Masalah kejahatan (filsafat): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 14: Baris 14:


Meskipun banyak argumen yang menentang kemahakuasaan Tuhan didasarkan pada definisi kejahatan yang paling luas, "sebagian besar filsuf kontemporer yang tertarik dengan masalah kejahatan memusatkan perhatian utamanya pada definisi kejahatan dalam arti yang lebih sempit".<ref name="Calder 2007">{{Cite journal|last=Calder|first=Todd C.|date=2007|title=Is the Privation Theory of Evil Dead?|url=https://www.jstor.org/stable/20464387|journal=American Philosophical Quarterly|volume=44|issue=4|pages=371–381|jstor=20464387}}</ref> Konsep sempit tentang kejahatan hanya berlaku bagi agen moral yang mampu membuat keputusannya sendiri, dan terhadap tindakan-tindakan mereka; hal ini memungkinkan bahwa terdapat rasa sakit dan penderitaan tanpa mengidentifikasinya sebagai kejahatan.<ref name="Eve Garrard">{{Cite journal|last=Garrard|first=Eve|date=April 2002|title=Evil as an Explanatory Concept|url=https://www.jstor.org/stable/27903775|format=PDF|journal=The Monist|publisher=Oxford University Press|volume=85|issue=2|pages=320–336|doi=10.5840/monist200285219|jstor=27903775}}</ref> {{Refpage|322}}
Meskipun banyak argumen yang menentang kemahakuasaan Tuhan didasarkan pada definisi kejahatan yang paling luas, "sebagian besar filsuf kontemporer yang tertarik dengan masalah kejahatan memusatkan perhatian utamanya pada definisi kejahatan dalam arti yang lebih sempit".<ref name="Calder 2007">{{Cite journal|last=Calder|first=Todd C.|date=2007|title=Is the Privation Theory of Evil Dead?|url=https://www.jstor.org/stable/20464387|journal=American Philosophical Quarterly|volume=44|issue=4|pages=371–381|jstor=20464387}}</ref> Konsep sempit tentang kejahatan hanya berlaku bagi agen moral yang mampu membuat keputusannya sendiri, dan terhadap tindakan-tindakan mereka; hal ini memungkinkan bahwa terdapat rasa sakit dan penderitaan tanpa mengidentifikasinya sebagai kejahatan.<ref name="Eve Garrard">{{Cite journal|last=Garrard|first=Eve|date=April 2002|title=Evil as an Explanatory Concept|url=https://www.jstor.org/stable/27903775|format=PDF|journal=The Monist|publisher=Oxford University Press|volume=85|issue=2|pages=320–336|doi=10.5840/monist200285219|jstor=27903775}}</ref> {{Refpage|322}}

Kejahatan memiliki arti yang berbeda jika dilihat dari sudut pandang sistem kepercayaan yang berbeda, dan meskipun kejahatan dapat dilihat dari sudut pandang agama, kejahatan juga dapat dipahami dari sudut pandang alam atau sekuler, seperti kejahatan sosial, egoisme, kriminalitas, dan sosiopatologi.<ref name="Rorty">Rorty, Amélie Oksenberg. ''Introduction. The Many Faces of Evil: Historical Perspectives''. Ed. Amélie Oksenberg Rorty. London: Routledge, 2001. xi–xviii.{{Tanpa ISBN}}</ref> [[John Kekes]] menulis bahwa suatu tindakan dikatakan jahat jika "(1) tindakan tersebut menyebabkan kerugian yang parah bagi (2) korban yang tidak bersalah, dan tindakan tersebut (3) disengaja, (4) bermotivasi jahat, dan (5) tidak dapat dibenarkan secara moral".<ref>{{Cite book|last=Kekes|first=John|date=2017|title=Encouraging Openness: Essays for Joseph Agassi on the Occasion of His 90th Birthday|publisher=Springer|isbn=9783319576695|editor-last=Bar-Am|editor-first=Nimrod|page=351|chapter=29, The Secular Problem of Evil|editor-last2=Gattei|editor-first2=Stefano}}</ref>


== Bentuk ==
== Bentuk ==

Revisi per 29 Februari 2024 01.32

Masalah kejahatan (bahasa Inggris: problem of evil) adalah pertanyaan tentang bagaimana mendamaikan pertentangan antara keberadaan kejahatan dan penderitaan di dunia ini dengan keberadaan Tuhan Yang Mahakuasa, Maha Baik, dan Maha Mengetahui.[1][2][3] Saat ini, terdapat perbedaan definisi mengenai konsep-konsep ini. Pemaparan masalah kejahatan yang paling terkenal dilakukan oleh filsuf Yunani Epicurus, yang kemudian dipopulerkan oleh filsuf David Hume.

Selain didiskusikan dalam filsafat agama, masalah kejahatan juga merupakan topik yang penting dalam bidang teologi dan etika. Ada juga banyak diskursus tentang kejahatan dan masalah terkait di bidang filsafat lainnya, seperti etika sekuler,[4][5][6] dan etika evolusioner.[7][8] Namun seperti yang biasanya dipahami, masalah kejahatan diajukan dalam konteks teologis.[9][10]

Respons terhadap masalah kejahatan secara tradisional diberikan dalam tiga jenis: sanggahan, pembelaan, dan teodisi.

Masalah kejahatan secara umum dirumuskan dalam dua bentuk: masalah kejahatan yang logis dan masalah kejahatan yang bersifat pembuktian. Bentuk logis dari masalah kejahatan mencoba untuk menunjukkan bahwa dalam dunia di mana ada kejahatan, secara logis tidak mungkin bahwa Tuhan itu ada.[11][12] Sedangkan masalah kejahatan yang bersifat pembuktian mencoba untuk menunjukkan bahwa mengingat prevalensi kejahatan di dunia, kemungkinan besar dunia ini tidak diciptakan dan diatur oleh entitas yang Maha Kuasa, Maha Tahu dan Maha Baik.[13] Masalah kejahatan telah diperluas ke bentuk kehidupan non-manusia, termasuk penderitaan spesies hewan non-manusia akibat kejahatan alam dan kekejaman manusia terhadap mereka.[14]

Definisi

Kejahatan

Konsep kejahatan secara luas didefinisikan sebagai semua bentuk rasa sakit dan penderitaan.[15] Namun, definisi ini dianggap problematik. Marcus Singer mengatakan bahwa definisi kejahatan harus didasarkan pada pengetahuan bahwa: "Jika sesuatu itu benar-benar jahat, maka hal itu tidak diperlukan, dan jika suatu hal itu diperlukan, maka hal itu tidak mungkin jahat".[16]:186 Menurut John Kemp, kejahatan tidak dapat dipahami dengan bersandar pada "skala hedonisme sederhana di mana kesenangan dianggap mempunyai nilai positif, dan rasa sakit mempunyai nilai negatif".[17][15] Institut Kedokteran Nasional Amerika mendeskripsikan rasa sakit sebagai hal yang sangat penting untuk kelangsungan kehidupan: "Tanpa rasa sakit, dunia akan menjadi tempat yang sangat berbahaya".[18][19]

Meskipun banyak argumen yang menentang kemahakuasaan Tuhan didasarkan pada definisi kejahatan yang paling luas, "sebagian besar filsuf kontemporer yang tertarik dengan masalah kejahatan memusatkan perhatian utamanya pada definisi kejahatan dalam arti yang lebih sempit".[20] Konsep sempit tentang kejahatan hanya berlaku bagi agen moral yang mampu membuat keputusannya sendiri, dan terhadap tindakan-tindakan mereka; hal ini memungkinkan bahwa terdapat rasa sakit dan penderitaan tanpa mengidentifikasinya sebagai kejahatan.[21] :322

Kejahatan memiliki arti yang berbeda jika dilihat dari sudut pandang sistem kepercayaan yang berbeda, dan meskipun kejahatan dapat dilihat dari sudut pandang agama, kejahatan juga dapat dipahami dari sudut pandang alam atau sekuler, seperti kejahatan sosial, egoisme, kriminalitas, dan sosiopatologi.[22] John Kekes menulis bahwa suatu tindakan dikatakan jahat jika "(1) tindakan tersebut menyebabkan kerugian yang parah bagi (2) korban yang tidak bersalah, dan tindakan tersebut (3) disengaja, (4) bermotivasi jahat, dan (5) tidak dapat dibenarkan secara moral".[23]

Bentuk

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Tuling, Kari H. (2020). "Part 1: Is God the Creator and Source of All Being – Including Evil?". Dalam Tuling, Kari H. Thinking about God: Jewish Views. JPS Essential Judaism Series. Lincoln and Philadelphia: University of Nebraska Press/Jewish Publication Society. hlm. 3–64. doi:10.2307/j.ctv13796z1.5. ISBN 978-0-8276-1848-0. LCCN 2019042781. 
  2. ^ The Stanford Encyclopedia of Philosophy, "The Problem of Evil", Michael Tooley
  3. ^ The Internet Encyclopedia of Philosophy, "The Evidential Problem of Evil", Nick Trakakis
  4. ^ Nicholas J. Rengger, Moral Evil and International Relations, in SAIS Review 25:1, Winter/Spring 2005, pp. 3–16
  5. ^ Peter Kivy, Melville's Billy and the Secular Problem of Evil: the Worm in the Bud, in The Monist (1980), 63
  6. ^ Kekes, John (1990). Facing Evil. Princeton: Princeton UP. ISBN 978-0-691-07370-5. 
  7. ^ Timothy Anders, The Evolution of Evil (2000)
  8. ^ Becker, Lawrence C.; Becker, Charlotte B. (2013). Encyclopedia of Ethics. Routledge. hlm. 147–149. ISBN 978-1-135-35096-3. 
  9. ^ The Stanford Encyclopedia of Philosophy, "The Problem of Evil", Michael Tooley
  10. ^ The Internet Encyclopedia of Philosophy, "The Evidential Problem of Evil", Nick Trakakis
  11. ^ The Stanford Encyclopedia of Philosophy, "The Problem of Evil", Michael Tooley
  12. ^ The Internet Encyclopedia of Philosophy, "The Logical Problem of Evil", James R. Beebe
  13. ^ The Internet Encyclopedia of Philosophy, "The Evidential Problem of Evil", Nick Trakakis
  14. ^ Peter van Inwagen (2008). The Problem of Evil. Oxford University Press. hlm. 120, 123–126, context: 120–133. ISBN 978-0-19-954397-7. 
  15. ^ a b Calder, Todd (26 November 2013). "The Concept of Evil". Stanford Encyclopedia of Philosophy. Stanford University. Diakses tanggal 17 January 2021. 
  16. ^ Marcus G. Singer, Marcus G. Singer (April 2004). "The Concept of Evil". Philosophy. Cambridge University Press. 79 (308): 185–214. doi:10.1017/S0031819104000233. JSTOR 3751971. 
  17. ^ Kemp, John (25 February 2009). "Pain and Evil". Philosophy. 29 (108): 13. doi:10.1017/S0031819100022105. Diakses tanggal 8 January 2021. 
  18. ^ Committee on Advancing Pain Research, Care, and Education, Institute of Medicine (US). "Relieving Pain in America: A Blueprint for Transforming Prevention, Care, Education, and Research". NCBI Bookshelf. National Academies Press (US). Diakses tanggal 21 February 2021. 
  19. ^ "Reviews". The Humane Review. E. Bell. 2 (5–8): 374. 1901. 
  20. ^ Calder, Todd C. (2007). "Is the Privation Theory of Evil Dead?". American Philosophical Quarterly. 44 (4): 371–381. JSTOR 20464387. 
  21. ^ Garrard, Eve (April 2002). "Evil as an Explanatory Concept" (PDF). The Monist. Oxford University Press. 85 (2): 320–336. doi:10.5840/monist200285219. JSTOR 27903775. 
  22. ^ Rorty, Amélie Oksenberg. Introduction. The Many Faces of Evil: Historical Perspectives. Ed. Amélie Oksenberg Rorty. London: Routledge, 2001. xi–xviii.[tanpa ISBN]
  23. ^ Kekes, John (2017). "29, The Secular Problem of Evil". Dalam Bar-Am, Nimrod; Gattei, Stefano. Encouraging Openness: Essays for Joseph Agassi on the Occasion of His 90th Birthday. Springer. hlm. 351. ISBN 9783319576695.