Rumah menurut Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Rumah menurut Islam diatur ketentuannya dalam Al-Qur'an dan hadis. Peran sebagai pengelola dan pemelihara rumah beserta anggotanya ialah istri. Kondisi rumah menurut Islam tidak dibuat seperti kuburan dan harus ada ibadah di dalamnya. Rumah menjadi salah satu perumpamaan bagi bangunan yang mewakili para rasul dengan Muhammad sebagai penyempurnanya.

Adab[sunting | sunting sumber]

Islam mengatur tata cara mengenai masuk dan keluar rumah.[1] Para ulama telah membuat kitab-kitab yang menjelaskan adab mengenai cara memasuki rumah yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan hadis. Adab ini ialah harus memberi salam dan meminta izin terlebih dahulu.[2]

Jenis[sunting | sunting sumber]

Rumah di Surga[sunting | sunting sumber]

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis yang menyatakan bahwa Allah akan membangunkan sebuah rumah di surga bagi seseorang yang membangun masjid. Syarat pembangunannya ialah membangun masjid hanya untuk memperoleh ridha Allah. Hadis ini diriwayatkan dari Utsman bin Affan.[3]

Sebuah hadis periwayatan Ibnu Majah dari Abu Hurairah menyebutkan bahwa pahala akan terus diperoleh seseorang yang membangunkan rumah bagi musafir. Perolehan pahala akan tetap berlanjut meskipun yang membangun rumah telah meninggal.[4]

Penghuni rumah[sunting | sunting sumber]

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis yang menyatakan bahwa seorang istri merupakan pemimpin di rumah suaminya. Hadis ini diakhiri dengan pernyataan bahwa istri akan ditanyai dengan apa yang dipimpinnya dalam rumah suaminya. Istri sebagai ibu dalam rumah suaminya diberi peran sebagai penjaga, pemelihara dan pengelola keluarganya terutama pada anak-anaknya.[5]

Ibadah[sunting | sunting sumber]

Membaca Al-Qur'an[sunting | sunting sumber]

Sebuah hadis menyatakan bahwa kebaikan suatu rumah bagi muslim salah satunya ditentukan oleh banyaknya pembacaan Al-Qur'an di dalamnya. Bentuk kebaikannya berupa rasa aman dan tenteram yang dialami oleh penghuni rumah. Semakin banyak pembacaan Al-Qur'an, maka semakin banyak kebaikan di dalam rumah.[6] Sebuah hadis periwayatan Imam Muslim dari Abu Hurairah menyatakan bahwa Muhammad melarang rumah dijadikan seperti kuburan. Penghuni rumah dianjurkan untuk membaca Surah Al-Baqarah sehingga setan lari dari rumah.[7]

Shalat[sunting | sunting sumber]

Shalat di rumah menjadi keutamaan bagi perempuan yang telah menjadi istri.[8] Namun rumah tidak selalu menjadi tempat untuk melakukan ibadah bagi laki-laki. Setiap muslim laki-laki muslim harus keluar rumah untuk melaksanakan shalat berjemaah di masjid sebagai salah satu kewajiban.[9]

Perumpamaan[sunting | sunting sumber]

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, disebutkan bahwa Muhammad memisalkan para rasul sebelum dirinya sebagai pembangun rumah. Muhammad diumpamakan sebagai sebuah batu bata yang menjadi penyempurna dari rumah yang telah dibangun, diperbaiki dan diperindah. Perumpamaan ini diberikan untuk memahami peran Muhammad sebagai penutup para nabi.[10]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Hambali, Muhammad (2017). Rusdianto, ed. Panduan Muslim Kaffah: Dari Kandungan hingga Kematian. Yogyakarta: Laksana. hlm. 25. ISBN 978-602-407-185-1. 
  2. ^ Hidayat 2016, hlm. 53.
  3. ^ Wiranto 2012, hlm. 33.
  4. ^ Wiranto 2012, hlm. 33-34.
  5. ^ Hidayat 2016, hlm. 166.
  6. ^ Muslim, Abu (2012). 1001 Hal yang Paling Sering Ditanyakan tentang Islam. Jakarta: Penerbit Kalil. hlm. 21. ISBN 978-979-22-8699-1. 
  7. ^ Dewal, T. M.,dkk. (2018). Hadis-Hadis tentang Keutamaan Surat-Surat dan Ayat-Ayat Al-Qur'an Al-Karim (PDF). Banda Aceh: Forum Intelektual al-Qur’an dan Hadits Asia Tenggara. hlm. 13. ISBN 978-602-1027-36-3. 
  8. ^ Yani 2008, hlm. 367.
  9. ^ Yani 2008, hlm. 316-317.
  10. ^ Sudrajat, A., dkk. (2016). Dinul Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum (PDF). Yogyakarta: UNY Press. hlm. 59. ISBN 978-602-7981-95-9. 

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]