Lompat ke isi

Diri sejati dan diri palsu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Hrara (bicara | kontrib)
Dibuat dengan menerjemahkan halaman "True self and false self"
 
Hrara (bicara | kontrib)
Ref
Baris 1: Baris 1:


'''Diri sejati''' ([[Bahasa Inggris|Inggris]]: '''''true self''','' disebut juga sebagai diri otentik) dan '''diri palsu''' ([[Bahasa Inggris|Inggris]]: '''''false self''','' disebut juga sebagai diri ideal dan diri semu) adalah konsep psikologis yang mengacu pada [[psikoanalisis]] dan diperkenalkan oleh Donald Winnicott pada tahun 1960.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Winnicott|first=D. W.|date=1960|title=Ego distortion in terms of true and false self|journal=The Maturational Process and the Facilitating Environment: Studies in the Theory of Emotional Development|location=New York|publisher=International Universities Press, Inc|pages=140–57}}</ref> Winnicott menggambarkan diri sejati sebagai perasaan atas pengalaman otentik-spontan, penuh energi, dan menjadi diri yang sebenarnya.<ref>[[Salman Akhtar]], ''Good Feelings'' (London 2009) p. 128</ref> Sebaliknya, diri palsu mengacu pada fasad defensif,<ref name=":0" /> yang dalam kasus ekstrim dapat membuat individu yang bersangkutan bertindak kurang spontan dan merasa kosong dibalik tampilan luarnya.<ref name=":0" />
'''Diri sejati''' ([[Bahasa Inggris|Inggris]]: '''''true self''','' disebut juga sebagai diri otentik) dan '''diri palsu''' ([[Bahasa Inggris|Inggris]]: '''''false self''','' disebut juga sebagai diri ideal dan diri semu) adalah konsep psikologis yang mengacu pada [[psikoanalisis]] dan diperkenalkan oleh Donald Winnicott pada tahun 1960.<ref name=":0">{{Cite book|last=Winnicott|first=D. W.|date=1960|url=https://www.sas.upenn.edu/~cavitch/pdf-library/Winnicott_EgoDistortion.pdf|title=Ego distortion in terms of true and false self|location=New York|publisher=International Universities Press|pages=2-10|url-status=live}}</ref> Winnicott menggambarkan diri sejati sebagai perasaan atas pengalaman otentik-spontan, penuh energi, dan menjadi diri yang sebenarnya.<ref>{{Cite book|last=Akhtar|first=Salman|date=2009|url=https://en.id1lib.org/book/2543083/b51ab7|title=Good feelings : psychoanalytic reflections on positive emotions and attitudes|location=London|publisher=Karnac|isbn=9781849407991|pages=128|url-status=live}}</ref> Sebaliknya, diri palsu mengacu pada fasad defensif,<ref name=":0" /> yang dalam kasus ekstrim dapat membuat individu yang bersangkutan bertindak kurang spontan dan merasa kosong dibalik tampilan luarnya.<ref name=":0" />


Konsep ini kerap dibahas karena hubungannya yang erat dengan [[Narsisisme|narsisme]].
Konsep ini kerap dibahas karena hubungannya yang erat dengan [[Narsisisme|narsisme]].


== Karakteristik ==
== Karakteristik ==
Winnicott memandang bahwa diri sejati telah berakar sejak masa bayi ketika individu tersebut merasakan pengalaman hidup untuk pertama kalinya. Pengalaman itu meliputi pemompaan darah dan pernapasan oleh paru-paru, yang dalam hal ini disebut Winnicott sebagai "menjadi makhluk".<ref name="Mary Jacobus 2005 p. 160">Mary Jacobus, ''The Poetics of Psychoanalysis'' (Oxford 2005) p. 160</ref> Bermula dari fase itu, bayi menciptakan nalar [[Kenyataan|realitas]] sebagai sebuah perasaan bahwa hidup ini layak untuk dijalani. Sementara itu, gerak-gerik bayi yang spontan dan non verbal berasal dari indera [[Naluri|naluriahnya]].<ref>D. W. Winnicott, "Ego Distortion in Terms of True and false self ', in ''The Maturational Process and the Facilitating Environment'' (London 1965) p. 121</ref> Apabila gerakan tersebut direspons oleh orang tua, maka hal tersebut akan menjadi landasan perkembangan dari diri sejati bayi tersebut.
Winnicott memandang bahwa diri sejati telah berakar sejak masa bayi ketika individu tersebut merasakan pengalaman hidup untuk pertama kalinya. Pengalaman itu meliputi pemompaan darah dan pernapasan oleh paru-paru, yang dalam hal ini disebut Winnicott sebagai "menjadi makhluk".<ref name=":0" /> Bermula dari fase itu, bayi menciptakan nalar [[Kenyataan|realitas]] sebagai sebuah perasaan bahwa hidup ini layak untuk dijalani. Sementara itu, gerak-gerik bayi yang spontan dan non verbal berasal dari indera [[Naluri|naluriahnya]]. Apabila gerakan tersebut direspons oleh orang tua, maka hal tersebut akan menjadi landasan perkembangan dari diri sejati bayi tersebut.<ref name=":0" />


Winnicott secara hati-hati menggambarkan bahwa pengasuhan yang cukup baik (belum tentu sempurna)<ref>Simon Grolnick, ''The Work & Play of Winnicott'' (New Jersey: Aronson 1990) p. 44</ref> yang tidak pada tempatnya, maka spontanitas bayi berada dalam ancaman untuk memenuhi harapan orang tua.<ref>Rosalind Minsky, ''Psychoanalysis and Gender'' (London 1996) p. 118</ref> Menurut Winnicott, kondisi ini akan menghasilkan diri palsu. Dalam diri palsu, ekspektasi orang lain bisa menjadi sangat penting dan menutupi atau bertentangan dengan perasaan diri sebenarnya yang terkait dengan asal keberadaan seseorang.<ref>Josephine Klein, ''Our Need for Others'' (London 1994) p. 241</ref> Winnicott lantas melihat bahaya diri palsu terkait bahwa bayi akan membentuk serangkaian hubungan yang salah melalui introjeksi (masuknya gagasan ke dalam diri seseorang secara tidak sadar) atau bahkan dengan perilaku yang begitu nyata.<ref>Winnicott, quoted in Josephine Klein, ''Our Need for Others'' (London 1994) p. 365</ref> Namun, pada kenyatannya, apa yang dilakukan bayi hanya untuk menyembunyikan kekosongan perasaan dibalik tampilan luarnya.<ref>Rosalind Minsky, ''Psychoanalysis and Gender'' (London 1996) pp. 119–20</ref>
Winnicott secara hati-hati menggambarkan bahwa pengasuhan yang cukup baik (belum tentu sempurna)<ref name=":1">{{Cite journal|last=Kanter|first=Joel|date=2000|title=The Untold Story of Clare and Donald Winnicott: How Social Work Influenced Modern Psychoanalysis|url=https://www.researchgate.net/publication/251146739_The_Untold_Story_of_Clare_and_Donald_Winnicott_How_Social_Work_Influenced_Modern_Psychoanalysis|journal=Clinical Social Work Journal|volume=28|issue=3|pages=245–261|doi=10.1023/A:1005179617180}}</ref> yang tidak pada tempatnya, maka spontanitas bayi berada dalam ancaman untuk memenuhi harapan orang tua.<ref name=":2">{{Cite book|last=Minsky|first=Rosalind|date=1996|url=https://archive.org/details/psychoanalysisge0000mins|title=Psychoanalysis and Gender|location=London|publisher=Routledge|isbn=978-0415092210|pages=118|url-status=live}}</ref> Menurut Winnicott, kondisi ini akan menghasilkan diri palsu. Dalam diri palsu, ekspektasi orang lain bisa menjadi sangat penting dan menutupi atau bertentangan dengan perasaan diri sebenarnya yang terkait dengan asal keberadaan seseorang.<ref name=":3">{{Cite web|last=Brower|first=Tracy|date=2021|title=Missing Your People: Why Belonging Is So Important And How To Create It|url=https://www.forbes.com/sites/tracybrower/2021/01/10/missing-your-people-why-belonging-is-so-important-and-how-to-create-it/|website=Forbes|language=en|access-date=11 Maret 2022}}</ref> Winnicott lantas melihat bahaya diri palsu terkait bahwa bayi akan membentuk serangkaian hubungan yang salah melalui introjeksi (masuknya gagasan ke dalam diri seseorang secara tidak sadar) atau bahkan dengan perilaku yang begitu nyata.<ref name=":3" /> Namun, pada kenyatannya, apa yang dilakukan bayi hanya untuk menyembunyikan kekosongan perasaan dibalik tampilan luarnya.<ref name=":2" />


Bahayanya sangatlah serius karena bayi diharuskan menyelaraskan kehendak ibu atau orang tuanya, alih-alih membangun penghargaan secara pribadi.<ref>Adam Phillips, ''On Kissing, Tickling and Being Bored'' (London 1994) pp. 30–31</ref> Namun, sementara diri palsu akan menahan gerakan spontan dari diri sejati, Winnicott tetap menganggap diri palsu juga penting khususnya untuk mencegah situasi yang lebih buruk terkait hilangnya diri sejati yang tersembunyi.<ref name="Mary Jacobus 2005 p. 160">Mary Jacobus, ''The Poetics of Psychoanalysis'' (Oxford 2005) p. 160</ref>
Bahayanya sangatlah serius karena bayi diharuskan menyelaraskan kehendak ibu atau orang tuanya, alih-alih membangun penghargaan secara pribadi.<ref name=":4">{{Cite book|last=Phillips|first=Adam|date=1993|url=https://archive.org/details/onkissingticklin00phil|title=On kissing, tickling, and being bored|location=USA|publisher=Harvard University Press|isbn=9780571170104|pages=30–31|url-status=live}}</ref> Namun, sementara diri palsu akan menahan gerakan spontan dari diri sejati, Winnicott tetap menganggap diri palsu juga penting khususnya untuk mencegah situasi yang lebih buruk terkait hilangnya diri sejati yang tersembunyi.<ref name=":1" />


== Prekursor ==
== Prekursor ==
Ada banyak teori psikoanalitik yang dapat digunakan Winnicott untuk menjelaskan diri palsu. [[Helene Deutsch]] menggambarkan kepribadian "seolah-olah" ''(as if),'' di mana hubungan semu menggantikan perasaan atau respons sebenarnya.<ref>Otto Fenichel, ''The Psychoanalytic Theory of Neurosis'' (London 1946) p. 445</ref> Joan Riviere selaku analis mengeksplorasi konsep penyamaran narsisis, sebuah pembenaran yang menyembunyikan upaya untuk mengontrol sesuatu.<ref>Mary Jacobus, ''The Poetics of Psychoanalysis: In the Wake of Klein'' (Oxford 2005) p. 37</ref>[[Sigmund Freud]] dalam teori "ego sebagai produk identifikasi"<ref>Jacques Lacan, ''Ecrits: A Selection'' (London 1997) p. 128</ref> nyaris memandang diri palsu sebagai diri palsu itu sendiri.<ref>Adam Phillips, ''Winnicott'' (Harvard 1988) p. 136</ref> Sedangkan, perbedaan diri sejati dan palsu milik Winnicott telah dibandingkan dengan teori Michael Balint tentang "kesalahan dasar" dan gagasan Ronald Fairbairn tentang "ego yang dikompromikan".<ref>J. H. Padel, "Freudianism: Later Developments", in Richard Gregory ed., ''The Oxford Companion to the Mind'' (Oxford 1987) p. 273</ref>
Ada banyak teori psikoanalitik yang dapat digunakan Winnicott untuk menjelaskan diri palsu. [[Helene Deutsch]] menggambarkan kepribadian "seolah-olah" ''(as if),'' di mana hubungan semu menggantikan perasaan atau respons sebenarnya.<ref>{{Cite book|last=Fenichel|first=Otto|date=1946|url=https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.61482|title=The Psychoanalytic Theory Of Neurosis|location=London|publisher=Routledge|isbn=978-0393038903|pages=1-774|url-status=live}}</ref> Joan Riviere selaku analis mengeksplorasi konsep penyamaran narsisis, sebuah pembenaran yang menyembunyikan upaya untuk mengontrol sesuatu.<ref name=":1" /> [[Sigmund Freud]] dalam teori "ego sebagai produk identifikasi"<ref>{{Cite book|last=Lacan|first=Jacques|date=1980|url=https://archive.org/details/ecritsselection00laca_0|title=Ecrits: A Selection|location=London|publisher=Tavistock Publications|isbn=9780393325287|pages=128|url-status=live}}</ref> nyaris memandang diri palsu sebagai diri palsu itu sendiri.<ref name=":4" /> Sedangkan, perbedaan diri sejati dan palsu milik Winnicott telah dibandingkan dengan teori Michael Balint tentang "kesalahan dasar" dan gagasan Ronald Fairbairn tentang "ego yang dikompromikan".<ref>{{Cite web|last=Cherry|first=Kendra|date=2022|title=Sigmund Freud's Psychoanalytic Theories in Psychology|url=https://www.verywellmind.com/freudian-theory-2795845|website=Verywell Mind|language=en|access-date=11 Maret 2022}}</ref>


Dalam bukunya yang berjudul "''The Fear of Freedom",'' [[Erich Fromm]] membedakan antara diri asli dan diri semu, serta menyoroti bagaimana diri semu merupakan sebuah cara individu untuk melepaskan diri dari kesepian.<ref>Erich Fromm (1942), ''The Fear of Freedom'' (London: Routledge & Kegan Paul 2001) p. 175</ref> Jauh sebelum gagasan itu, eksistensialis seperti [[Søren Kierkegaard|Kierkegaard]] telah menegaskan bahwa "keinginan untuk menjadi diri yang sebenarnya adalah kebalikan dari keputusasaan". Dalam hal ini, keputusasaan berarti memilih "menjadi lain dari dirinya sendiri".<ref>Quoted in [[Carl Rogers]], ''On Becoming a Person'' (1961) p. 110</ref>
Dalam bukunya yang berjudul "''The Fear of Freedom",''<ref>{{Cite book|last=Erich|first=Fromm|date=1942|url=https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.553407|title=The Fear of Freedom|location=London|publisher=Routledge|isbn=9780710046031|pages=175|url-status=live}}</ref> [[Erich Fromm]] membedakan antara diri asli dan diri semu, serta menyoroti bagaimana diri semu merupakan sebuah cara individu untuk melepaskan diri dari kesepian. Jauh sebelum gagasan itu, eksistensialis seperti [[Søren Kierkegaard|Kierkegaard]] telah menegaskan bahwa "keinginan untuk menjadi diri yang sebenarnya adalah kebalikan dari keputusasaan". Dalam hal ini, keputusasaan berarti memilih "menjadi lain dari dirinya sendiri".<ref>{{Cite book|last=Rogers|first=Carl R.|date=1961|url=http://archive.org/details/onbecomingperson00roge|title=On becoming a person; a therapist's view of psychotherapy|location=Boston|publisher=Houghton Mifflin|isbn=978-0-395-08134-1|pages=110|others=|url-status=live}}</ref>


Karen Horney dalam bukunya "''Neurosis and Human Growth"'' (1950) menilai bahwa diri sejati dan diri palsu merupakan upaya perbaikan diri. Ia menggambarkan bahwa diri sejati adalah tentang menjadi apa yang saat ini, sementara diri palsu (diri ideal) adalah tentang menjadi apa yang bisa menjadi.<ref name="horneyk">{{Cite book|last=Horney, Karen|year=1950|title=[[Neurosis and Human Growth]]|isbn=0-393-00135-0}}</ref>
Karen Horney dalam bukunya "''Neurosis and Human Growth"'' (1950) menilai bahwa diri sejati dan diri palsu merupakan upaya perbaikan diri. Ia menggambarkan bahwa diri sejati adalah tentang menjadi apa yang saat ini, sementara diri palsu (diri ideal) adalah tentang menjadi apa yang bisa menjadi.<ref>{{Cite book|last=Horney|first=Karen|date=1950|url=http://archive.org/details/neurosishumangro00horn|title=Neurosis and human growth; the struggle toward self realization|location=New York|publisher=Norton|isbn=978-0393001358|pages=20|others=Internet Archive|url-status=live}}</ref>


== Perkembangan selanjutnya ==
== Perkembangan selanjutnya ==
Pada paruh kedua abad ke-20, ide-ide Winnicott telah dieksplorasi dan diterapkan dalam berbagai konteks, baik dalam psikoanalisis maupun bidang lainnya.
Pada paruh kedua abad ke-20, ide-ide Winnicott telah dieksplorasi dan diterapkan dalam berbagai konteks, baik dalam psikoanalisis maupun bidang lainnya.<ref name=":5">{{Cite journal|last=Souza|first=Juliana Martins de|last2=Veríssimo|first2=Maria de La Ó Ramallo|date=2015|title=Child development: analysis of a new concept|url=https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4664010/pdf/0104-1169-rlae-23-06-01097.pdf|journal=Revista Latino-Americana de Enfermagem|volume=23|issue=6|pages=1097–1104|doi=10.1590/0104-1169.0462.2654|issn=0104-1169|pmc=PMC4664010|pmid=26626001}}</ref>


=== Kohut ===
=== Kohut ===
Kohut memperluas teori Winnicott dengan penelitiannya mengenai narsisme.<ref>Eugene M. DeRobertis, ''Humanizing Child Development Theories'' (2008), p. 38</ref> Kohut berpendapat bahwa narsistik sebetulnya adalah bagian dari pertahahan di dalam diri individu yang rentan.<ref>Janet Malcolm, ''Psychoanalysis: The Impossible Profession'' (London 1988) p. 136</ref> Ia beranggapan bahwa kurang patologis bila mengidentifikasi suatu hal dengan sisa-sisa diri yang rusak, daripada untuk mencapai koherensi melalui identifikasi dengan kepribadian eksternal dengan mengorbankan kreativitas otonom sendiri.<ref>Heinz Kohut, ''How Does Analysis Cure?'' (London 1984), pp. 142, 167.</ref>
Kohut memperluas teori Winnicott dengan penelitiannya mengenai narsisme.<ref name=":5" /> Kohut berpendapat bahwa narsistik sebetulnya adalah bagian dari pertahahan di dalam diri individu yang rentan.<ref name=":6">{{Cite book|last=Malcolm|first=Janet|date=1981|url=http://archive.org/details/psychoanalysisim00jane|title=Psychoanalysis, the impossible profession|location=New York|publisher=Knopf|isbn=978-0-394-52038-4|pages=136|others=|url-status=live}}</ref> Ia beranggapan bahwa kurang patologis bila mengidentifikasi suatu hal dengan sisa-sisa diri yang rusak, daripada untuk mencapai koherensi melalui identifikasi dengan kepribadian eksternal dengan mengorbankan kreativitas otonom sendiri.<ref>{{Cite book|last=Kohut|first=Heinz|last2=Goldberg|first2=Arnold|last3=Stepansky|first3=Paul E.|date=1984|url=http://archive.org/details/howdoesanalysisc00kohurich|title=How does analysis cure?|location=Chicago|publisher=University of Chicago Press|isbn=978-0-226-45034-6|pages=167|others=|url-status=live}}</ref>


=== Lowen ===
=== Lowen ===
Alexander Lowen menggambarkan narsistik sebagai individu yang memiliki diri sejati maupun palsu. Ia menjelaskan bahwa diri palsu berada di permukaan, sebagai diri yang disajikan kepada dunia. Sementara, diri sejati berada di balik fasad atau citra. Diri sejati didefinisikan sebagai perasaan diri, tetapi bagi seorang narsistik hal itu perlu disembunyikan dan ditolak. Ketika diri palsu dianggap mewakili kepatuhan dan kesesuaian, maka batin atau diri sejati memberontak dan marah. Pemberontakan dan kemarahan ini tak pernah dapat dibendung karena hal itu merupakan ekspresi dari kekuatan hidup dalam diri individu yang bersangkutan. Namun, terus adanya penyangkalan membuat ekspresi ini tak bisa diungkapkan secara langsung. Sehingga, ekspresi tersebut muncul sebagai akting narsistik dan suatu saat bisa menjelma menjadi dorongan untuk menentang.<ref>Lowen, Alexander. ''Narcissism: Denial of the true self''. Simon & Schuster, 2004, 1984.</ref>
Alexander Lowen menggambarkan narsistik sebagai individu yang memiliki diri sejati maupun palsu. Ia menjelaskan bahwa diri palsu berada di permukaan, sebagai diri yang disajikan kepada dunia. Sementara, diri sejati berada di balik fasad atau citra. Diri sejati didefinisikan sebagai perasaan diri, tetapi bagi seorang narsistik hal itu perlu disembunyikan dan ditolak. Ketika diri palsu dianggap mewakili kepatuhan dan kesesuaian, maka batin atau diri sejati memberontak dan marah. Pemberontakan dan kemarahan ini tak pernah dapat dibendung karena hal itu merupakan ekspresi dari kekuatan hidup dalam diri individu yang bersangkutan. Namun, terus adanya penyangkalan membuat ekspresi ini tak bisa diungkapkan secara langsung. Sehingga, ekspresi tersebut muncul sebagai akting narsistik dan suatu saat bisa menjelma menjadi dorongan untuk menentang.<ref>{{Cite book|last=Lowen|first=Alexander|date=1985|url=http://archive.org/details/narcissismdenia000lowe|title=Narcissism : denial of the true self|location=New York|publisher=Collier Books|isbn=978-0-02-077290-3|pages=1-260|others=|url-status=live}}</ref>


=== Masterson ===
=== Masterson ===
James F. Masterson mengungkapkan bahwa seluruh [[Ganguan kepribadian|gangguan kepribadian]] secara khusus terkait dengan konflik diri sejati dan diri palsu. Di mana diri palsu digambarkan sebagai sebuah perasaan yang dibangun oleh anak-anak untuk menyenangkan ibu atau orang tuanya. Dalam rangka mengembalikan hubungan individu dengan diri mereka sebenarnya maka dapat dilakukan psikoterapi gangguan kepribadian.<ref>[http://www.boston.com/bostonglobe/obituaries/articles/2010/04/20/dr_james_masterson_expert_on_personality_disorders_at_84/ Dr. James Masterson, expert on personality disorders; at 84]</ref>
James F. Masterson mengungkapkan bahwa seluruh [[Ganguan kepribadian|gangguan kepribadian]] secara khusus terkait dengan konflik diri sejati dan diri palsu. Di mana diri palsu digambarkan sebagai sebuah perasaan yang dibangun oleh anak-anak untuk menyenangkan ibu atau orang tuanya. Dalam rangka mengembalikan hubungan individu dengan diri mereka sebenarnya maka dapat dilakukan psikoterapi gangguan kepribadian.<ref>{{Cite news|last=Fox|first=Margalit|date=2010|title=Dr. James Masterson, expert on personality disorders; at 84|url=http://archive.boston.com/bostonglobe/obituaries/articles/2010/04/20/dr_james_masterson_expert_on_personality_disorders_at_84/|work=Boston Globe|newspaper=Boston Globe|access-date=11 Maret 2022}}</ref>


=== Symington ===
=== Symington ===
Symington memperluas teori Winnicott dengan menyoroti bahwa diri sejati dan diri palsu dibedakan secara jelas melalui usaha untuk mengelabui sumber tindakan pribadi. Terutama pada diri palsu yang berakar dari internalisasi pengaruh dan tekanan eksternal.<ref>Neville Symington, ''Narcissism: A New Theory'' (London 2003) pp. 36, 115</ref> Misalnya, harapan orang tua tentang pemuliaan diri mereka melalui prestasi anaknya dapat diinternalisasikan sebagai sumber tindakan yang bertentangan.<ref>Polly Young-Eisandrath, ''Women and Desire'' (London 2000) pp. 112, 198</ref> Symington menekankan bahwa elemen yang disengaja dalam individu ini dapat meninggalkan diri palsu atau topeng narsistik, yang sebelumnya telah diabaikan oleh Winnicott.<ref>Neville Symington, ''Narcissism: A New Theory'' (London 2003) p. 104</ref>
Symington memperluas teori Winnicott dengan menyoroti bahwa diri sejati dan diri palsu dibedakan secara jelas melalui usaha untuk mengelabui sumber tindakan pribadi. Terutama pada diri palsu yang berakar dari internalisasi pengaruh dan tekanan eksternal.<ref name=":7">{{Cite book|last=Symington|first=Neville|date=1993|url=https://en.id1lib.org/book/11836405/782df0|title=Narcissism: A New Theory|location=London|publisher=Routledge|isbn=9781855750470|pages=36-115|url-status=live}}</ref> Misalnya, harapan orang tua tentang pemuliaan diri mereka melalui prestasi anaknya dapat diinternalisasikan sebagai sumber tindakan yang bertentangan.<ref>{{Cite book|last=Young-Eisendrath|first=Polly|date=1999|url=http://archive.org/details/womendesire00poll|title=Women and desire : beyond wanting to be wanted|location=New York|publisher=Harmony Books|isbn=978-0-609-60371-0|pages=112-198|others=|url-status=live}}</ref> Symington menekankan bahwa elemen yang disengaja dalam individu ini dapat meninggalkan diri palsu atau topeng narsistik, yang sebelumnya telah diabaikan oleh Winnicott.<ref name=":7" />


=== Vaknin ===
=== Vaknin ===
Sebagai tujuan pribadi yang dilakukan guna meningkatkan profil kondisi seseorang,<ref>Simon Crompton, ''All about Me: Loving a Narcissist'' (London 2007) p. 7</ref> Sam Vaknin selaku profesor psikologi, menyoroti peran diri palsu dalam narsisme. Diri palsu dibentuk untuk menggantikan diri sejati si pelaku narsistik dan melindunginya dari luka batin dan ego narsistiknya. Individu tersebut akan melakukannya dengan menganggap dirinya sebagai si maha benar. Seorang narsistik akan berpura-pura bahwa diri palsunya itu nyata dan menuntut agar orang lain mengamini omong kosong ini, sementara ia sendiri sedang menyembunyikan ketidaksempurnaan dirinya.<ref>Vaknin S [http://samvak.tripod.com/faq48.html The Dual Role of the Narcissist's False Self]</ref>
Sebagai tujuan pribadi yang dilakukan guna meningkatkan profil kondisi seseorang,<ref>{{Cite journal|last=Cichminski|first=Lucille|last2=Bellomo|first2=Tamara L.|date=2016|title=Narcissistic personality disorder: When it's all about “me”|url=https://journals.lww.com/nursingmadeincrediblyeasy/fulltext/2016/01000/narcissistic_personality_disorder__when_it_s_all.9.aspx|journal=Nursing Made Incredibly Easy!|language=en|volume=14|issue=1|pages=36–42|doi=10.1097/01.NME.0000475165.10782.87|issn=1544-5186}}</ref> Sam Vaknin selaku profesor psikologi, menyoroti peran diri palsu dalam narsisme. Diri palsu dibentuk untuk menggantikan diri sejati si pelaku narsistik dan melindunginya dari luka batin dan ego narsistiknya. Individu tersebut akan melakukannya dengan menganggap dirinya sebagai si maha benar. Seorang narsistik akan berpura-pura bahwa diri palsunya itu nyata dan menuntut agar orang lain mengamini omong kosong ini, sementara ia sendiri sedang menyembunyikan ketidaksempurnaan dirinya.<ref>{{Cite web|last=Neuharth|first=Dan|date=2019|title=The Frustrating Double Standards of Narcissists {{!}} Psychology Today|url=https://www.psychologytoday.com/us/blog/narcissism-demystified/201909/the-frustrating-double-standards-narcissists|website=Psychology Today|language=en|access-date=11 Maret 2022}}</ref>


Vaknin berpendapat bahwa bagi seorang narsistik diri palsu itu lebih penting dari dir sejatinya yang bobrok dan disfungsional. Vaknin menambahkan bahwa ia tidak yakin bahwa diri sejati dapat dihidupkan kembali melalui terapi.<ref>Samuel Vaknin/Lidija Rangelovska ''Malignant Self-Love'' (2003) pp. 187–88</ref>
Vaknin berpendapat bahwa bagi seorang narsistik diri palsu itu lebih penting dari dir sejatinya yang bobrok dan disfungsional. Vaknin menambahkan bahwa ia tidak yakin bahwa diri sejati dapat dihidupkan kembali melalui terapi.<ref>{{Cite book|last=Sam Vaknin|date=2001|url=http://archive.org/details/MalignantSelfLove-NarcissismRevisitedExcerpts|title=Malignant Self-love: Narcissism|location=New York|publisher=Narcissus Publishing|isbn=9788023833843|pages=20|url-status=live}}</ref>


=== Miller ===
=== Miller ===
Alice Miller mengingatkan bahwa seorang anak (pasien kepribadian) bisa jadi tak memiliki diri sejati dan justru berada di balik fasad diri palsu.<ref>Alice Miller, ''The Drama of the Gifted Child'' (2004) p. 21</ref> Oleh sebab itu, Miller berpendapat bahwa membebaskan diri sejati nyatanya tak sesederhana gambaran Winnicott tentang kupu-kupu yang muncul dari kepompongnya.<ref>Janet Malcolm, ''Psychoanalysis: The Impossible Profession'' (London 1988) p. 135</ref> Namun, apabila diri sejati dapat dikembangkan, maka Miller beranggapan bahwa [[kemulukan]] kosong dari diri palsu dapat menjadi jalan masuknya bagi otonomi perasaan yang baru.<ref>Alice Miller, ''The Drama of Being a Child'' (2004) p. 45</ref>
Alice Miller mengingatkan bahwa seorang anak (pasien kepribadian) bisa jadi tak memiliki diri sejati dan justru berada di balik fasad diri palsu.<ref name=":8">{{Cite book|last=Alice Miller|date=1994|url=http://archive.org/details/dramaofgiftedchi00mill_0|title=The drama of the gifted child|location=London|publisher=BasicBooks|isbn=978-0-465-01693-8|pages=21|others=Internet Archive|url-status=live}}</ref> Oleh sebab itu, Miller berpendapat bahwa membebaskan diri sejati nyatanya tak sesederhana gambaran Winnicott tentang kupu-kupu yang muncul dari kepompongnya.<ref name=":6" /> Namun, apabila diri sejati dapat dikembangkan, maka Miller beranggapan bahwa [[kemulukan]] kosong dari diri palsu dapat menjadi jalan masuknya bagi otonomi perasaan yang baru.<ref name=":8" />


=== Orbach: tubuh palsu ===
=== Orbach ===
Susie Orbach menggambarkan diri palsu sebagai sebuah tekanan orang tua yang mengorbankan potensi diri secara penuh, sehingga berdampak pada menetapnya ketidakpercayaan terhadap apa yang muncul secara spontan dari individu itu sendiri.<ref>Susie Orbach, ''Bodies'' (London 2009) p. 67</ref> Orback mengeksplorasi teori Winnicott dengan melihat bahwa kegagalan lingkungan dapat menyebabkan perpecahan batin dari pikiran dan tubuh<ref>D. W. Winnicott, ''Winnicott on the Child'' (2002) p. 76</ref> sehingga menimbulkan diri palsu itu sendiri.<ref>Susie Orbach, ''The Impossibility of Sex'' (Penguin 1999) pp. 48, 216</ref> Orbach menilai bahwa tubuh palsu wanita seringkali dibangun di atas identifikasi orang lain dengan mengorbankan diri sebenarnya dan keandalan batinnya.<ref>Susie Orbach, in Lawrence Spurling ed., ''Winnicott Studies'' (1995) p. 6</ref> Menghancurkan perasaan tubuh yang monolitik dalam proses terapi dapat memungkinkan munculnya berbagai perasaan tubuh yang otentik (bahkan jika seringkali menyakitkan) pada pasien.<ref>Susie Orbach, ''Bodies'' (London 2009) pp. 67–72</ref>
Susie Orbach menggambarkan diri palsu sebagai sebuah tekanan orang tua yang mengorbankan potensi diri secara penuh, sehingga berdampak pada menetapnya ketidakpercayaan terhadap apa yang muncul secara spontan dari individu itu sendiri.<ref name=":9">{{Cite book|last=Orbach|first=Susie|date=2009|url=http://archive.org/details/isbn_9780312427207|title=Bodies|location=New York|publisher=Picador|isbn=978-0-312-42720-7|pages=67|others=|url-status=live}}</ref> Orbach mengeksplorasi teori Winnicott dengan melihat bahwa kegagalan lingkungan dapat menyebabkan perpecahan batin dari pikiran dan tubuh sehingga menimbulkan diri palsu itu sendiri.<ref>{{Cite book|last=Orbach|first=Susie|date=2005|url=https://en.id1lib.org/book/10994378/f31ed3|title=The impossibility of sex|location=New York|publisher=Karnac Books|isbn=9781855753334|pages=48|url-status=live}}</ref> Orbach menilai bahwa tubuh palsu wanita seringkali dibangun di atas identifikasi orang lain dengan mengorbankan diri sebenarnya dan keandalan batinnya. Menghancurkan perasaan tubuh yang monolitik dalam proses terapi dapat memungkinkan munculnya berbagai perasaan tubuh yang otentik (bahkan jika seringkali menyakitkan) pada pasien.<ref name=":9" />


=== Teori kepribadian Jungian ===
=== Teori kepribadian Jungian ===



Jungian telah menyelidiki tumpang tindih antara konsepnya mengenai kepribadian dan teori diri palsu milik Winnicott.<ref>Mario Jacoby, ''Shame and the Origins of Self-Esteem'' (1996) pp. 59–60</ref> Menurutnya, hal yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa hanya kepribadian defensif yang tergolong paling kaku dan mendekati status patologis diri palsu.<ref>[[Polly Young-Eisendrath]]/James Albert Hall, ''Jung's Self Psychology'' (1991) p. 29</ref>
Jungian telah menyelidiki tumpang tindih antara konsepnya mengenai kepribadian dan teori diri palsu milik Winnicott.<ref>Mario Jacoby, ''Shame and the Origins of Self-Esteem'' (1996) pp. 59–60</ref> Menurutnya, hal yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa hanya kepribadian defensif yang tergolong paling kaku dan mendekati status patologis diri palsu.<ref>[[Polly Young-Eisendrath]]/James Albert Hall, ''Jung's Self Psychology'' (1991) p. 29</ref>

Revisi per 19 Maret 2022 01.56

Diri sejati (Inggris: true self, disebut juga sebagai diri otentik) dan diri palsu (Inggris: false self, disebut juga sebagai diri ideal dan diri semu) adalah konsep psikologis yang mengacu pada psikoanalisis dan diperkenalkan oleh Donald Winnicott pada tahun 1960.[1] Winnicott menggambarkan diri sejati sebagai perasaan atas pengalaman otentik-spontan, penuh energi, dan menjadi diri yang sebenarnya.[2] Sebaliknya, diri palsu mengacu pada fasad defensif,[1] yang dalam kasus ekstrim dapat membuat individu yang bersangkutan bertindak kurang spontan dan merasa kosong dibalik tampilan luarnya.[1]

Konsep ini kerap dibahas karena hubungannya yang erat dengan narsisme.

Karakteristik

Winnicott memandang bahwa diri sejati telah berakar sejak masa bayi ketika individu tersebut merasakan pengalaman hidup untuk pertama kalinya. Pengalaman itu meliputi pemompaan darah dan pernapasan oleh paru-paru, yang dalam hal ini disebut Winnicott sebagai "menjadi makhluk".[1] Bermula dari fase itu, bayi menciptakan nalar realitas sebagai sebuah perasaan bahwa hidup ini layak untuk dijalani. Sementara itu, gerak-gerik bayi yang spontan dan non verbal berasal dari indera naluriahnya. Apabila gerakan tersebut direspons oleh orang tua, maka hal tersebut akan menjadi landasan perkembangan dari diri sejati bayi tersebut.[1]

Winnicott secara hati-hati menggambarkan bahwa pengasuhan yang cukup baik (belum tentu sempurna)[3] yang tidak pada tempatnya, maka spontanitas bayi berada dalam ancaman untuk memenuhi harapan orang tua.[4] Menurut Winnicott, kondisi ini akan menghasilkan diri palsu. Dalam diri palsu, ekspektasi orang lain bisa menjadi sangat penting dan menutupi atau bertentangan dengan perasaan diri sebenarnya yang terkait dengan asal keberadaan seseorang.[5] Winnicott lantas melihat bahaya diri palsu terkait bahwa bayi akan membentuk serangkaian hubungan yang salah melalui introjeksi (masuknya gagasan ke dalam diri seseorang secara tidak sadar) atau bahkan dengan perilaku yang begitu nyata.[5] Namun, pada kenyatannya, apa yang dilakukan bayi hanya untuk menyembunyikan kekosongan perasaan dibalik tampilan luarnya.[4]

Bahayanya sangatlah serius karena bayi diharuskan menyelaraskan kehendak ibu atau orang tuanya, alih-alih membangun penghargaan secara pribadi.[6] Namun, sementara diri palsu akan menahan gerakan spontan dari diri sejati, Winnicott tetap menganggap diri palsu juga penting khususnya untuk mencegah situasi yang lebih buruk terkait hilangnya diri sejati yang tersembunyi.[3]

Prekursor

Ada banyak teori psikoanalitik yang dapat digunakan Winnicott untuk menjelaskan diri palsu. Helene Deutsch menggambarkan kepribadian "seolah-olah" (as if), di mana hubungan semu menggantikan perasaan atau respons sebenarnya.[7] Joan Riviere selaku analis mengeksplorasi konsep penyamaran narsisis, sebuah pembenaran yang menyembunyikan upaya untuk mengontrol sesuatu.[3] Sigmund Freud dalam teori "ego sebagai produk identifikasi"[8] nyaris memandang diri palsu sebagai diri palsu itu sendiri.[6] Sedangkan, perbedaan diri sejati dan palsu milik Winnicott telah dibandingkan dengan teori Michael Balint tentang "kesalahan dasar" dan gagasan Ronald Fairbairn tentang "ego yang dikompromikan".[9]

Dalam bukunya yang berjudul "The Fear of Freedom",[10] Erich Fromm membedakan antara diri asli dan diri semu, serta menyoroti bagaimana diri semu merupakan sebuah cara individu untuk melepaskan diri dari kesepian. Jauh sebelum gagasan itu, eksistensialis seperti Kierkegaard telah menegaskan bahwa "keinginan untuk menjadi diri yang sebenarnya adalah kebalikan dari keputusasaan". Dalam hal ini, keputusasaan berarti memilih "menjadi lain dari dirinya sendiri".[11]

Karen Horney dalam bukunya "Neurosis and Human Growth" (1950) menilai bahwa diri sejati dan diri palsu merupakan upaya perbaikan diri. Ia menggambarkan bahwa diri sejati adalah tentang menjadi apa yang saat ini, sementara diri palsu (diri ideal) adalah tentang menjadi apa yang bisa menjadi.[12]

Perkembangan selanjutnya

Pada paruh kedua abad ke-20, ide-ide Winnicott telah dieksplorasi dan diterapkan dalam berbagai konteks, baik dalam psikoanalisis maupun bidang lainnya.[13]

Kohut

Kohut memperluas teori Winnicott dengan penelitiannya mengenai narsisme.[13] Kohut berpendapat bahwa narsistik sebetulnya adalah bagian dari pertahahan di dalam diri individu yang rentan.[14] Ia beranggapan bahwa kurang patologis bila mengidentifikasi suatu hal dengan sisa-sisa diri yang rusak, daripada untuk mencapai koherensi melalui identifikasi dengan kepribadian eksternal dengan mengorbankan kreativitas otonom sendiri.[15]

Lowen

Alexander Lowen menggambarkan narsistik sebagai individu yang memiliki diri sejati maupun palsu. Ia menjelaskan bahwa diri palsu berada di permukaan, sebagai diri yang disajikan kepada dunia. Sementara, diri sejati berada di balik fasad atau citra. Diri sejati didefinisikan sebagai perasaan diri, tetapi bagi seorang narsistik hal itu perlu disembunyikan dan ditolak. Ketika diri palsu dianggap mewakili kepatuhan dan kesesuaian, maka batin atau diri sejati memberontak dan marah. Pemberontakan dan kemarahan ini tak pernah dapat dibendung karena hal itu merupakan ekspresi dari kekuatan hidup dalam diri individu yang bersangkutan. Namun, terus adanya penyangkalan membuat ekspresi ini tak bisa diungkapkan secara langsung. Sehingga, ekspresi tersebut muncul sebagai akting narsistik dan suatu saat bisa menjelma menjadi dorongan untuk menentang.[16]

Masterson

James F. Masterson mengungkapkan bahwa seluruh gangguan kepribadian secara khusus terkait dengan konflik diri sejati dan diri palsu. Di mana diri palsu digambarkan sebagai sebuah perasaan yang dibangun oleh anak-anak untuk menyenangkan ibu atau orang tuanya. Dalam rangka mengembalikan hubungan individu dengan diri mereka sebenarnya maka dapat dilakukan psikoterapi gangguan kepribadian.[17]

Symington

Symington memperluas teori Winnicott dengan menyoroti bahwa diri sejati dan diri palsu dibedakan secara jelas melalui usaha untuk mengelabui sumber tindakan pribadi. Terutama pada diri palsu yang berakar dari internalisasi pengaruh dan tekanan eksternal.[18] Misalnya, harapan orang tua tentang pemuliaan diri mereka melalui prestasi anaknya dapat diinternalisasikan sebagai sumber tindakan yang bertentangan.[19] Symington menekankan bahwa elemen yang disengaja dalam individu ini dapat meninggalkan diri palsu atau topeng narsistik, yang sebelumnya telah diabaikan oleh Winnicott.[18]

Vaknin

Sebagai tujuan pribadi yang dilakukan guna meningkatkan profil kondisi seseorang,[20] Sam Vaknin selaku profesor psikologi, menyoroti peran diri palsu dalam narsisme. Diri palsu dibentuk untuk menggantikan diri sejati si pelaku narsistik dan melindunginya dari luka batin dan ego narsistiknya. Individu tersebut akan melakukannya dengan menganggap dirinya sebagai si maha benar. Seorang narsistik akan berpura-pura bahwa diri palsunya itu nyata dan menuntut agar orang lain mengamini omong kosong ini, sementara ia sendiri sedang menyembunyikan ketidaksempurnaan dirinya.[21]

Vaknin berpendapat bahwa bagi seorang narsistik diri palsu itu lebih penting dari dir sejatinya yang bobrok dan disfungsional. Vaknin menambahkan bahwa ia tidak yakin bahwa diri sejati dapat dihidupkan kembali melalui terapi.[22]

Miller

Alice Miller mengingatkan bahwa seorang anak (pasien kepribadian) bisa jadi tak memiliki diri sejati dan justru berada di balik fasad diri palsu.[23] Oleh sebab itu, Miller berpendapat bahwa membebaskan diri sejati nyatanya tak sesederhana gambaran Winnicott tentang kupu-kupu yang muncul dari kepompongnya.[14] Namun, apabila diri sejati dapat dikembangkan, maka Miller beranggapan bahwa kemulukan kosong dari diri palsu dapat menjadi jalan masuknya bagi otonomi perasaan yang baru.[23]

Orbach

Susie Orbach menggambarkan diri palsu sebagai sebuah tekanan orang tua yang mengorbankan potensi diri secara penuh, sehingga berdampak pada menetapnya ketidakpercayaan terhadap apa yang muncul secara spontan dari individu itu sendiri.[24] Orbach mengeksplorasi teori Winnicott dengan melihat bahwa kegagalan lingkungan dapat menyebabkan perpecahan batin dari pikiran dan tubuh sehingga menimbulkan diri palsu itu sendiri.[25] Orbach menilai bahwa tubuh palsu wanita seringkali dibangun di atas identifikasi orang lain dengan mengorbankan diri sebenarnya dan keandalan batinnya. Menghancurkan perasaan tubuh yang monolitik dalam proses terapi dapat memungkinkan munculnya berbagai perasaan tubuh yang otentik (bahkan jika seringkali menyakitkan) pada pasien.[24]

Teori kepribadian Jungian

Jungian telah menyelidiki tumpang tindih antara konsepnya mengenai kepribadian dan teori diri palsu milik Winnicott.[26] Menurutnya, hal yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa hanya kepribadian defensif yang tergolong paling kaku dan mendekati status patologis diri palsu.[27]

Diri tripartit Stern

Daniel Stern berpendapat bahwa gagasan Winnicott tentang "going on being" adalah inti dari diri pra-verbal.[28] Ia juga meneliti bagaimana bahasa dapat digunakan untuk memperkuat rasa diri yang salah dan melepaskan diri sejati yang secara linguistik rendah dan tidak diakui.[29] Stern berujar bahwa bagaimanapun ini terkait tiga hal: sosial, pribadi, dan diri yang diingkari.[30]

Kritik

Neville Symington mengkritik Winnicott karena gagal mengintegrasikan diri palsu dengan teori ego dan id.[31] Selain itu, Jean-Bertrand Pontalis selaku analis kontinental, menggunakan diri sejati dan palsu sebagai perbedaan klinis, tetapi justru mengalami keraguan terhadap status teoretisnya.[32]

Filsuf Michel Foucault mengeksplorasi konsep diri sejati dengan anti esensialisme. Ia menyatakan bahwa diri sebetulnya adalah sebuah konstruksi yang perlu dikembangkan melalui proses subjektifikasi (estetika pembentukan diri) dan bukan tentang sesuatu yang menunggu untuk ditemukan.[33] Fourcault mengatakan bahwa individu perlu membangun dirinya sendiri layaknya sebuah karya seni.[34]

Contoh sastra

  • Wuthering Heights telah dimaknai dalam perjuangan diri sejati guna melampaui aturan diri konvensional.[35]
  • Dalam novel "I Never Promised You a Rose Garden", pahlawan wanita melihat kepribadian luarnya sebagai hantu Semblance belaka, di mana diri sejatinya tersembunti dibalik tampilannya.[36]
  • Puisi Sylvia Plath telah ditafsirkan dalam konteks konflik antara diri sejati dan palsu.[37]

Referensi

  1. ^ a b c d e Winnicott, D. W. (1960). Ego distortion in terms of true and false self (PDF). New York: International Universities Press. hlm. 2–10. 
  2. ^ Akhtar, Salman (2009). Good feelings : psychoanalytic reflections on positive emotions and attitudes. London: Karnac. hlm. 128. ISBN 9781849407991. 
  3. ^ a b c Kanter, Joel (2000). "The Untold Story of Clare and Donald Winnicott: How Social Work Influenced Modern Psychoanalysis". Clinical Social Work Journal. 28 (3): 245–261. doi:10.1023/A:1005179617180. 
  4. ^ a b Minsky, Rosalind (1996). Psychoanalysis and Gender. London: Routledge. hlm. 118. ISBN 978-0415092210. 
  5. ^ a b Brower, Tracy (2021). "Missing Your People: Why Belonging Is So Important And How To Create It". Forbes (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 11 Maret 2022. 
  6. ^ a b Phillips, Adam (1993). On kissing, tickling, and being bored. USA: Harvard University Press. hlm. 30–31. ISBN 9780571170104. 
  7. ^ Fenichel, Otto (1946). The Psychoanalytic Theory Of Neurosis. London: Routledge. hlm. 1–774. ISBN 978-0393038903. 
  8. ^ Lacan, Jacques (1980). Ecrits: A Selection. London: Tavistock Publications. hlm. 128. ISBN 9780393325287. 
  9. ^ Cherry, Kendra (2022). "Sigmund Freud's Psychoanalytic Theories in Psychology". Verywell Mind (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 11 Maret 2022. 
  10. ^ Erich, Fromm (1942). The Fear of Freedom. London: Routledge. hlm. 175. ISBN 9780710046031. 
  11. ^ Rogers, Carl R. (1961). On becoming a person; a therapist's view of psychotherapy. Boston: Houghton Mifflin. hlm. 110. ISBN 978-0-395-08134-1. 
  12. ^ Horney, Karen (1950). Neurosis and human growth; the struggle toward self realization. Internet Archive. New York: Norton. hlm. 20. ISBN 978-0393001358. 
  13. ^ a b Souza, Juliana Martins de; Veríssimo, Maria de La Ó Ramallo (2015). "Child development: analysis of a new concept" (PDF). Revista Latino-Americana de Enfermagem. 23 (6): 1097–1104. doi:10.1590/0104-1169.0462.2654. ISSN 0104-1169. PMC 4664010alt=Dapat diakses gratis. PMID 26626001. 
  14. ^ a b Malcolm, Janet (1981). Psychoanalysis, the impossible profession. New York: Knopf. hlm. 136. ISBN 978-0-394-52038-4. 
  15. ^ Kohut, Heinz; Goldberg, Arnold; Stepansky, Paul E. (1984). How does analysis cure?. Chicago: University of Chicago Press. hlm. 167. ISBN 978-0-226-45034-6. 
  16. ^ Lowen, Alexander (1985). Narcissism : denial of the true self. New York: Collier Books. hlm. 1–260. ISBN 978-0-02-077290-3. 
  17. ^ Fox, Margalit (2010). "Dr. James Masterson, expert on personality disorders; at 84". Boston Globe. Diakses tanggal 11 Maret 2022. 
  18. ^ a b Symington, Neville (1993). Narcissism: A New Theory. London: Routledge. hlm. 36–115. ISBN 9781855750470. 
  19. ^ Young-Eisendrath, Polly (1999). Women and desire : beyond wanting to be wanted. New York: Harmony Books. hlm. 112–198. ISBN 978-0-609-60371-0. 
  20. ^ Cichminski, Lucille; Bellomo, Tamara L. (2016). "Narcissistic personality disorder: When it's all about "me"". Nursing Made Incredibly Easy! (dalam bahasa Inggris). 14 (1): 36–42. doi:10.1097/01.NME.0000475165.10782.87. ISSN 1544-5186. 
  21. ^ Neuharth, Dan (2019). "The Frustrating Double Standards of Narcissists | Psychology Today". Psychology Today (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 11 Maret 2022. 
  22. ^ Sam Vaknin (2001). Malignant Self-love: Narcissism. New York: Narcissus Publishing. hlm. 20. ISBN 9788023833843. 
  23. ^ a b Alice Miller (1994). The drama of the gifted child. Internet Archive. London: BasicBooks. hlm. 21. ISBN 978-0-465-01693-8. 
  24. ^ a b Orbach, Susie (2009). Bodies. New York: Picador. hlm. 67. ISBN 978-0-312-42720-7. 
  25. ^ Orbach, Susie (2005). The impossibility of sex. New York: Karnac Books. hlm. 48. ISBN 9781855753334. 
  26. ^ Mario Jacoby, Shame and the Origins of Self-Esteem (1996) pp. 59–60
  27. ^ Polly Young-Eisendrath/James Albert Hall, Jung's Self Psychology (1991) p. 29
  28. ^ Daniel Stern, The Interpersonal World of the Infant (1985) pp. 7, 93
  29. ^ Daniel Stern, The Interpersonal World of the Infant (1985) p. 227
  30. ^ Michael Jacobs, D. W. Winnicott (1995) p. 129
  31. ^ Neville Symington, Narcissism: A New Theory (London 2003) p. 97
  32. ^ V. R. Sherwood/C. P. Cohen, Psychotherapy of the Quiet Borderline Patient (1994) p. 50
  33. ^ Paul Rabinov ed., The Foucault Reader (1991) p. 362
  34. ^ Quoted in Jon Simons ed. Contemporary Critical Theorists (2006) p. 196
  35. ^ Barbara A Schapiro, Literature and the Relational Self (1995) p. 52
  36. ^ Hannah Green, I Never Promised You a Rose Garden (1967) pp. 104, 117
  37. ^ J. Kroll, Chapters in a Mythology (2007) pp. 182–84

Bibliografi

  • DW Winnicott, Playing and Reality (London 1971)
  • Jan Abram dan Knud Hjulmand, The Language of Winnicott: A Dictionary of Winnicott's Use of Words (London 2007)
  • Susie Orbach, 'Working with the False Body', dalam A. Erskine/D. Judd eds., Tubuh Imajinatif (London 1993)

Pranala luar