Kebijakan pangan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Petani memegang padi

Kebijakan pangan adalah suatu wilayah kebijakan publik yang khusus menangani masalah bagaimana makanan diproduksi, diproses, didistribusikan, dan diperjualbelikan. Kebijakan publik didesain untuk mempengaruhi operasi sistem pertanian dan pangan. Kebijakan pangan terdiri dari penetapan tujuan produksi, pemrosesan, pemasaran, ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan konsumsi bahan pangan, serta menjelaskan proses untuk mencapai tujuan tersebut. Kebijakan pangan dapat berada pada berbagai level, dari lokal hingga glbal, dan oleh pemerintah, komersial, hingga organisasi. Kebijakan pangan juga melibatkan institusi pendidikan untuk mendidik, peraturan untuk mengatur, dan standar yang ditetapkan untuk melaksanakan kebijakan. Peraturan dan standar yang ditetapkan meliputi kesehatan dan keselamatan, pemberian label, dan kualifikasi produk tertentu (makanan organik, makanan halal, dan sebagainya).[1][2]

Tujuan utama kebijakan pangan adalah:[3]

  • melindungi masyarakat miskin dari krisis
  • mengembangkan pasar jangka panjang yang meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya
  • meningkatkan produksi pangan yang lalu akan meningkatkan pendapatan petani

Kebijakan pangan dan kesehatan masyarakat secara global[sunting | sunting sumber]

Kebijakan pangan terkait dengan kesehatan populasi. Catatan awal mengenai malagizi yang terjadi di negara berkembang terkait dengan efek kelangkaan pangan yang memicu penyakit seperti marasmus dan kwashiorkor. Dengan meningkatnya produksi pangan, konsumsi bahan pangan bernutrisi tinggi, dan pengurangan aktivitas fisik, telah terjadi kasus obesitas yang meluas di negara maju, terutama di masyarakat berpenghasilan menengah, dan beberapa juga terjadi di negara berkembang. Masalah ini mendapatkan perhatian karena biaya perawatan penyakit yang terkait seperti diabetes dan darah tinggi yang harus dibayar sepanjang hidup. Kebijakan pangan juga terkait dengan tingkat harapan hidup.[4]

Secara garis besar berdasarkan pola konsumsi nutrisi yang terjadi saat ini, untuk tetap sehat masyarakat negara miskin dan berkembang membutuhkan asupan nutrisi protein, zat besi, kalsium, vitamin A, dan vitamin C. Sedangkan masyarakat negara maju dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak dan gula serta menambah serat makanan untuk tetap sehat.[5]

Konflik[sunting | sunting sumber]

Kebijakan pangan memiliki faktor ekonomis dan politis yang harus dihadapi pada masa depan. Kebijakan pangan tidak berdasarkan politik, namun kebijakan pangan berdampak pada politik. Negara yang memiliki keterlibatan lebih pada kebijakan pangan akan memiliki pengaruh dalam menyelesaikan masalah kelaparan dan kemiskinan.

Solusi kelaparan dan kemiskinan dapat ditemukan pada peningkatan jumlah makanan yang dikonsumsi per individu. Jumlah bahan pangan yang ditingkatkan tergantung pada seberapa banyak nutrisi yang dibutuhkan dalam menjalankan aktivitas harian. Jika harga bahan pangan terlalu tinggi bagi konsumen, maka mereka akan mengurangi jumlah yang dimakannya. Harga bahan pangan yang tinggi akan menyebabkan masyarakat berpenghasilan rendah memiliki asupan nutrisi yang lebih buruk. Di sisi lain, produsen bahan pangan bergantung pada harga pangan untuk penghasilan mereka, sehingga mereka tidak dapat membuat harga yang terlalu rendah. Masalah suplai dan permintaan bahan pangan merupakan salah satu yang harus diselesaikan dalam kebijakan pangan.[6]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Drake University. "What is a food policy?". State and Local Food Policy Councils. Iowa Food Policy Councils. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 28 February 2011. 
  2. ^ Rikza Saifullah. Studi Kebijakan Pangan Halal di Indonesia, sebuah skripsi (PDF). Institut Pertanian Bogor. 
  3. ^ "Managing food price risks and instability in a liberalizing market environment: Overview and policy options". http://www.sciencedirect.com.  Hapus pranala luar di parameter |work= (bantuan)
  4. ^ Algazy, Jeffrey. "The World is Getting Fat". Why Governments Must Lead the Fight Against Obesity. Mckinsey. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-09-30. Diakses tanggal 31 March 2011. 
  5. ^ "Oxford University Press: Food, Economics, and Health: Alok Bhargava". Diakses tanggal 2009-01-20. 
  6. ^ Timmer, Peter (1983). Food Policy Analysis (PDF). The World Bank. hlm. 1–12.