Aeromonas hydrophila

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Aeromonas hydrophila
Klasifikasi ilmiah
Domain:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
A. hydrophila
Nama binomial
Aeromonas hydrophila
(Chester, 1901)
Stanier, 1943
Sinonim

Bacillus hydrophilus fuscus Sanarelli 1871
Bacillus hydrophilus Chester 1901
Proteus hydrophilus (Chester 1901) Bergey et al. 1923
Bacterium hydrophilum (Chester 1901) Weldin and Levine 1923
Pseudomonas hydrophila (Chester 1901) Breed et al. 1948

Koloni Aeromonas hydrophila pada agar-agar darah.

Aeromonas hydrophila adalah bakteri gram-negatif bersifat heterotrofik. Bakteri ini berbentuk tongkat dengan ujung bulat serta memiliki lebar sekitar 0.3–1 μm dan panjang 1–3 μm. Banyak ditemukan di daerah dengan iklim hangat. Bakteri ini dapat ditemukan di air tawar atau payau dan dapat bertahan di lingkungan aerobik maupun anaerobik serta bisa mencerna bahan-bahan seperti gelatin dan hemoglobin. Hydrophila diisolasi dari manusia dan hewan pada 1950-an. Bakteri ini adalah spesies yang paling terkenal dari Aeromonas, tahan terhadap antibiotik yang paling umum dan suhu dingin serta bersifat oksidase dan indol-positif. Hydrophila secara luas dianggap sebagai patogen utama pada ikan dan amfibi lainnya.[1]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Awalnya Aeromonas hydrophila dikenal dengan nama Bacilus hydrophilus fuscus, pertama kali diisolasi dari kelenjar pertahanan katak yang mengalami pendarahan septicemia. Kluiver dan Van Niel pada tahun 1936 mengelompokkan genus Aeromonas. Tahun 1984, Popoff memasukan genus Aeromonas kedalam famili Vibrionaceae. Aeromonas Hydrophila diisolasi dari manusia dan binatang sampai dengan tahun 1950. Bakteri ini memiliki nama sinonim A. formicans dan A. liquefaciens (Sismeiro, et al., 1998).

Aeromonas hydrophila mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980 bakteri ini menyebabkan wabah penyakit pada ikan karper di Jawa Barat dan berakibat pada kematian ikan sebanyak 125 ton (Triyanto, 1990). Di tahun yang sama, kejadian serupa juga terjadi di mana dikenal dengan nama penyakit borok/penyakit merah, yang mengakibatkan kematian sekitar kurang lebih 173 ton ikan mas, termasuk di dalamnya 30% ikan-ikan kecil/benih. Kematian ini disebabkan oleh bakteri ''Aeromonas sp.'' dan ''Pseudomonas sp.''

Pengertian[sunting | sunting sumber]

Aeromonas hydrophila merupakan bakteri heterotrofik uniseluller, tergolong protista prokariot yang dicirikan dengan tidak adanya membran yang memisahkan inti dengan sitoplasma. Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yag sering menyerang ikan air tawar seperti ikan nila menyebabkan penyakit ''Motile Aeromonas Septicaemia'' (MAS) yang menyerang beberapa organ dalam seperti hati, limpa, dan ginjal (Roberts, 2000). Menurut Kusuma (2016) pada umumnya penyakit ini akan timbul pada ikan yang penanganannya kurang sempurna, pakan yang kurang tepat baik mutu maupun jumlahnya, banyak terinfeksi oleh parasit, serta air kolam budidaya yang kualitasnya tidak dalam kondisi optimum untuk keperluan kehidupan ikan, misalnya tingkat bahan organik akibat cemaran ataupun yang lainnya.

Karakteristik[sunting | sunting sumber]

Menurut Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2012) Aeromonas hydrophila adalah salah satu spesies bakteri yang terdapat di hampir seluruh lingkungan perairan tawar maupun payau, bahkan pada feces mamalia, katak dan manusia. Bakteri ini bersifat Gram negatif, bentuk batang 0,7-0,8 µm x 1,0-1,5 µm, bergerak dengan menggunakan polar flagella, cytochrom oksidase positif, fermentatif, dan oksidatif.

Menurut Rosita dan Maryani (2006), Aeromonas hydrophila berbentuk batang pendek berukuran 2-3 mikrometer, koloni bulat, cembung, berwarna kekuning-kuningan dan mempunyai variasi biokimia. Aeromonas hydrophila umumnya hidup di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi dan senang hidup di lingkungan bersuhu 15-30℃ pada pH antara 5,5-9. Aeromonas hydrophila menginfeksi semua jenis ikan tawar. Infeksi yang biasanya berkaitan dengan perubahan kondisi lingkungan, stress akibat kepadatan, malnutrisi, infeksi parasit, kualitas air yang buruk dan fluktuasi suhu air yang ekstrim. Serangan bersifat akut, jika kualitas lingkungan air terus menurun, maka kematian yang ditimbulkan bisa mencapai 100% (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2012).

Patogenitas[sunting | sunting sumber]

Patogenisitas yang ditunjukkan dengan LD50 cukup bervariasi, yaitu berkisar antara 104 – 106 sel/ml (Sarono et al., 1993). Bakteri Aeromonas Hydrophila dapat ditemukan dimana-mana, terutama di perairan yang mengandung bahan organik tinggi, bakteri ini juga dapat tumbuh pada suhu 4 – 45℃, meskipun lambat dan tumbuh optimum pada suhu 37℃ (Farmer et al., 2000). Bakteri Aeromonas Hydrophila menghasilkan bermacam-macam enzim, seperti gelatinase, caseinase, elastase, lipase, lecithinase, staphylolyase, deoxyribonuclease, dan ribonuclease. Selain itu, bakteri menghasilkan bermacam-macam toksin antara lain eksotoksin, seperti α dan β hemolisin, cytotoksin, enterotoksin dan endotoksin, yaitu LPS (Lipopolisakarida) (Roberts, 1993). Perbedaan bakteri Aeromonas hydrophila dengan bakteri lain adalah kemampuannya yang dapat menyebabkan exophthalmia. Hal tersebut menunjukan bahwa Aeromonas hydrophila mempunyai mekanisme patogenitas yang berbeda terhadap ikan (Kamiso, 2004).

Gejala klinis serangan[sunting | sunting sumber]

Gejala klinis dari penyakit ini adalah munculnya borok (ulcer), dropsy / kembung, iritasi sirip, sisik menguak. Menurut Mulia (2003), infeksi bakteri ini dapat menimbulkan penyakit dengan gejala-gejala diantaranya yaitu kulit mudah terkelupas, bercak merah pada seluruh tubuh, insang berwarna suram atau kebiruan, exopthalmia (bola mata menonjol keluar), pendarahan sirip punggung, dan hilang nafsu makan. Ikan yang terinfeksi ini biasanya akan mati dalam waktu satu minggu (Dana & Angka, 1990).

Pencegahan[sunting | sunting sumber]

Menurut Kievit dan Iglewski (2000), Aeromonas hydrophila yang bersifat virulen dapat dijadikan nonvirulen dengan menghambat sistem quorum Hal ini dapat dijadikan sebagai upaya pencegahan infeksi kronis yang merusak tanpa menggunakan agen yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, seperti antibiotik dan bahan kimia. Penggunaan antibiotik maupun bahan kimia secara terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik, selain itu juga dapat merusak lingkungan perairan serta meracuni ikan, sehingga penggunaan antibiotik menjadi tidak efektif (Irawan et al. 2003). Usaha penanganan penyakit akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila yang cukup efisien antara lain dengan menggunakan bahan alami yang ada di lingkungan. Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi infeksi bakteri pada ikan adalah temu ireng (Curcuma aeruginosa).

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Prevalence and distribution of Aeromonas hydrophila in the United States". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-14. Diakses tanggal 2019-11-22. 

Sumber[sunting | sunting sumber]

  • Affandy, G. (2017). Pengaruh Infeksi Aeromonas Hydrophilla Terhadap Nilai Lethal Dosis 50 (Ld50) Dan Prevalensi Penyakit Motile Aeromonas Septicemia (Mas) Pada Benih Ikan Mas Punten (Cyprinus Carpio). [skripsi]. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
  • Arwin, M., Ijong, F. G., & Tumbol, R. (2016). Characteristics of Aeromonas hydrophila isolated from tilapia (Oreochromis niloticus). Aquatic science & management, 4(2), 52-55.
  • Haryani, A., Grandiosa, R., Buwono, I. D., & Santika, A. (2012). Uji efektivitas daun pepaya (Carica papaya) untuk pengobatan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan mas koki (Carassius auratus). Jurnal Perikanan Kelautan, 3(3).
  • Mangunwardoyo, W., Ismayasari, R., & Riani, E. (2016). Uji Patogenisitas dan Virulensi Aeromonas hydrophila Stanier pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus Lin.) melalui Postulat Koch. Jurnal Riset Akuakultur, 5(2), 145-255.
  • Muslikha, M., Pujiyanto, S., Jannah, S. N., & Novita, H. (2016). Isolasi, Karakterisasi Aeromonas hydrophila dan Deteksi Gen Penyebab Penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) dengan 16S rRNA dan Aerolysin pada Ikan Lele (Clarias sp.). Jurnal Akademika Biologi, 5(4), 1-7.
  • Olga, O. (2012). Patogenisitas Bakteri Aeromonas Hydrophila Asb01 Pada Ikan Gabus (Ophicephalus Striatus). Sains Akuatik: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Perairan, 14(1).
  • Rikawati. (2018). Pengaruh Pemberian Larutan Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb) Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Biawan (Helostoma Teminchii) Yang Di Infeksi Bakteri Aeromonas Hydrophila. [skripsi]. Pontianak: Universitas Muhammadiyah Pontianak.
  • Rofiani, E. M., Madusari, B. D., & Soeprapto, H. (2017). Identifikasi Keberadaan Bakteri Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) yang Dibudidayakan di Kolam Balai Benih Ikan Karanganyar Kabupaten Pekalongan. Pena Akuatika: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 15(1).
  • Sari, D. S. (2012). Pencegahan Infeksi Bakteri Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Dengan Pemberian Ekstrak Etil Asetat Rimpang Temu Ireng (Curcuma Aeruginosa). Jurnal Biofarmasi, 11 (2): 31-35.