Kecerdasan buatan dan hak cipta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hak Cipta merupakan Hak eksklusif pencipta yang muncul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu karya diwujudkan dalam bentuk konkret tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hak cipta berkaitan dengan karya sastra dan seni, seperti buku, musik, lukisan dan patung, film, dan karya berbasis teknologi (seperti program komputer dan basis data elektronik).[1][2]

Unsur dalam hak cipta[sunting | sunting sumber]

Hak cipta sendiri masuk dalam payung Kekayaan Intelektual, istilah Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan istilah yang ramai digunakan di Indonesia yang merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana dijelaskan dalam undang-undang No. 7 Tahun 1994 yang mengesahkan World Trade Organization (Agreement Establishing The World Trade Organization).[3]

Unsur-unsur dalam Hak Cipta yang diatur dalam undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Unsur utama dalam lingkup Hak Cipta yaitu;

  • Pencipta: Individu atau kelompok orang yang secara individu atau bersama-sama menciptakan sesuatu yang memiliki karakteristik dan keunikan pribadi.
  • Ciptaan: Setiap karya intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang timbul dari inspirasi, kemampuan, pemikiran, imajinasi, ketangkasan, keahlian, atau kecerdasan, yang diekspresikan dalam bentuk konkret.
  • Pemegang Hak Cipta: Individu yang menciptakan dan memiliki Hak Cipta, entitas yang sah menerima hak dari pencipta, atau pihak lain yang mendapatkan hak lebih lanjut dari entitas yang sah menerima hak tersebut. [1]

Jenis-jenis hak cipta[sunting | sunting sumber]

Dalam Pasal 58 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memberikan ketentuan yang mengatur mengenai pelindungan Hak Cipta terhadap berbagai jenis ciptaan. Termasuk di antaranya adalah buku, pamflet, dan segala hasil karya tulis lainnya; ceramah, kuliah, pidato, dan jenis Ciptaan sejenis lainnya; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; karya arsitektur; peta; dan karya seni batik atau seni motif lainnya. Pelindungan Hak Cipta ini berlaku selama hidup Pencipta dan berlanjut selama 70 tahun setelah Pencipta meninggal dunia, dimulai sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Ketentuan ini menetapkan batasan waktu untuk penggunaan dan pemanfaatan karya-karya tersebut, serta memberikan perlindungan hak eksklusif kepada Pencipta selama periode yang ditentukan.

Selanjutnya, disebut dalam Pasal 59 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta melanjutkan ketentuan pelindungan Hak Cipta terhadap berbagai jenis ciptaan dengan merinci beberapa elemen tambahan. Hal tersebut mencakup karya fotografi, potret, karya sinematografi, permainan video, program komputer, perwajahan karya tulis, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi, dan karya lain hasil transformasi, terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional. Selain itu, Pasal 59 juga mencakup pelindungan terhadap kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer atau media lainnya, dan kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli. Ketentuan ini memberikan jangkauan yang luas dalam melindungi beragam jenis karya dan transformasi kreatif, mencerminkan peran yang semakin penting dari berbagai bentuk ekspresi dalam masyarakat modern.[1]

Kecerdasan buatan[sunting | sunting sumber]

Kecerdasan buatan atau artificial intelligence merupakan suatu sistem untuk secara tepat menginterpretasikan data eksternal, belajar dari data tersebut, dan menggunakan pembelajaran tersebut untuk mencapai tujuan dan tugas tertentu melalui arahan secara daring melalui website atau aplikasi digital dengan penggunaan yang fleksibel dengan pembahasan yang beragam.[4]

Relevansi antara kecerdasan buatan dan hak cipta[sunting | sunting sumber]

Hak Cipta dan Kecerdasan Buatan (AI) memiliki keterkaitan yang signifikan dalam konteks perlindungan karya intelektual. Hak Cipta, sebagai bagian integral dari Kekayaan Intelektual, memberikan hak eksklusif kepada pencipta untuk melindungi karya sastra dan seni dari penggunaan tanpa izin. Dalam era di mana teknologi semakin merambah ke dalam kehidupan sehari-hari, Kecerdasan Buatan hadir sebagai kekuatan pengubah game dengan kemampuannya untuk menginterpretasikan data eksternal, belajar, dan mengaplikasikan pembelajaran tersebut untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks Hak Cipta, AI dapat berperan dalam mendeteksi pelanggaran hak cipta atau pemalsuan dengan menganalisis dan membandingkan besar dataset untuk mengidentifikasi kesamaan atau pelanggaran. Penggunaan AI dalam bidang teknologi, terutama dalam pengembangan program komputer atau karya berbasis teknologi, memberikan tantangan baru dalam memahami dan menanggapi aspek hukum yang berkaitan dengan hak cipta. Oleh karena itu, perpaduan antara Hak Cipta dan Kecerdasan Buatan menciptakan dinamika yang kompleks di mana perlindungan terhadap karya intelektual harus diperbarui dan disesuaikan dengan perkembangan teknologi, sambil tetap mempertahankan keseimbangan antara mendorong inovasi dan memberikan perlindungan yang adil terhadap hak cipta.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c "UU No. 28 Tahun 2014". Database Peraturan | JDIH BPK. Diakses tanggal 2023-12-01. 
  2. ^ "Understanding Copyright and Related Rights" (PDF). www.wipo.int. hlm. 4. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2019-12-27. Diakses tanggal 1 December 2023.
  3. ^ Telaumbanua, Dalinama (2019-12-02). "Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun T974 tentang Perkawinan". dx.doi.org. Diakses tanggal 2023-12-01. 
  4. ^ Kaplan, Andreas; Haenlein, Michael (2019-01-01). "Siri, Siri, in my hand: Who's the fairest in the land? On the interpretations, illustrations, and implications of artificial intelligence". Business Horizons. 62 (1): 15–25. doi:10.1016/j.bushor.2018.08.004. ISSN 0007-6813.