Lompat ke isi

Masalah kejahatan (filsafat): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 16: Baris 16:


== Bentuk ==
== Bentuk ==
Masalah kejahatan didefinisikan sebagai masalah pertentangan antara eksistensi kejahatan dan penderitaan di dunia dengan keyakinan pada Tuhan yang mahakuasa, maha baik, dan maha tahu.<ref name="IepEvidential4">The Internet Encyclopedia of Philosophy, "[https://www.iep.utm.edu/e/evil-evi.htm The Evidential Problem of Evil]", Nick Trakakis</ref><ref name="Harvey2013p141">{{Cite book|last=Harvey|first=Peter|year=2013|url=https://books.google.com/books?id=u0sg9LV_rEgC|title=An Introduction to Buddhism: Teachings, History and Practices|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-0-521-85942-4|pages=37, 141}}</ref><ref name="boydp56">Gregory A. Boyd (2003), ''Is God to Blame?'' (InterVarsity Press), {{ISBN|978-0830823949}}, pp. 55–58</ref><ref>{{Cite book|last=Peter van Inwagen|year=2008|url=https://books.google.com/books?id=iQhUrE8BYFIC|title=The Problem of Evil|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-954397-7|pages=6–10, 22, 26–30}}</ref><ref name="Edwards2001">{{Cite book|last=Edwards|first=Linda|year=2001|url=https://archive.org/details/unset0000unse_s5t3|title=A Brief Guide to Beliefs: Ideas, Theologies, Mysteries, and Movements|publisher=Westminster John Knox Press|isbn=978-0-664-22259-8|page=[https://archive.org/details/unset0000unse_s5t3/page/59 59]|url-access=registration}}</ref>

Masalah kejahatan dapat dijelaskan secara empiris atau teoritis.<ref name="IepEvidential5">The Internet Encyclopedia of Philosophy, "[https://www.iep.utm.edu/e/evil-evi.htm The Evidential Problem of Evil]", Nick Trakakis</ref> Dalam perspektif ini, secara empiris adalah sulit mempercayai konsep Tuhan yang penuh kasih ketika dihadapkan pada kejahatan dan penderitaan di dunia ini, seperti wabah penyakit, peperangan, pembunuhan massal, atau bencana alam yang mana orang-orang yang tidak bersalah menjadi korbannya.<ref>{{Cite book|last=Swinton|first=John|year=2007|url=https://books.google.com/books?id=sT42mz7G_68C|title=Raging with Compassion: Pastoral Responses to the Problem of Evil|publisher=Wm. B. Eerdmans|isbn=978-0-8028-2997-9|pages=33–35, 119, 143}}</ref><ref>{{Cite book|last=Neiman|first=Susan|date=2004|url=https://books.google.com/books?id=28ts5lckpOwC|title=Evil in Modern Thought: An Alternative History of Philosophy|publisher=Princeton University Press|isbn=978-0691117928|pages=119–120, 318–322}}</ref><ref>{{Cite book|last=Micha de Winter|year=2012|url=https://books.google.com/books?id=pHRJamJh7XMC|title=Socialization and Civil Society|publisher=Springer|isbn=978-94-6209-092-7|pages=69–70}}</ref> Secara teoritis, terdapat dua macam permasalahan umumnya dikaji oleh para sarjana, yaitu permasalahan logika dan permasalahan pembuktian.<ref name="IepEvidential5" />


=== Masalah logis kejahatan ===
=== Masalah logis kejahatan ===

Revisi per 29 Februari 2024 01.47

Masalah kejahatan (bahasa Inggris: problem of evil) adalah pertanyaan tentang bagaimana mendamaikan pertentangan antara keberadaan kejahatan dan penderitaan di dunia ini dengan keberadaan Tuhan Yang Mahakuasa, Maha Baik, dan Maha Mengetahui.[1][2][3] Saat ini, terdapat perbedaan definisi mengenai konsep-konsep ini. Pemaparan masalah kejahatan yang paling terkenal dilakukan oleh filsuf Yunani Epicurus, yang kemudian dipopulerkan oleh filsuf David Hume.

Selain didiskusikan dalam filsafat agama, masalah kejahatan juga merupakan topik yang penting dalam bidang teologi dan etika. Ada juga banyak diskursus tentang kejahatan dan masalah terkait di bidang filsafat lainnya, seperti etika sekuler,[4][5][6] dan etika evolusioner.[7][8] Namun seperti yang biasanya dipahami, masalah kejahatan diajukan dalam konteks teologis.[9][10]

Respons terhadap masalah kejahatan secara tradisional diberikan dalam tiga jenis: sanggahan, pembelaan, dan teodisi.

Masalah kejahatan secara umum dirumuskan dalam dua bentuk: masalah logis kejahatan dan masalah bukti kejahatan. Bentuk logis dari masalah kejahatan mencoba untuk menunjukkan bahwa dalam dunia di mana ada kejahatan, secara logis tidak mungkin bahwa Tuhan itu ada.[11][12] Sedangkan masalah bukti kejahatan mencoba untuk menunjukkan bahwa mengingat prevalensi kejahatan di dunia, kemungkinan besar dunia ini tidak diciptakan dan diatur oleh entitas yang Maha Kuasa, Maha Tahu dan Maha Baik.[13] Masalah kejahatan telah diperluas ke bentuk kehidupan non-manusia, termasuk penderitaan spesies hewan non-manusia akibat kejahatan alam dan kekejaman manusia terhadap mereka.[14]

Definisi

Konsep kejahatan secara luas didefinisikan sebagai semua bentuk rasa sakit dan penderitaan.[15] Namun, definisi ini dianggap problematik. Marcus Singer mengatakan bahwa definisi kejahatan harus didasarkan pada pengetahuan bahwa: "Jika sesuatu itu benar-benar jahat, maka hal itu tidak diperlukan, dan jika suatu hal itu diperlukan, maka hal itu tidak mungkin jahat".[16]:186 Menurut John Kemp, kejahatan tidak dapat dipahami dengan bersandar pada "skala hedonisme sederhana di mana kesenangan dianggap mempunyai nilai positif, dan rasa sakit mempunyai nilai negatif".[17][15] Institut Kedokteran Nasional Amerika mendeskripsikan rasa sakit sebagai hal yang sangat penting untuk kelangsungan kehidupan: "Tanpa rasa sakit, dunia akan menjadi tempat yang sangat berbahaya".[18][19]

Meskipun banyak argumen yang menentang kemahakuasaan Tuhan didasarkan pada definisi kejahatan yang paling luas, "sebagian besar filsuf kontemporer yang tertarik dengan masalah kejahatan memusatkan perhatian utamanya pada definisi kejahatan dalam arti yang lebih sempit".[20] Konsep sempit tentang kejahatan hanya berlaku bagi agen moral yang mampu membuat keputusannya sendiri, dan terhadap tindakan-tindakan mereka; hal ini memungkinkan bahwa terdapat rasa sakit dan penderitaan tanpa mengidentifikasinya sebagai kejahatan.[21] :322

Kejahatan memiliki arti yang berbeda jika dilihat dari sudut pandang sistem kepercayaan yang berbeda, dan meskipun kejahatan dapat dilihat dari sudut pandang agama, kejahatan juga dapat dipahami dari sudut pandang alam atau sekuler, seperti kejahatan sosial, egoisme, kriminalitas, dan sosiopatologi.[22] John Kekes menulis bahwa suatu tindakan dikatakan jahat jika "(1) tindakan tersebut menyebabkan kerugian yang parah bagi (2) korban yang tidak bersalah, dan tindakan tersebut (3) disengaja, (4) bermotivasi jahat, dan (5) tidak dapat dibenarkan secara moral".[23]

Bentuk

Masalah kejahatan didefinisikan sebagai masalah pertentangan antara eksistensi kejahatan dan penderitaan di dunia dengan keyakinan pada Tuhan yang mahakuasa, maha baik, dan maha tahu.[24][25][26][27][28]

Masalah kejahatan dapat dijelaskan secara empiris atau teoritis.[29] Dalam perspektif ini, secara empiris adalah sulit mempercayai konsep Tuhan yang penuh kasih ketika dihadapkan pada kejahatan dan penderitaan di dunia ini, seperti wabah penyakit, peperangan, pembunuhan massal, atau bencana alam yang mana orang-orang yang tidak bersalah menjadi korbannya.[30][31][32] Secara teoritis, terdapat dua macam permasalahan umumnya dikaji oleh para sarjana, yaitu permasalahan logika dan permasalahan pembuktian.[29]

Masalah logis kejahatan

Pernyataan paling awal mengenai masalah kejahatan sering dikaitkan dengan Epicurus, tetapi hal ini masih tidak pasti.

Masalah bukti kejahatan

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Tuling, Kari H. (2020). "Part 1: Is God the Creator and Source of All Being – Including Evil?". Dalam Tuling, Kari H. Thinking about God: Jewish Views. JPS Essential Judaism Series. Lincoln and Philadelphia: University of Nebraska Press/Jewish Publication Society. hlm. 3–64. doi:10.2307/j.ctv13796z1.5. ISBN 978-0-8276-1848-0. LCCN 2019042781. 
  2. ^ The Stanford Encyclopedia of Philosophy, "The Problem of Evil", Michael Tooley
  3. ^ The Internet Encyclopedia of Philosophy, "The Evidential Problem of Evil", Nick Trakakis
  4. ^ Nicholas J. Rengger, Moral Evil and International Relations, in SAIS Review 25:1, Winter/Spring 2005, pp. 3–16
  5. ^ Peter Kivy, Melville's Billy and the Secular Problem of Evil: the Worm in the Bud, in The Monist (1980), 63
  6. ^ Kekes, John (1990). Facing Evil. Princeton: Princeton UP. ISBN 978-0-691-07370-5. 
  7. ^ Timothy Anders, The Evolution of Evil (2000)
  8. ^ Becker, Lawrence C.; Becker, Charlotte B. (2013). Encyclopedia of Ethics. Routledge. hlm. 147–149. ISBN 978-1-135-35096-3. 
  9. ^ The Stanford Encyclopedia of Philosophy, "The Problem of Evil", Michael Tooley
  10. ^ The Internet Encyclopedia of Philosophy, "The Evidential Problem of Evil", Nick Trakakis
  11. ^ The Stanford Encyclopedia of Philosophy, "The Problem of Evil", Michael Tooley
  12. ^ The Internet Encyclopedia of Philosophy, "The Logical Problem of Evil", James R. Beebe
  13. ^ The Internet Encyclopedia of Philosophy, "The Evidential Problem of Evil", Nick Trakakis
  14. ^ Peter van Inwagen (2008). The Problem of Evil. Oxford University Press. hlm. 120, 123–126, context: 120–133. ISBN 978-0-19-954397-7. 
  15. ^ a b Calder, Todd (26 November 2013). "The Concept of Evil". Stanford Encyclopedia of Philosophy. Stanford University. Diakses tanggal 17 January 2021. 
  16. ^ Marcus G. Singer, Marcus G. Singer (April 2004). "The Concept of Evil". Philosophy. Cambridge University Press. 79 (308): 185–214. doi:10.1017/S0031819104000233. JSTOR 3751971. 
  17. ^ Kemp, John (25 February 2009). "Pain and Evil". Philosophy. 29 (108): 13. doi:10.1017/S0031819100022105. Diakses tanggal 8 January 2021. 
  18. ^ Committee on Advancing Pain Research, Care, and Education, Institute of Medicine (US). "Relieving Pain in America: A Blueprint for Transforming Prevention, Care, Education, and Research". NCBI Bookshelf. National Academies Press (US). Diakses tanggal 21 February 2021. 
  19. ^ "Reviews". The Humane Review. E. Bell. 2 (5–8): 374. 1901. 
  20. ^ Calder, Todd C. (2007). "Is the Privation Theory of Evil Dead?". American Philosophical Quarterly. 44 (4): 371–381. JSTOR 20464387. 
  21. ^ Garrard, Eve (April 2002). "Evil as an Explanatory Concept" (PDF). The Monist. Oxford University Press. 85 (2): 320–336. doi:10.5840/monist200285219. JSTOR 27903775. 
  22. ^ Rorty, Amélie Oksenberg. Introduction. The Many Faces of Evil: Historical Perspectives. Ed. Amélie Oksenberg Rorty. London: Routledge, 2001. xi–xviii.[tanpa ISBN]
  23. ^ Kekes, John (2017). "29, The Secular Problem of Evil". Dalam Bar-Am, Nimrod; Gattei, Stefano. Encouraging Openness: Essays for Joseph Agassi on the Occasion of His 90th Birthday. Springer. hlm. 351. ISBN 9783319576695. 
  24. ^ The Internet Encyclopedia of Philosophy, "The Evidential Problem of Evil", Nick Trakakis
  25. ^ Harvey, Peter (2013). An Introduction to Buddhism: Teachings, History and Practices. Cambridge University Press. hlm. 37, 141. ISBN 978-0-521-85942-4. 
  26. ^ Gregory A. Boyd (2003), Is God to Blame? (InterVarsity Press), ISBN 978-0830823949, pp. 55–58
  27. ^ Peter van Inwagen (2008). The Problem of Evil. Oxford University Press. hlm. 6–10, 22, 26–30. ISBN 978-0-19-954397-7. 
  28. ^ Edwards, Linda (2001). A Brief Guide to Beliefs: Ideas, Theologies, Mysteries, and MovementsPerlu mendaftar (gratis). Westminster John Knox Press. hlm. 59. ISBN 978-0-664-22259-8. 
  29. ^ a b The Internet Encyclopedia of Philosophy, "The Evidential Problem of Evil", Nick Trakakis
  30. ^ Swinton, John (2007). Raging with Compassion: Pastoral Responses to the Problem of Evil. Wm. B. Eerdmans. hlm. 33–35, 119, 143. ISBN 978-0-8028-2997-9. 
  31. ^ Neiman, Susan (2004). Evil in Modern Thought: An Alternative History of Philosophy. Princeton University Press. hlm. 119–120, 318–322. ISBN 978-0691117928. 
  32. ^ Micha de Winter (2012). Socialization and Civil Society. Springer. hlm. 69–70. ISBN 978-94-6209-092-7.