Kenikmatan dalam Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kenikmatan dalam Islam merupakan pemberian dari Allah kepada manusia. Dalam Islam, kenikmatan yang utama adalah iman dan Islam. Kedudukan kenikmatan dalam Islam dapat sebagai ujian dari Allah. Pengakuan atas kenikmatan dalam Islam dilakukan dengan bersyukur.

Jenis[sunting | sunting sumber]

Kesehatan[sunting | sunting sumber]

Kedudukan kesehatan sebagai nikmat Allah adalah setelah kedudukan dari iman dan Islam.[1] Kesehatan merupakan salah satu dari dua nikmat yang kadang manusia merugi karenanya. Keterangan ini diperoleh dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah bin Abbas. Pernyataan yang mirip juga disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Kesehatan merupakan salah satu kenikmatan yang diberikan oleh Allah yang mudah dilupakan oleh manusia.[2]

Kedudukan[sunting | sunting sumber]

Ujian dari Allah[sunting | sunting sumber]

Kenikmatan yang diberikan oleh Allah dapat berkedudukan sebagai ujian dari Allah. Jenis kenikmatan yang menjadi ujian merupakan akibat dari tidak terpenuhinya hak-hak Allah dari manusia. Sifat dari kenikmatann semacam ini adalah merugikan manusia.[3]

Pengakuan[sunting | sunting sumber]

Pengakuan atas kenikmatan yang diberikan oleh Allah dapat dilakukan dengan bersyukur. Hakikat bersyukur adalah menampakkan kenikmatan yang diberikan oleh Allah. Menampakkan kenikmatan ini dilakukan dengan menyatakan bahwa nikmat yang diperoleh berasal dari Allah, sehingga harus digunakan sesuai dengan tuntunan dan kehendakNya. Cara lain untuk mengakui nikmat pemberian Allah adalah dengan menyebut-menyebut nikmat yang diberikan dan pemberinya secara lisan.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Husin 2014, hlm. 207.
  2. ^ Husin 2014, hlm. 201.
  3. ^ asy-Sya'rawi, M. Mutawalli (2007). Basyarahil, U., dan Legita, I. R., ed. Anda Bertanya Islam Menjawab. Diterjemahkan oleh al-Mansur, Abu Abdillah. Jakarta: Gema Insani. hlm. 32. ISBN 978-602-250-866-3. 
  4. ^ Mahfud, Choirul (2014). "The Power of Syukur: Tafsir Kontekstual Konsep Syukur dalam al-Qur'an" (PDF). Epistemé. 9 (2): 380. 

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]