Manajemen kasus

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Manajemen kasus adalah suatu cara yang terencana, terkoordinasi, dan teruji untuk memaksimalkan suatu efisiensi dan produktivitas dalam melaporkan serta menginvestigasikan bermacam-macam kasus. Manajemen kasus menekankan pengalokasian sumber daya untuk kasus dengan probabilitas solusi tertinggi.[1]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Sejak tahun 1950-an, manajemen kasus menjadi suatu hal yang penting, terlebih karena usaha yang telah dilakukan oleh O.W Wilson. Namun baru setelah Rand Corporation menerbitkan The Criminal Investigation Poccess: A Summary Report pada tahun 1976, para administrator polisi memberikan perhatiannya yang lebih serius kepada pendekatan ilmiah. Departemen Kepolisian Rhocester (New York) merupakan salah satu yang menjadi pelopor penggunaan skala "pembobotan" guna mengidentifikasi kasus dengan tingkat kemungkinan penyelesaian masalah yang tinggi.[1]

Aspek Investigasi Kriminal[sunting | sunting sumber]

Buku pedoman Managing Criminal Investigation, yang menjadi bagian dari program pelatihan di National Institute of Justice telah menetapkan enam aspek investigasi kriminal yaitu (1) peran investigasi patroli; (2) telaah kasus; (3) manajemen investigasi berkelanjutan; (4) relasi polisi dan jaksa penuntut; (5) sistem pengawasan; (6) pengorganisasian serta alokasi sumber daya. Riset yang saat ini dilakukan oleh Integrated Criminal Apprehension Program (ICAP) menekankan pada pentingnya pengumpulan data, analisis, perencanaan, dan pelayanan.[1]

Kasus kejahatan seperti pembunuhan akan diselidiki tanpa memandang soal probabilitasnya, walaupun untuk kasus dengan prioritas tinggi tertentu, pihak manajemen kepolisian harus mengalokasikan sumber daya dan memutuskan kapan investigasi lanjutan dianggap tidak perlu untuk dilakukan. Meskipun begitu, telah dibuktikan bahwa kriteria tertentu bisa meningkatkan atau menurunkan probabilitas keberhasilan. Maka dari itu, penatalaksanaan seorang penyidik, sebagaimana halnya manajemen kasus untuk perorangan menjadi hal penting.[1]

Terdapat pertanyaan penting yang tidak menemui jawaban meskipun sudah dilakukan riset intensif untuk meningkatkan pemahaman dan investigasi kejahatan yang menggunakan dana federal, yaitu seperti ukuran besar optimalnya sebuah unit investigatif, besaran penatalaksanaan seorang petugas untuk kejahatan spesifik, dan pilihan antara investigasi dan patroli sebagai sebuah alat efektif pengendali kejahatan. Lebih jauhnya lagi, riset yang dilakukan antara tahun 1970-an dan 1980-an sebagian besar tidak mempertimbangkan aplikasi komputer untuk manajemen kasus dan analisis pola kejahatan dalam sebuah investigasi.[1]

Banyak departemen kepolisian yang masih menggunakan metode dan prosedur yang ketinggalan zaman. kurangnya pengawasan manajerial atas investigasi mengarah kepada berbagai kekeliruan seperti pembagian penatalaksanaan yang tidak imbang, penugasan kasus yang tidak sesuai, penetapan prioritas yang keliru, dan kelambatan tanggapan. Kurangnya pengarahan manajerial telah menyebabkan rendahnya hasil investigasi kejahatan di sebagian besar departemen kepolisian.[1]

Pemanfaatan teknologi yang tepat dalam manajemen kasus mengkombinasikan efisiensi dengan efektivitas. Tipe dari organisasi akan berpengaruh terhadap manajemen kasus yang dilakukan.[1]

Manajemen kasus mungkin paling baik dijelaskan dengan sebuah teori yang disebut teori pohon-keputusan, yang menyediakan pilihan keputusan mengacu pada berbagai hal yang harus dipertimbangkan. Jika ada kasus yang diberikan ke seorang investigator, sebelumnya manajemen harus memeriksa penatalaksanaan. Manajemen itu harus mengamati terus kasus yang aktif, kasus nonaktif, dan memperhatikan petugas investigasi.[1]

Bila kasus telah dilimpahkan, maka tanggungjawab pengelolaannya berpindah ke pihak investigator. Tiap penyidik harus mengawasi serangkaian kasus aktif, mencatat tahap-tahap perkembangan dan informasi yang berhubungan.[1]

Pedoman Managing Criminal Investigation menawarkan sejumlah contoh untuk perkembangan bentuk. Pedoman tersebut juga mencantumkan "Aktivitas Khas Terkait dengan Investigasi Kasus" yang meliputi:

- Mengembangkan rencana investigatif

- Merundingkan rencana tersebut dengan atasan

- Mendiskusikan kasus tersebut dengan para spesialis dan petugas dari disiplin lain yang sesuai

- Menelpon korban

- Mewawancarai korban, saksi, dan saksi potensial

- Melakukan kontak telepon lain

- Melakukan penelusuran catatan

- Mentransmit APB resmi, dll.[1]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h i j R., Greene, Jack (2007). The encyclopedia of police science (edisi ke-3rd ed). New York: Routledge. ISBN 0415970008. OCLC 71241846.