Prasasti Camundi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Prasasti Camundi, tertulis pada bagian belakang Arca Dewi Camundi. Koleksi Museum Trowulan, Mojokerto.

Prasasti Camundi (juga disebut Prasasti Camunda) adalah sebuah prasasti dari Kerajaan Singhasari, yang ditemukan di desa Ardimulyo, kecamatan Singosari, Malang, Jawa Timur.[1][2] Lokasi penemuan prasasti ini hanya berjarak 2 km dari Candi Singasari. Prasasti ini ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa Kuno, dan dipahatkan di bagian belakang arca Dewi Camundi (juga disebut Dewi Camunda).[1][3][4] Aksaranya tegak dan agak persegi, dan bentuknya berliku, sebagaimana aksara zaman Singhasari-Majapahit.[3]

Penanggalan (sengkala) prasasti ini menyebutkan 14 Krsnapaksa bulan Caitra 1214 Saka, yang menurut pembacaan L. Ch. Damais ialah sama dengan 17 April 1292.[2][3] Dalam prasasti disebutkan nama Sri Maharaja Digwijaya ring Sakalaloka, yang menurutnya merupakan gelar dari Sri Kertanagara, raja terakhir Singhasari.[3]

Saat ini, prasasti ini tersimpan di Museum Trowulan di Mojokerto, Jawa Timur.[1]

Penemuan[sunting | sunting sumber]

Prasasti ini dituliskan di bagian belakang arca Dewi Camundi (sebagai sakti Dewa Siwa), yang awalnya ditemukan di desa Ardimulyo tahun 1927 dan diberitakan pada O.V. (Oudheidkundige Verslag, laporan arkeologi Hindia Belanda) tahun 1928.[1][2] Nama Dewi Camundi tertulis pada bagian belakang arca.

Bagian muka arca menggambarkan keluarga Dewa Siwa, dengan relief Dewi Camundi berukuran besar di bagian tengah yang digambarkan dalam sifat ugra/saura (marah), di kanan bawah relief Dewa Siwa Bhairawa, di kiri bawah relief Dewa Ganesha anak bungsu Dewa Siwa, di kanan atas relief fragmentaris seorang dewi yang mengendarai ikan (Dewi Varahi?), dan di kiri atas relief dewi yang rusak sehingga sulit teridentifikasi.[1] Dewi Camundi digambarkan duduk di atas asana (singgasana) berupa mayat terlentang, dan hiasan tengkorak kepala banyak dikenakan oleh Dewi Camundi, Siwa Bhairawa, dan Ganesha.[1]

Prasasti ini ditemukan dalam keadaan pecah berkeping-keping, kemudian dapat disatukan meski ada beberapa keping yang hilang, serta dipindahkan ke pelataran barat Candi Singasari.[1][2] Keberadaan prasasti ini pertama kali dibahas oleh J. Blom tahun 1939 dalam The Antiquities of Singasari.[2] Akhirnya prasasti ini dipindahkan lagi untuk disimpan di Museum Trowulan.[1]

Alih aksara[sunting | sunting sumber]

Transliterasi isi prasasti tersebut adalah sbb.:[3][5]

(nama) scamuṇḍyāi
  1. //O// Swasti śakawarṣātīta. 1214
  2. caitramāsa. tithi. caturdaśi kŗṣṇapakṣa. (tu. wa.)
  3. wŗ. wāra. julung pujut. paścimastha grahacāra. aśwīnī nakṣatra. aświdewa
  4. tā. māhendramaṇḍala. prītiyoga. wairājyamuhūrtta. śākunīkaraṇa. me
  5. sarāśī. // tatkāla kapratiṣṭhān pāduka bhaṭārī maka tĕwĕk huwus
  6. śrī mahārāja digwijaya ring sakalaloka mawuyū yi sakala dwīpantara
  7. // śubham bhawatu //

Alih bahasa[sunting | sunting sumber]

Terjemahan isi prasasti tersebut adalah sbb.:[5][6]

Hormat untuk Camundi
  1. Selamat tahun Saka telah berjalan 1214
  2. Bulan Caitra tanggal 4 paruh gelap
  3. Pada wuku Julungpujut, perbintangan di barat, bulan Aswin
  4. Mandala mahendradewata, yoga priti, jam Wairajya, karana Sakuni
  5. Tanda zodiak kambing jantan, tatkala didirikan sebuah arca paduka bhatari, setelah
  6. Sri Maharaja menang di seluruh wilayah dan menundukkan semua pulau-pulau lain
  7. Semoga mendapat kemakmuran.

Penafsiran[sunting | sunting sumber]

R. Goris (1928) melakukan pembacaan awal, namun belum lengkap. Pembacaan tersebut kemudian dilengkapi oleh Stutterheim, di mana pada awalnya sengkala tahun dibaca 1254 Saka (1332 M).[3] Ini menyebabkan timbul penafsiran bahwa arca Dewi Camundi melambangkan Tribhuwanatunggadewi, sedangkan kalimat "...mawuyu yi sakala dwipantara..." ketika itu dibaca "...mawuyu yi sadeng..." sehingga dihubungkan dengan Peristiwa Sadeng.[3] J.L. Moens menduga arca Bhairawa menggambarkan Gajah Mada, dan bahwa kemungkinan Tribhuwanatunggadewi bigami dengan Cakradara dan Gajah Mada.[3]

Damais dan Boechari memastikan bahwa tahun dibaca 1214 Saka (1292 M), yaitu di masa Kertanegara, sedangkan kalimat "...mawuyu yi sakala dwipantara..." dan arca Dewi Camundi adalah untuk memperingati keberhasilannya menjadi raja penguasa di seluruh Nusantara.[3]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h Cahyono, Dwi (19 September 2015). "Arca Camundi, Media Religius-Magis Tantris Raja Kretanegara". Patembayan Citralekha. Sengkaling. Diakses tanggal 15 Juli 2020. 
  2. ^ a b c d e "Prasasti Camunda". ngalam.id. NgalamediaLABS. 12 Agustus 2013. Diakses tanggal 15 Juli 2020. 
  3. ^ a b c d e f g h i Suhadi, Machdi; Kartakusuma, Richardiana (1996). "Laporan Penelitian Epigrafi Di Wilayah Jawa Timur" (PDF). Berita Penelitian Arkeologi. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (47): 19. Diakses tanggal 2020-07-14. 
  4. ^ Dalal, Roshen (2014-04-18). The Religions of India: A Concise Guide to Nine Major Faiths (dalam bahasa Inggris). Penguin UK. ISBN 978-81-8475-396-7. 
  5. ^ a b Firmansyah & Soesilo 2018, hlm. 33-34.
  6. ^ Suwardono (2013). Sejarah Indonesia Masa Hindu-Buddha. Yogyakarta: Penerbit Ombak. ISBN 9786022581031. 

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]