Gilangharjo, Pandak, Bantul

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gilangharjo
Negara Indonesia
ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta
KabupatenBantul
KecamatanPandak
Kode pos
55761
Kode Kemendagri34.02.06.2003
Luas7,26 km² [1]
Jumlah penduduk1.512 jiwa (2016)[1] 14.661 jiwa (2010)[2]
Kepadatan208 jiwa/km²(2016)
Jumlah RT91 RT
Jumlah RW15 Dusun


Gilangharjo (Jawa: Gilangharja) adalah desa di kecamatan Pandak, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.

Pembagian Administratif[sunting | sunting sumber]

Desa ini memiliki luas ± 726 hektare, terdiri dari 15 Dusun dan 91 RT. Kelima belas dusun tersebut diantaranya:

  1. Dusun Kadisoro
  2. Dusun Jodog
  3. Dusun Karangasem
  4. Dusun Daleman
  5. Dusun Jomboran
  6. Dusun Kauman
  7. Dusun Kadekrowo
  8. Dusun Bongsren
  9. Dusun Ngaran
  10. Dusun Karanggede
  11. Dusun Gunting
  12. Dusun Depok
  13. Dusun Tegallurung
  14. Dusun Banjarwaru
  15. Dusun Krekah

Demografi[sunting | sunting sumber]

Jumlah penduduk Desa Gilangharjo pada tahun 2016 sebanyak 1.512 jiwa terdiri dari 757 laki-laki dan 755 perempuan.

Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Pertanian[sunting | sunting sumber]

Tanaman Padi Organik adalah salah satu unggulan di Desa Gilangharjo yang hasilnya sangat bagus,saat ini juga dalam rangka pengembangan baik padi organik maupun pupuk organiknya yang semula baru 60 orang meningkat menjadi 70 orang. Hasil panennya dikemas dengan kemasan 5 kg sesuai pesanan dari luar.

Peternakan[sunting | sunting sumber]

Peternakan di wilayah Desa Gilangharjo sangat banyak namun yang sangat menonjol pada Tahun 2010 adalah peternakan sapi sejumlah 1.534 ekor yang tersebar di 15 pedukuhan yang telah mempunyai kandang kelompok.

Industri Olahan Pangan[sunting | sunting sumber]

Warga Desa Gilangharjo mengembangkan banyak industri olahan pangan. Di antaranya adalah:

  • Abon Lele
  • Abon Ayam
  • Aneka jajan pasar
  • Galundeng
  • Makanan Tradisional
  • Criping Bonggol Pisang

Seni Budaya[sunting | sunting sumber]

Berikut adalah kekayaan dan keberagaman budaya yang dapat ditemukan di Desa Gilangharjo;

Batik[sunting | sunting sumber]

Batik adalah salah satu kebudayaan di Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi sejak 2 Oktober 2009. Batik adalah kebudayaan yang memiliki seni tinggi. Desa Gilangharjo adalah salah satu desa yang melestarikan kebudayaan ini. Dusun Gunting merupakan sentra pembuatan batik tulis dan lukis. Tidak hanya di Yogyakarta, tetapi keindahan batik asal Gilangharjo juga sudah dikenal di luar kota.

Topeng[sunting | sunting sumber]

Keindahan topengnya tidak hanya dikenal di pasar domestik, tetapi juga sudah menembus pasar internasional seperti Vietnam, Belanda, dan Prancis.

Seni Lukis[sunting | sunting sumber]

Hasil lukisan yang berasal dari desa Gilangharjo sudah dipasarkan tidak hanya di Indonesia saja, tetapi juga di banyak negara, seperti Amerika, Prancis, dan Belanda.

Gamelan[sunting | sunting sumber]

Gamelan adalah alat musik yang sering dimainkan pada saat pementasan karawitan, wayang dan beberapa pertunjukkan lainnya. Gamelan terdiri dari beberapa jenis alat musik seperti kendhang, gong, bonang, saron dan kenong. Di Desa Gilangharjo, ada beberapa kelompok kesenian yang memainkan alat musik ini. Tidak hanya pria, tetapi para wanita juga ikut bergabung dalam kelompok tersebut.

Marching Bleck[sunting | sunting sumber]

Marching Bleck adalah inovasi dari Marching Band, namun mengkombinasikan kaleng bekas sebagai alat musiknya. Berawal dari peringatan kemerdekaan pada tahun 1990, Agus Subiyakta S.Sn mengumpulkan warga setempat untuk mulai bermain musik dengan menggunakan alat musik seadanya. Sejak saat itu, Marching Bleck yang kemudian diberi nama “Fals Nada Sumuk-e” ini berkembang dengan pesat dengan pusat di Dusun Jodog. Hingga saat ini, anggotanya sudah mencapai 100 orang, dengan beberapa penghargaan yang sudah berhasil diraih. Marching Bleck dapat disaksikan di Desa Gilangharjo, khususnya pada waktu ada peringatan hari-hari besar.

Sanggar di Desa Gilangharjo[sunting | sunting sumber]

Sanggar Giri, Gino, Guno (3G)[sunting | sunting sumber]

Sanggar Giri, Gino, Guno merupakan sanggar kesenian yang terletak di Dusun Kadekrowo. Kegiatan keseniannya berupa karawitan, ketoprak, tarian dan lain sebagainya. Berdiri pada 8 Juni 2007, diprakarsai oleh seorang wartawan Prancis. Nama Giri, Gino, Guno memiliki arti tersendiri yaitu “Giri” berarti tempat yang tinggi, “Gino” diambil dari nama pemilik tanah terdahulu dan “Guno” yang berarti berguna.

Sanggar Batik Nyawiji[sunting | sunting sumber]

Sanggar Batik Nyawiji sebenarnya merupakan paguyuban bagi pengrajin batik yang ada di Dusun Gunting. Sanggar ini memiliki 11 anggota pengrajin, yang seluruh anggotanya ikut dalam pelestarian budaya batik. Produk yang dihasilkan adalah batik lukis, batik warna alam, kemeja batik dan lainnya.

Sanggar Larasati dan Sanggar Tunas Budaya[sunting | sunting sumber]

Sanggar Larasati identik dengan anggotanya yang sebagian besar adalah anak-anak. Sedangkan Sanggar Tunas Budaya anggotanya lebih banyak berasal dari remaja dan orang tua. Kesenian yang dikembangkan berupa karawitan dan ketoprak.

Situs Sejarah[sunting | sunting sumber]

Di Desa Gilangharjo, terdapat situs sejarah yang hingga kini masih dilestarikan keberadaannya. Berikut adalah situs-situs sejarah yang dapat dikunjungi.

Selo Gilang[sunting | sunting sumber]

Selo Gilang berada di Janggan Kauman yang merupakan situs peninggalan sejarah budaya. Konon dulunya Selo Gilang merupakan Cikal Bakal Kerajaan Mataram Islam yang pertama, konon kala itu di Selo Gilang itulah Kanjeng Panembahan Senopati mendapatkan Wahyu Lintang Johar untuk selanjutnya mendirikan Kraton di sekitaran Selo Gilang.

Lintang Johar Diarsipkan 2023-05-10 di Wayback Machine. dapat diartikan sebagai cahaya Jauhar Awwal Rasulullah atau Nur Muhammad. Ilham ini dapat ditemukan dalam QS An Nuur ayat 35 tentang penciptaan segala sesuatu yang berlapis-lapis cahaya.

Maka diambilnya Selo Gilang sebagai cikal bakal nama Desa Gilangharjo dikarenakan nama Gilang semoga kebesaran zaman itu serta Nilai-nilai Luhur yang terkandung pada zaman Mataram Islam yang pertama kala itu terus digali dan selalu dilestarikan sebagai wujud pelestarian potensi budaya lokal.

Sedangkan Harjo mengadung arti aman tenteram dengan didukung para pamong desa dengan segala loyalitas dan totalitas yang tinggi mendedikasikan dirinya demi maju dan makmurnya desa. Batu Selo Gilang yang dahulu digunakan untuk bertapa Para Raja Mataram Kuno, sampai saat ini, Batu Selo Gilang masih digunakan untuk mencari pencerahan bagi warga yang percaya. Batu Selo Gilang dipercaya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Sendang Plempoh[sunting | sunting sumber]

Nama Plempoh diambil dari nama Pohon Kepuh dan Pohon Pelem. Pada Sendang Plempoh terdapat binatang “Yuyu”, yang diyakini bila bertemu dengan binatang ini dapat menyembuhkan penyakit. Sedang Plempoh berada di dusun Gunting.

Gunung Cilik[sunting | sunting sumber]

Gunung Cilik merupakan lahan milik Keraton. Tempat ini dahulu menjadi tempat bersemedi atau tempat beristirahat para pejuang pada masa Kerajaan Majapahit. Pada hari- hari tertentu diselenggarakan upacara – upacara adat keagamaan, seperti: Sadran, Maulud, Wiwidan, Suran, Kenduri, Pinuwunan, Padusan, Ruwahan.

Referensi[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]