Mengutamakan Rakyat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mengutamakan Rakyat
PenyuntingJustiani
PengarangJustiani
BahasaIndonesia Indonesia
GenreWawancara sosial-politik dengan Saurip Kadi
PenerbitObor Jakarta
Tanggal terbit
2008
Jenis media371
ISBNISBN 978-979-4616-75-8

Mengutamakan Rakyat adalah judul buku karya aktivis Institut Teknologi Bandung, Justiani (Liem Siok Lan) yang merupakan hasil wawancara dengan Mayor Jendral (Purn.) Saurip Kadi. Buku ini berisi pemikiran dan gagasan besar Saurip Kadi tentang pengelolan negara serta menyoroti bobroknya perilaku para pejabat.[1][2][3]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Buku Mengutamakan Rakyat merupakan hasil wawancara panjang Jenderal Saurip Kadi dengan mantan aktivis ITB, Justiani alias Liem Siok Lan. Disajikan dengan format wawancara terstruktur tapi cair mengalir. Di buku ini Jenderal Saurip mengajak pembaca berpetualang membedah problematika kebangsaan Indonesia. Di beberapa bagian cukup sering membuat pembacanya mengernyitkan dahi, karena seorang tentara berpikir di luar komando yang konvensional. Spektrum pembahasan buku ini sangat luas, meliputi seluruh segi kehidupan kenegaraan. Ada persoalan sistem kenegaraan yang dinilai semrawut, ekonomi yang salah urus, nasionalisme yang terpuruk, fragmentasi sosial dan transisi budaya.

Mengutamakan Rakyat berbicara cukup dalam, terutama dalam usaha melakukan reformasi dan transformasi sistem ketatanegaraan di Indonesia. Wacana utama yang disodorkan oleh Saurip Kadi, belum pernah dilontarkan oleh para akademikus, yakni isu reformasi ketatanegaraan secara total. Ide besar yang diusung Jenderal Saurip adalah reformasi sistem politik dan ketatenagaraan. Demokratisasi yang telah bergulir sejak reformasi 1998 ternyata salah arah. Indikasinya, kehidupan rakyat makin jauh dari kualitas bermartabat. Saurip tak hanya suka suka mengutuk kegelapan, tapi baginya yang lebih penting adalah menyalakan lilin-lilin pengharapan dan optimisme. Mengutakan Rakyat tidak hanya berbicara tentang kritik-kritik terhadap sistem pemerintahan dan ketatanegaraan, tapi juga berbicara tentang langkah, bagaimana bangsa Indonesia dapat keluar dari jalan gelap. Kuncinya, sikap berani membebaskan diri dari beban-beban masa lalu yang membelenggu.

Dalam konteks ketatanegaraan, Mengutamakan Rakyat mengajak bangsa Indonesia mengambil sikap tegas dan konsisten terhadap pilihan sistem pemerintahan, apakah memilih sistem presidensil ataukah mengambil pilihan sistem parlementer. Saurip Kadi juga cukup gelisah dengan keberadaan partai-partai politik yang lebih sering memanfaatkan rakyat untuk kepentingan segelintir elitnya, dibanding melakukan tugasnya melakukan agregasi kepentingan rakyat. Pemilu belum menjadi sarana transfer kekuasaan dari rakyat (sebagai pemilik kedaulatan) kepada pihak yang dipercaya, karena janji-janji waktu kampanye belum tentu diwujudkan sebagai program pemerintah yang dibentuk oleh presiden pemenang pemilu.

Keberadaan lembaga perwakilan juga tak luput dari sorotan Jenderal Saurip. Maka tawaran Saurip agar keberadaan fraksi di parlemen dihapus merupakan jawaban agar oligarki partai segera dihentikan. Partai memang harus disehatkan. Penyederhanaan partai secara alami harus dijalankan dengan berani mengambil pilihan sistem pemilihan umum distrik. Politik hukum peraturan perundang-undangan politik, baik itu sistem kepartaian, sistem pemilihan dan sistem perwakilan kita tidak berada dalam satu rel yang berkesinambungan sehingga kelembagaan demokrasi belum sesuai dengan tuntutan kedaulatan rakyat. Untuk menyembuhkannya diperlukan pendekatan yang holistik, tidak bisa sepotong-potong lagi sehingga susunan kelembagaan demokrasi akan dapat saling berinteraksi secara harmonis.

Sistem perekonomian termasuk substansi yang secara mendalam disorot oleh Saurip Kadi. Dia adalah sedikit jenderal yang memiliki perhatian terhadap persoalan-persoalan detail ekonomi, bahkan sampai ke dalamnya. Semuanya berangkat dari tesis sederhana, bahwa bangsa yang kaya dengan sumberdaya alam ini ternyata masih menjadi bangsa yang lemah dan tidak diperhitungkan. Kekayaan alam bangsa ini masih lebih banyak digunakan untuk melayani kaum pemodal, baik asing maupun domistik. Sampai di sini mungkin masih biasa, karena sudah banyak intelektual yang mengemukakan hal itu. Tapi ketika berbicara tentang solusi bagaimana politik hukum pengelolaan sumberdaya alam ini harus dibuat, maka itu yang membedakan Jenderal Saurip dengan yang lainnya; lugas, sistematis, dan berani.

Dalam konteks pengelolaan keuangan negara, Saurip Kadi menyoroti bahwa dalam banyak hal yang hanya melanjutkan model yang diterapkan kolonial. Maka kemudian ia menyodorkan dekolonialisasi di bidang ekonomi. Dikatakan, model partisipasi perusahaan yang diberi lisensi tambang dan kekayaan alam lainnya masih menggunakan model lama, yaitu hanya dengan pajak dan belakangan ditambah program “community development”. Rakyat, dalam hal ini, hanya diposisikan sebagai penonton semata, padahal hampir di semua negara penganut paham demokrasi, rakyat secara langsung sudah ikut menikmati manfaat keberadaan kekayaan alam dengan cara memasukkan kepentingan publik dalam perencanaan nasional mulai dari master plan, corporat plan dan bisnis plan.

Mengutamakan Rakyat kemudian merekomendasikan agar pengelolaan keuangan negara ke depan harus diletakkan dalam kerangka Indonesia Incorporated, yang menempatkan kekayaan alam/aset sebagai kolateral untuk memanfaatkan sistem finansial global dengan persyaratan instrumen moneter yang dibutuhkan oleh global. Dengan model ini, Jenderal Saurip Kadi meyakinkan pembacanya bahwa berapa pun kebutuhan dana bisa diterapkan melalui pasar uang sesuai kebutuhan nasional. Di bagian akhir, Saurip Kadi menyampaikan pesan kuat, bahwa bangsa Indonesia tak punya alasan untuk kehilangan harapan, karena sebenarnya masih banyak anak bangsa yang lebih memenangkan akal sehat dibanding imajinasi.

Komentar tokoh[sunting | sunting sumber]

"Salah satu pesan kuat yang akan Anda temukan pada halaman-halamannya adalah bahwa pemimpin Indonesia telah membuang atau menyia-nyiakan waktu dalam mengurus kepentingan dirinya sendiri, sementara itu mereka tidak menghiraukan kebutuhan dan penderitaan rakyat.” (Prof. Jeffrey A Winters, pemerhati politik asal Australia)

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Pewarta Indonesia: Prinsip pemekaran harus mengutamakan kesejahteraan rakyat Diarsipkan 2016-03-04 di Wayback Machine., diakses 31 Juli 2015
  2. ^ Buku Kita: Mengutamakan Rakyat, diakses 31 Juli 2015
  3. ^ Simpul Demokrasi: Pikiran jendral yang "menyimpang" Diarsipkan 2014-01-31 di Wayback Machine., diakses 31 Juli 2015