Paguyuban Sukunan Bersemi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Paguyuban Sukunan Bersemi adalah sebuah komunitas pengelola sampah yang berada di kampung Sukunan, Kelurahan Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Komunitas ini berupa untuk menciptakan sinergi atas keberadaan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Mereka percaya bahwa daya dukung lingkungan yang menurun akan berdampak pada menurunnya kualitas kehidupan manusia itu sendiri. Melalui komunitas ini, masyarakat yang tinggal di sekitarnya didorong untuk ikut berpartisipasi menyelesaikan masalah lingkungan yang terjadi di sana sehingga mereka menjadi tombak baru dalam upaya mengatasi keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penyedia layanan publik. Keberadaan Paguyuban Sukunan Bersemi tersebut telah mengantarkan kampung Sukunan menjadi “Kampung Wisata Lingkungan” pada tahun 2008. Kampung Sukunan dinilai sebagai tempat percontohan untuk pengelolaan sampah secara mandiri di tingkat kampung.[1]

Sejarah Pendirian Paguyuban[sunting | sunting sumber]

Pendirian Paguyuban Sukunan Bersemi bermula dari permasalahan menumpuknya sampah di Kampung Sukunan yang berimbas pada kerugian hasil panen yang dialami oleh para petani. Pada tahun 2000, banyak petani Kampung Sukunan yang mengeluh karena sampah-sampah yang ada banyak masuk ke area persawahan mereka. Beberapa jenis sampah tersebut adalah plastik, kaca, kaleng, dan lain-lain. Sampah-sampah plastik yang terendam tanah menyebabkan tanaman padi tidak dapat berkembang maksimal karena sampah tersebut menghambat pertumbuhan akar padi. Hal itu menyebabkan penurunan tingkat kesuburan tanah yang selanjutnya juga berdampak pada menurunnya hasil panen petani.[1]

Di lain sisi, kampung Sukunan menjadi daya tarik bagi datangnya warga-warga baru, karena lokasinya yang berada di perbatasan kota. Banyak rumah-rumah penduduk baru yang dibangun yang kemudian memakan lahan-lahan pertanian. Saking padatnya, beberapa rumah bahkan tidak memiliki halaman. Penyempitan lahan tersebut juga berimbas pada menyempitnya tempat pembuangan sampah. Banyak di antara warga Sukunan yang kemudian membuang sampahnya sembarangan, termasuk ke saluran irigasi dan ke pinggir jalan serta membakar sampahnya secara sembarangan. Hal itu menyebabkan warga Sukunan merasakan ketidaknyamanan hingga berujung pada konflik-konflik sosial akibat keberadaan sampah. Permasalahan penyempitan lahan dan penumpukan sampah tersebut kemudian mengguggah warga Sukunan untuk membuat inovasi pengelolaan sampah. Lahirlah kemudian sebuah paguyuban yang fokus untuk mengolah sampah bernama Paguyuban Sukunan Bersemi.[2]

Awalnya, ide pengolahan sampah lewat paguyuban tersebut dicetuskan oleh seorang warga pendatang bernama Iswanto, 45 tahun. Ia adalah staff pengajar di jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Yogyakarta. Profesi dan pengalaman pribadinya tersebut menyadarkan Iswanto bahwa persoalan sampah di Dusun Sukunan adalah permasalahan serius yang perlu diselesaikan. Ia sudah merasakan dampak buruk dari permasalahan sampah tersebut sejak tinggal di Sukunan pada tahun 1997. Rumahnya tidak memiliki pekarangan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola sampah. Begitu pun Sukunan, tidak memiliki pelayanan pengelolaan sampah dari dinas atau instansi pemerintah terkait. Hal itu mendorong Iswanto untuk membentuk paguyuban pengelola sampah yang inovatif. Ia juga prihatin melihat warga Sukunan yang masih mengolah sampahnya secara konvensional, yaitu dengan cara dikubur dan dibakar. Menurutnya, hal itu justru akan memberikan dampak tidak baik kepada lingkungan dan kehidupan warga sekitar.[3]

Pada tahun 2002-2003, Iswanto dan istrinya melakukan swakelola sampah secara mandiri dengan berbekalkan pengetahuan yang dimilikinya. Mereka bertekad untuk dapat mengelola sampah di Sukunan secara mandiri tanpa harus bergantung kepada pemerintah. Bahkan, Iswanto dan istrinya juga mendatangi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk belajar dari para pemulung mengenai teknik memilih dan memilah sampah serta sampah-sampah apa saja yang memiliki nilai jual.

Dalam perkembangannya, di pertengahan tahun 2003, Iswanto mengemukakan gagasan kepada kelompok ronda dan tokoh masyarakat setempat. Kala itu, ada tiga orang yang menyetujui gagasan Iswanto, yaitu Ketua RT, ketua RW, dan seorang aktivis desa sekaligus sekretaris desa setempat. Mereka adalah tim pertama yang mendirikan paguyuban itu. Tim tersebut berupaya untuk merangkul seluruh lapisan masyarakat dalam program swakelola sampah dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, sebagaimana yang dicita-citakan oleh seluruh penduduk di sana.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Sinni, Suaidatus. 2016. Pengelolaan Sampah Komunitas di Yogyakarta (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah di Paguyuban Sukunan Bersemi, Desa Sukunan, Banyuraden, Yogyaarta)
  2. ^ Susumu Najima. NGOs in the Muslim World: Faith and Service. New Horizon in Islamic Studies. Lihat melalui https://books.google.co.id/books?id=g6zhCgAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
  3. ^ Basriyanta. 2017. Memanen Sampah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Lihat melalui https://books.google.co.id/books?id=t-UrhoidVFkC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false Diarsipkan 2017-12-01 di Wayback Machine.