikh al-Kabir, mengenai pengepungannya terhadap Ibnu az-Zubair dan Ka’bah, serta perbuatannya melempar Ka’bah dengan manjaniq, penghinaannya terhadap penduduk Al-Haramain (dua tanah haram [berarti suci]), penguasaannya terhadap Irak dan wilayah timur, semuanya selama 20 tahun. Juga peperangannya dengan Ibnul Asy’ats, sikapnya melambat-lambatkan menunaikan salat, sehingga Allah mematikannya, maka kami mencelanya, dan kami tidak mencintainya, sebaliknya kami membencinya karena Allah.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir menceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz, yang kemudian menjadi khalifah beberapa tahun berikutnya, berkata:

“Aku tidak sedikitpun merasa iri terhadap Al-Hajjaj si musuh Allah itu, kecuali terhadap sikapnya yang cinta kepada Al-Qur’an dan sikap pemurahnya terhadap ahli al-Qur’an, serta ucapannya sebelum meninggal, “Ya Allah ampunilah aku, sesungguhnya manusia menyangka bahwa Engkau tidak bertindak[3].”

Hajjaj bin Yusuf mati karena sakit pada 95 H / 714 M, 15 hari setelah memenggal kepala seorang Tabiin bernama Said bin Jubair, karena menolak mendukung Pemerintahan Umayyah[1]. Said mendoakan kematian bagi Hajjaj, “Ya Allah jangan engkau beri kesempatan ia melakukannya atas orang lain setelah aku.”[4]

Dialog Hajjaj dan Said

[sunting | sunting sumber]

Dialog Hajjaj dan Said dikenal luas dalam sejarah konflik penguasa dan ulama yang melawannya. Saat Sa’id berada di hadapan Hajjaj, dengan pandangan penuh kebencian Hajjaj bertanya,

“Siapa namamu?”

“Sa’id (bahagia) bin Jubair (perkasa).” Jawab Sa’id.

“Yang benar engkau adalah Syaqi (celaka) bin Kasir (lumpuh).” Ucap Hajjaj.

“Ibuku lebih mengetahui namaku daripada engkau.” Kata Sa’id.

Hajjaj, “Bagaimana pendapatmu tentang Muhammad?”

Sa’id, “Apakah yang engkau maksud Muhammad bin Abdullah?”

Hajjaj, “Benar.”

Sa’id, “Manusia utama di antara keturunan Adam dan nabi yang terpilih. Yang terbaik di antara manusia yang hidup yang paling mulia di antara yang telah mati. Beliau telah mengemban risalah dan menyampaikan amanat, beliau telah menyampaikan nasehat Allah, kitab-Nya, bagi seluruh kaum muslimin secara umum dan khusus.”

Hajjaj, “Bagaimana pendapatmu tentang Abu Bakar?”

Sa’id, “Ash-Shidiq khalifah Rasulullah. Beliau wafat dengan terpuji dan hidup dengan bahagia. Beliau mengambil tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa mengubah ataupun mengganti sedikitpun darinya.”

Hajjaj, “Bagaimana pendapatmu tentang Umar?”

Sa’id, “Beliau adalah Al-Faruq, dengannya Allah membedakan antara yang haq dengan yang bathil. Beliau adalah manusia pilihan Allah dan rasul-Nya, beliau melaksanakan dan mengikuti jejak kedua pendahulunya, maka dia hidup terpuji dan mati sebagai syuhada.”

Hajjaj, “Bagaimana dengan Ustman?”

Sa’id, “Beliau yang membekali pasukan ‘Usrah dan meringankan beban kaum muslimin dengan membeli sumur ‘Ruumah’ dan membeli rumah untuk dirinya di surga. Beliau adalah menantu Rasulullah atas dua orang putri beliau dan dinikahkan karena wahyu dari langit, lalu terbunuh di tangan orang zhalim.”

Hajjaj, “Bagaimana dengan Ali?”

Sa’id, “Beliau adalah putra paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pemuda pertama yang memeluk Islam. Beliau adalah suami Fatimah Az-Zahrah putri Rasulullah, ayah dari Hasan dan Husein yang merupakan dua pemimpin pemuda ahli surga.”

Hajjaj, “Khalifah yang mana dari Bani Umayyah yang paling kau sukai?”

Sa’id, “Yang paling diridhai Pencipta mereka.”

Hajjaj, “Manakah yang paling diridhai Rabb-nya?”

Sa’id, “Ilmu tentang itu hanyalah diketahui oleh Yang Maha Mengetahui yang zhahir dan yang tersembunyi.”

Hajjaj, “Bagaimana pendapatmu tentang diriku?”

Sa’id, “Engkatu lebih tahu tentang dirimu sendiri.”

Hajjaj, “Aku ingin mendengar pendapatmu.”

Sa’id, “Itu akan menyakitkan dan menjengkelkanmu.”

Hajjaj, “Aku harus tahu dan mendengarnya darimu.”

Sa’id, “Yang kuketahui, engkau telah melanggar Kitabullah, engkau mengutamakan hal-hal yang kelihatan hebat padahal justru membawamu ke arah kehancuran dan menjerumuskanmu ke neraka.”

Hajjaj, “Kalau begitu, demi Allah aku akan membunuhmu.”

Sa’id, “Bila demikian, maka engkau merusak duniaku dan aku merusak akhiratmu.”

Hajjaj, “Pilihlah bagi dirimu cara-cara kematian yang engkau sukai.”

Sa’id, “Pilihlah sendiri wahai Hajjaj. Demi Allah untuk setiap cara yang engkalu lakukan, Allah akan membalasmu dengan cara yang setimpal di akhirat nanti.”

Hajjaj, “Tidakkah engkau menginginkan ampunanku?”

Sa’id, “Ampunan itu hanyalah dari Allah, sedangkan engkau tak punya ampunan dan alasan lagi di hadapan-Nya.”

Hajjaj semakin murka. Algojonya diperintahkan, “Siapkan pedang dan alasnya!”

Sa’id bin Jubair kemudian tersenyum.

Hajjaj, “Mengapa engkau tersenyum?”

Sa’id, “Aku takjub atas kecongkakanmu terhadap Allah dan kelapangan Allah terhadapmu.”

Hajjaj, “Bunuh dia sekarang!”

Sa’id, (menghadap kiblat sambil membaca firman Allah), “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,” (Al-An’am: 79).

Hajjaj, “Palingkan dia dari kiblat!”

Sa’id, (membaca firman Allah Ta’ala), “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah,” (Al-Baqarah: 115).

Hajjaj, “Sunggkurkan dia ke tanah!”

Sa’id, (membaca firman Allah Ta’ala), “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain,” (Thaha: 55).

Hajjaj, “Sembelihlah musuh Allah ini! Aku belum pernah menjumpai orang yang suka berdalih dengan ayat-ayat Allah seperti dia.”

Said lalu mendoakan kematian bagi Hajjaj, “Ya Allah jangan engkau beri kesempatan ia melakukannya atas orang lain setelah aku.”[4]

Catatan kaki
  1. ^ a b Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala Vol 9. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-270-8
  2. ^ Ansabul Asyraf juz 4 hal. 302
  3. ^ yakni tidak mungkin mengampuninya.
  4. ^ a b Katsir, Ibnu (2012). Terjemah Al Bidayah wa an-Nihayah Vol 13. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-044-5
Daftar pustaka