Muhammad Kaharuddin I

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin I, atau dikenal juga sebagai Sultan Qahar al-Din bin Mas Palembang Dewa Maja Jereweh Datu Jereweh adalah Sultan Sumbawa ke-6 (1731–1758 M). Ia memiliki nama asli Dewa Mas Mappasossong Datu Porro/Datu Susun (dalam Lontara Gowa: Meppadusu atau Meppasusu). Ia adalah putra dari Mas Palembang Dewa Maja Jareweh Datu Jereweh dengan Datu Bininya Karaeng Bonto Jene (Putri Gowa).[1][2][3][4][5][6][7][8][9][10][11][12]

Karier politik[sunting | sunting sumber]

Menjadi riwabatang Datu Taliwang[sunting | sunting sumber]

Saat ayahnya (Mas Palembang Dewa Maja Jereweh Datu Jereweh) dan pamannya Amas Madina Sultan Jalaluddin Muhammadsyah I (Sultan Sumbawa ke-4) serta Datu Taliwang Datu Gunung Setia, memimpin pasukan ke Seleparang, atas keputusan adat Dewa Meppasusung Datu Poro menjadi riwabatang (pelaksana tugas) Datu Taliwang.

Menjadi Datu Taliwang[sunting | sunting sumber]

Raja Sumbawa Sultan Jalaluddin Muhammadsyah I mangkat di Seleparang, maka Datu Taliwang Datu Gunung Setia dinobatkan sebagai Sultan Sumbawa ke-6 dengan gelar Dewa Ling Gunung Setia. Untuk mengisi jabatan Datu Taliwang yang ditinggalkan Datu Gunung Setia, maka Dewa Meppasusung Datu Poro dinobatkan sebagai Datu Taliwang.

Menjadi Sultan Sumbawa tahun 1731[sunting | sunting sumber]

Kemangkatan Dewa Ling Gunung Setia pada tahun 1731, maka atas keputusan adat Pangantong Lima Olas, dinobatkan Dewa Meppasusung Datu Poro Datu Taliwang sebagai Sultan Sumbawa ke-7, bergelar Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin I.

Ada tiga gelar induk atau Puin Kajuluk yang digunakan sebagai nama gelar kesultanan Sumbawa:

  1. Sultan Harun Arrasyid
  2. Sultan Jalaluddin
  3. Sultan Kaharuddin

Dewa Meppasusung Datu Poro Datu Taliwang merupakan Sultan Sumbawa pertama yang menggunakan gelar Sultan Kaharuddin.

Pernikahan[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 7 November 1733, Sultan Muhammad Kaharuddin I menikahi saudari sepupunya I Sugiratu Karaeng Bonto Parang, yang sudah berstatus janda (bercerai 7 Desember 1730) dengan dua anak, yakni:

  1. ♀ Siti Hadijah Karaeng Bonto Masugi (di Sumbawa: Datu Bontopaja) lahir 29 Desember 1725
  2. ♂ I Lotting Shalahuddin lahir 5 Agustus 1730

Kedua orang anak tersebut merupakan buah pernikahan I Sugiratu Karaeng Bonto Parang dengan suami pertama Ahmad I Mappasempa' Daeng Mamaro Opu Mangnguluang Karaeng Bontolangkasa' 06

Catatan Kerajaan Bima Bo' Sangaji Kai Naskah No. 34[sunting | sunting sumber]

Turunan Raja-Raja di Sumbawa

Bahwa ini peringatan turun-temurun bangsa raja yang empunya kerajaan Sumbawa, itulah raja yang bernama Raja Maja Paruwa yang memperanakkan dua orang perempuan, yaitu seorang yang diperistrikan oleh Raja Banjar, maka beranak seorang laki-laki, itulah menjadi Raja Taliwang yang hilang di Tallo'. Kemudian berapa lama antaranya maka matilah istrinya Raja Banjar itu anak Raja Maja Paruwa, maka takdir Allah taala maka diperistrikan pula adik istrinya anak Raja Maja Paruwa, maka diperanakkan lagi seorang laki-laki, itulah yang dinamai Datu Loka menjadi Raja Sumbawa, itulah yang pergi di Mengkasar memperistrikan anak Raja Tallo' Taminar Lampana, yaitu cucunya oleh Yang Dipertuan Kita Mantau Uma Jati ialah Sirajudin, memperanakkan empat orang, seorang bernama Balasawo, dan seorang lagi Raja Sumbawa yang hilang di Bali, dan seorang perempuan bernama [Datu] Tengah, dan seorang lagi bernama Datu Jereweh.

Adapun yang bernama Balasawo itu tiada beranak, dan Raja Sumbawa yang hilang di Bali beranak seorang perempuan bernama Datu Bini. Maka Datu Bini diperistrikan oleh Raja Mengkasar bernama Karaeng Bonto Langkasa, maka beranak seorang perempuan bernama Siti Hadijah, itulah diperistrikan oleh Datu Pengantin anak Raja Taliwang dengan Raja Banjar. Maka ialah beranak seorang laki-laki, itulah Raja Sumbawa yang besar badannya. Maka Raja Sumbawa yang besar badannya itu diperanakkan lagi seorang laki-laki bernama Lalu Muhammad, menjadi Raja Sumbawa sekarang ini adanya.

Seperkara lagi Datu Jereweh saudaranya oleh yang hilang di Bali, maka beranak seorang laki-laki bernama Datu Susun, itulah menjadi raja yang memperistrikan anak raja yang hilang di Bali bernama Datu Bini itu akan tetapi tiada beranak. Dan lagi seperti saudaranya bernama Datu Tengah, itulah yang beranak empat orang, pertama-tama Tuan Kita Manuru Daha, dan kedua Tuan Kita bernama Abdullah yang hilang di Bali, ketiga perempuan Paduka Tallo', dan keempat laki-laki Raja Sumbawa yang empunya kubur di Tanah Taraha, itulah pangkatnya yang tiada berhingga menjadi Raja Sumbawa sampai sekarang ini. Intaha demikianlah adanya. Datu Tengah diperistrikan oleh Tuan Kita Sultan Hasanuddin ma Bata Bou.

— Bo' Sangaji Kai.[13]

Sitti Maryam Rachmat Salahuddin (1999:56) dalam Catatan Kerajaan Bima Bo' Sangaji Kai pada Naskah No. 34 yang ditulis sejaman Lalu Muhammad (Sultan Muhammad Kaharuddin II) menyebutkan bahwa Raja Sumbawa Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin I Datu Susun merupakan cucu dari Raja Paruwa dan Baginda tidak memiliki keturunan dari perkawinannya dengan Datu Bini Siti Aisyah I Sugiratu Karaeng Bontoparang.[13]

Membangun istana[sunting | sunting sumber]

Sultan Muhamammad Kaharuddin I membangun istana baru menggantikan istana yang terbakar diberi nama Istana Gunung Setia.

Sikap terhadap Belanda[sunting | sunting sumber]

Sultan Muhamammad Kaharuddin I terkenal sebagai Sultan Sumbawa yang memiliki watak yang keras serta tidak mengenal kompromi dengan Belanda. Dengan terang terangan beliau menolak mengadakan Sumpah Setia kepada Belanda. Sikap keras ini akhirnya ditolerir oleh Belanda.[8]

Pemakaman[sunting | sunting sumber]

Sultan Muhamammad Kaharuddin I mangkat pada tahun 1758.[11] Almarhum Sultan Muhamammad Kaharuddin I dimakamkan di pemakaman Sampar.[12]

Silsilah kekerabatan[sunting | sunting sumber]

Silsilah kekerabatan dengan Kesultanan Banjar[sunting | sunting sumber]

Sultan Muhammad Kaharuddin I Datu Taliwang dan Raja-raja di Sumbawa menurut naskah Hikayat Raja-raja Banjar dan Kotawaringin dan Majelis Adat - Lembaga Adat Tanah Samawa (LATS) serta Bidang Kebudayaan - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumbawa, memiliki leluhur seorang bangsawan dari Kesultanan Banjar yang bernama Raden Subangsa bergelar Pangeran Taliwang yang memiliki seorang putera di Taliwang bernama Raden Mataram atau Amas Mattaram (Karaeng Taliwang/Datu Taliwang/Raja Taliwang) dan seorang putera lainnya di Sumbawa Besar bernama Raden Bantan (Dewa Mas Bantan) yang menjadi Sultan Sumbawa ke-3.[2][3][14][15][16][17][18][19][20][21][22][23]

Silsilah kekerabatan dengan Kesultanan Tallo[sunting | sunting sumber]

SULTAN TALLO I
♂ Karaeng Loe ri Sero/Tuniawanga Raja/Ma'gau Tallo ke-1 +/- 1450


↓(beristeri)


♀ anak dari Karaeng Garassi'
SULTAN TALLO II
♂ I Same ri Liukkang Daeng Marewa, Karaeng Pasi, Tunilabu ri Suriwa Raja Tallo II +/- 15xx-1511


↓(beristeri)


♀ I Kare Suwa
SULTAN TALLO III
♂ I Mangayaoang Berang Daeng Parani Karaeng Pasi' Tunipasuru ri Lello Raja Tallo ke-3 (Perdana Menteri/Tuma'bicara Butta Gowa ke-1)


↓(beristeri)


♀ I Pasilemba Tumamalianga ri Tallo binti Karaeng loe ri Marusu
SULTAN TALLO IV
♂ I Mappatakangkangtana Daeng Padulu' Karaeng Pattingalloang Karaeng ri Mandalle Tumenanga ri Makkoayang Raja Tallo ke-4


↓(beristeri)


♀ I Sapi Karaeng Somba Opu
SULTAN TALLO VII
♂ I Mallingkaang Daeng Nyonri Karaeng Matoaya Raja Tallo ke-7


↓(beristeri)


♀ Karaeng ri Naung
SULTAN TALLO VIII
♂ I Manginyarrang Daeng Makkio Karaeng Kanjilo “Sultan Abdul Jafar Muzaffar” Tumammalinga ri Timoro “Tumenanga ri Tallo” Raja Tallo ke-8


↓(beristeri)


♀ I Sabbe Daeng Tamagga Karaeng Lembang Parang/Lepangan
SULTAN TALLO X
♂ I Mappaiyo Daeng Mannyauru’ Sultan Harun Al Rasyid “Tumenanga ri Lampana” Raja Tallo ke-10 Kr Tallo Tumenanga ri Bontobiraeng


↓(beristeri)


♀ Karaeng Bonto Matte'ne
♀ Halimah Daeng Tomi Karaeng Tannisanga


↓(bersuami) menikah 29 Juni 1684


♂ Raden Bantan
Dewa Mas Bantan
Datu Loka
Dewa Dalam Bawa
Dewa Masmawa Sultan Harun Al Rasyid I SULTAN SUMBAWA 3 m. 1675-1705
(+ Mei 1713)
RIWABATANG (PEMANGKU) SULTAN SUMBAWA m. 1722 – 1725
DATU SERAN
Datu Bala Sawo
Dewa Loka Ling Sampar
(+ 25 Agustus 1725)
DATU JEREWEH
♂ Dewa Maja Jerewe
Mas Palembang
↓(beristeri)
♀ Karaeng Bonto Je'ne
SULTAN SUMBAWA 4 m. 1702 – 1725
DATU TALIWANG
♂ Sultan Muharam
Amasaq
Amas Samawa
Amas Madina
(+ 12 Februari 1725)
SULTAN SUMBAWA 6 m. 1731-1758
DATU TALIWANG
♂ Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin I
Dewa Mas Meppasusung Datu Poro
(Meppadusu/Meppasusu)


↓(beristeri) menikah 7 November 1733


SULTAN SUMBAWA 7 m. 1758-1761
♀ Dewa Masmawa Sultanah Siti Aisyah
I Sugiratu Karaeng Bonto Parang
(janda dari I Mappasempa' Daeng Mamaro Opu Mangnguluang Karaeng Bontolangkasa' VI bercerai 7 Desember 1730)

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Ensiklopedia Kebudayaan Sumbawa, Sultan-sultan Sumbawa". Universitas Teknologi Sumbawa. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-18. Diakses tanggal 18 Mei 2019. 
  2. ^ a b "Ensiklopedia Kebudayaan Sumbawa, Pemerintahan Sultan Bagian 1". Universitas Teknologi Sumbawa. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-18. Diakses tanggal 18 Mei 2019. 
  3. ^ a b "Ensiklopedia Kebudayaan Sumbawa, Pemerintahan Sultan Bagian 2". Universitas Teknologi Sumbawa. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-18. Diakses tanggal 18 Mei 2019. 
  4. ^ Ben Cahoon. "Indonesian Traditional States II". WORLD STATESMEN.org. Diakses tanggal 3 Juni 2019. 
  5. ^ "Rulers in Asia (1683 – 1811): attachment to the Database of Diplomatic letters" (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia (dalam bahasa Inggris). hlm. 57. Diakses tanggal 2019-01-05. 
  6. ^ "Sejarah Kesultanan Sumbawa". Website Resmi Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Diakses tanggal 2019-08-06. 
  7. ^ "Sambangi Taliwang, Raja Gowa Tallo Sebut Silsilah Taliwang-Gowa Tallo Punya Hubungan Erat". kabarntb.com. Diakses tanggal 2019-19-06. 
  8. ^ a b "Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah". Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1978. hlm. 54. 
  9. ^ Mantja, Lalu (1984). Sumbawa pada masa dulu: suatu tinjauan sejarah. Indonesia: Rinta. 
  10. ^ Annabel Teh Gallop (2002). "Malay Seal Inscriptions: A Study in Islamic Epigraphy from Southeast Asia" (dalam bahasa Inggris). 3. University of London: 542. 
  11. ^ a b Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Nusa Tenggara Barat. Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan Nusa Tenggara Barat. Indonesia: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 126. 
  12. ^ a b "Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional (Indonesia), Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Indonesia), Proyek Peningkatan Penelitian Arkeologi Jakarta (Indonesia)". Berita penelitian arkeologi, Masalah 11-14. Indonesia: Proyek Pelita Pengembangan Media Kebudayaan, Departemen Pendidikan & Kebudayaan. 1977. hlm. 10. 
  13. ^ a b Rachmat Salahuddin, Sitti Maryam (1999). Henri Chambert-Loir, ed. Bo' Sangaji Kai: catatan kerajaan Bima. Indonesia: Ecole française d'Extrême-Orient : Yayasan Obor Indonesia, 1999. hlm. 56. ISBN 9794613398.  ISBN 9789794613399
  14. ^ https://www.scribd.com/doc/190123982/Hikayat-Banjar
  15. ^ Ras, Johannes Jacobus (1968). Hikajat Bandjar: A study in Malay historiography (dalam bahasa Inggris). Bibliotheca Indonesica, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (Netherlands), Martinus Nijhoff. 
  16. ^ Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar (dalam bahasa Melayu). Diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405.  ISBN 983-62-1240-X
  17. ^ Rosyadi, Sri Mintosih, Soeloso, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Indonesia) (1993). Hikayat Banjar dan Kotaringin. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. hlm. 139. 
  18. ^ (Belanda) Cense, Anton Abraham (1928). De kroniek van Bandjarmasin. C.A. Mees. hlm. 54. 
  19. ^ Ras, Johannes Jacobus (1968). Johannes Jacobus Ras, ed. Hikajat Bandjar: A Study in Malay Historiography (dalam bahasa Inggris). Martinus Nijhoff. 
  20. ^ Ras, Johannes Jacobus (1968). Bibliotheca Indonesica (dalam bahasa Inggris). 1. Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. 
  21. ^ Rogayah A. Hamid, Etty Zalita Zakaria. Inti sari karya klasik (dalam bahasa Melayu). 1. Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia. ISBN 9836295062.  ISBN 9789836295064
  22. ^ Hikayat Banjar, Siri karya sastera klasik untuk remaja (dalam bahasa Melayu). Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia. 2004. ISBN 9836280146.  ISBN 9789836280145
  23. ^ "Museum Negeri Lambung Mangkurat". Hikayat Banjar Volume 1 dari Seri penerbitan Museum Negeri Lambung Mangkurat. Indonesia: Museum Negeri Lambung Mangkurat. 1981. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]