Gerakan Aceh Merdeka
Gerakan Aceh Merdeka | |
---|---|
Aktif | 4 Januari 1976 - 27 Desember 2005 |
Negara | Indonesia |
Aliansi | Nasional, separatis |
Peran | Gerilya |
Markas | Pegunungan dan hutan di Aceh |
Peralatan | Tentara kecil and dinamit |
Pertempuran | Pemberontakan di Aceh |
Tokoh | |
Komandan saat ini | Hasan di Tiro (meninggal) |
Insignia | |
Tanda pengenal | Bulan sabit dan bintang |
Tanda pengenal | Initials "GAM" |
Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM adalah sebuah organisasi (yang dianggap separatis) yang memiliki tujuan supaya Aceh, yang merupakan daerah yang sempat berganti nama menjadi Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara pemerintah RI dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro selama hampir tiga dekade bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia. Pada tanggal 2 Juni 2010, ia memperoleh status kewarganegaraan Indonesia, tepat sehari sebelum ia meninggal dunia di Banda Aceh. [1].
Garis waktu
Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah RI memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Marti Ahtisaari berperan sebagai fasilitator.
Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM.
Meski, perdamaian tersebut, sejatinya sampai sekarang masih menyisakan persoalan yang belum menemukan jalan keluar. Misal saja berkait dengan Tapol/Napol Aceh yang masih berada di penjara Cipinang, Jakarta seperti Ismuhadi, dkk. Selain juga persoalan kesejahteraan mantan prajurit kombatan GAM yang cenderung hanya dinikmati oleh segelintir elit.
Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Daud, menyatakan bahwa sayap militer mereka telah dibubarkan secara formal.
Lihat pula
Pranala luar
- (Aceh) (Inggris) (Indonesia) Acheh-Sumatra National Liberation Front
- (Indonesia) Terjemahan resmi nota kesepahaman Pemerintah Indonesia dan GAM (format PDF)
Referensi
- ^ Otto Syamsuddin Ishak, dkk, Hasan Tiro: Unfinished Story of Aceh, Bandar Publishing-Banda Aceh, 2010