Lompat ke isi

Kontaminan pengolahan makanan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Membuat artikel baru
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 30 Juni 2021 03.47

Kontaminan Pengolahan Makanan (Food Processing Contaminants) adalah zat yang terbentuk dalam makanan atau bahan makanan yang mengalami perubahan kimia selama pemrosesan. Metode pengolahan makanan yang dapat memicu kontaminan meliputi fermentasi, pengasapan, pengeringan, pemurnian, dan pemasakan suhu tinggi.[1]

Kontaminan Pengolahan Makanan Karsinogenik (FPCs) adalah zat yang ada dalam makanan sebagai hasil dari pengolahan/persiapan makanan yang dianggap memberikan efek fisiologis (toksikologis) yang merugikan pada manusia, yaitu zat yang menimbulkan potensi atau risiko nyata bagi kesehatan manusia.[2]

Contoh

  • Akrilamida adalah karsinogen yang mempengaruhi sistem reproduksi dan saraf. Pada tahun 2002, Badan Makanan Nasional Swedia menerbitkan penelitian terbaru tentang produksi akrilamida selama memanggang dan menggoreng pada suhu tinggi (Mucci et al.2005), yang berkaitan erat dengan reaksi Maillard.[3]
  • Hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) adalah polutan yang muncul selama perawatan makanan termal, terutama pengasapan dan pengeringan. PAH ada di mana-mana di lingkungan; mereka hadir di udara[4], tanah[5], dan makanan[6]. Konsumsi makanan yang terkontaminasi PAH adalah salah satu penyebab utama kanker pada manusia. PAH terbentuk dari degradasi dan siklisasi beberapa senyawa organik (misalnya, minyak, protein, dan gula) pada suhu tinggi.[7]
  • Amina aromatik heterosiklik (HAA) dihasilkan dari pirolisis protein dan asam amino selama pemrosesan makanan, terutama pada suhu pemasakan yang tinggi/kondisi pemasakan yang lama. HAA lazim dalam makanan berprotein tinggi yang diolah dengan panas seperti ikan bakar dan steak goreng.[8]
  • Senyawa N-nitroso (NOCs), yang terdiri dari nitrosamin [R1N (NO) R2] dan nitrosamida [R1N (NO) COR2], banyak terdapat di alam. NOC adalah bahan kimia karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker esofagus, lambung, usus besar, kandung kemih, dan paru-paru.[9] Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan NOC dalam produk daging tergantung pada beberapa faktor termasuk metode memasak, suhu dan waktu memasak, jumlah nitrit, konsentrasi prekursor NOC, dan kondisi penyimpanan. Selama produksi makanan, penting untuk mengurangi prekursor NOC dan membatasi kadar nitrat dan nitrit. Bahan makanan mentah harus tetap segar untuk mencegah kontaminasi jamur. Mengubah metode pemanasan dan mengontrol suhu dan waktu pemanasan dapat menurunkan pembentukan NOC. Misalnya, beralih dari pemanggangan suhu tinggi ke pemanggangan suhu rendah tidak hanya mengurangi jumlah zat berbahaya tetapi juga mempertahankan nutrisi.[10]
  • Kloropropanol ester. Berdasarkan posisi klorin, ester kloropropanol (MCPDE) dapat berupa 3-MCPDE atau 2-MCPDE. MCPDE dapat terbentuk selama produksi minyak nabati, terutama selama tahap pemurnian. Bentuk MCPDE yang paling umum adalah 3MCPDE. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa kandungan 3MCPDE secara signifikan lebih tinggi pada minyak sulingan daripada minyak mentah.[11] Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan 3-MCPDE selama penggorengan adalah suhu > waktu > konsentrasi natrium klorida.[12] Untuk menurunkan tingkat MCPDE, American Oil Chemists Society (AOCS) merekomendasikan optimalisasi kondisi penyulingan minyak. Pembentukan 3-MCPDE dapat dihambat dengan penambahan karbonat untuk menetralkan kelebihan asam lemak bebas.[13]
  • Residu pestisida. Sebagian besar produk pertanian harus diproses sebelum dikonsumsi, sehingga mempengaruhi kadar residu pestisida. Residu pestisida berkurang selama pengolahan makanan seperti mencuci, mengupas, pemanasan, dan memasak. Selain itu, kondisi pemrosesan tertentu mengubah pestisida menjadi produk yang lebih beracun. Misalnya, mancozeb kurang beracun dibandingkan produk sampingannya ethylene thiourea (ETU), yang bersifat karsinogenik dan teratogenik.[14]

Pembentukan

Kontaminan pengolahan makanan dapat terbentuk selama persiapan atau pengawetan makanan. Misalnya, proses pengasapan atau penggorengan akan menambah kontaminan seperti Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) atau heterocyclic amines (HA) yang karsinogenik pada produk makanan, dan pengawetan makanan dengan nitrit membentuk nitrosamin. Serta, proses persiapan makanan seperti pencoklatan dan pemanasan membentuk bahaya kimia, misalnya produk reaksi Maillard seperti akrilamida dan furan. Selain itu, peralatan pemrosesan logam, bahan polimer yang berbeda di jalur pemrosesan, bahan pelumas atau asap yang digunakan untuk proses pemanasan juga dapat mentransfer kontaminan ke dalam makanan.[15]

Penggunaan suhu memasak yang tinggi adalah metode yang banyak digunakan untuk mengolah makanan. Penggunaan suhu tinggi untuk memasak yang dipasangkan dengan faktor eksternal berpotensi mengarah pada pembentukan senyawa beracun yang meninggalkan dampak pada keamanan dan kualitas pangan. Senyawa beracun terbentuk selama metode pemrosesan makanan seperti pemanasan, pemanggangan, pemanggangan, pemanggangan, pengalengan, fermentasi, atau hidrolisis. Penggorengan adalah sumber utama yang menimbulkan berbagai senyawa beracun dalam proses persiapan makanan. Selain itu, pemanasan microwave juga dapat melahirkan kontaminan dalam makanan, karena fitur umum dari memasak microwave adalah bahwa makanan dimasak dalam wadah atau bahan kemasan dalam oven microwave. Bahan kemasan microwave termasuk kertas karton, komposit, dan plastik, dan selama memasak komponen bahan-bahan ini dapat berpindah dari kemasan ke makanan, mengakibatkan penurunan keamanan dan kualitas makanan.[16]

Hidrokarbon poliaromatik (PAH) biasanya dihasilkan ketika makanan dan daging dipanggang atau diasap, dan 4-metil imidazol (4-MEI) terbentuk selama pembuatan produk yang mengandung pewarna karamel, dan telah ditemukan dalam produk seperti cola, kedelai saus dan makanan panggang. Kontaminan ini tidak sengaja dibuat, tetapi beberapa memiliki efek karsinogenik jika dikonsumsi dalam dosis tinggi, sehingga perlu dipantau secara rutin. Pemantauan rutin kontaminan dalam makanan dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan LC/MS/MS. LC/MS/MS adalah pendekatan yang sangat sensitif dan selektif.

Keamanan

Tingkat asupan harian (ADI) yang dapat diterima dan konsentrasi kontaminan yang dapat ditoleransi dalam masing-masing makanan ditentukan berdasarkan "Tingkat Efek Tidak Berbahaya yang Diamati" (NOAEL) pada percobaan hewan, dengan menggunakan faktor keamanan (biasanya 100). Konsentrasi maksimum kontaminan yang diizinkan oleh undang-undang seringkali jauh di bawah tingkat toleransi toksikologi, karena tingkat tersebut seringkali dapat dicapai secara wajar dengan menggunakan praktik pertanian dan manufaktur yang baik.

Pengujian kontaminan makanan

Untuk menjaga kualitas makanan yang tinggi dan mematuhi standar peraturan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan, yang terbaik adalah mengandalkan pengujian kontaminan makanan melalui pihak ketiga yang independen, seperti laboratorium atau perusahaan sertifikasi. Untuk produsen, pengujian kontaminan makanan dapat meminimalkan risiko ketidakpatuhan terkait dengan bahan mentah, makanan setengah jadi, dan produk akhir. Juga, pengujian kontaminan makanan menjamin keamanan konsumen dan kualitas produk makanan yang dibeli dan dapat mencegah penyakit bawaan makanan, dan bahaya kimia, mikrobiologi, atau fisik makanan.[17]

Pembentukan ADI untuk kontaminan makanan tertentu yang muncul saat ini merupakan bidang penelitian dan masih menjadi perdebatan.

Referensi

  1. ^ "Process Contaminant". European Food Safety Authority. 28 September 2020. Diakses tanggal 25 Juni 2021. 
  2. ^ "Effect of high pressure thermal sterilization on the formation of food processing contaminants". Innovative Food Science & Emerging Technologies (dalam bahasa Inggris). 20: 42–50. 2013-10-01. doi:10.1016/j.ifset.2013.07.006. ISSN 1466-8564. 
  3. ^ Mottram, Donald S.; Wedzicha, Bronislaw L.; Dodson, Andrew T. (2002-10). "Acrylamide is formed in the Maillard reaction". Nature (dalam bahasa Inggris). 419 (6906): 448–449. doi:10.1038/419448a. ISSN 0028-0836. 
  4. ^ Wu, S.P.; Tao, S.; Xu, F.L.; Dawson, R.; Lan, T.; Li, B.G.; Cao, J. (2005-06). "Polycyclic aromatic hydrocarbons in dustfall in Tianjin, China". Science of The Total Environment (dalam bahasa Inggris). 345 (1-3): 115–126. doi:10.1016/j.scitotenv.2004.11.003. 
  5. ^ Kuppusamy, Saranya; Thavamani, Palanisami; Venkateswarlu, Kadiyala; Lee, Yong Bok; Naidu, Ravi; Megharaj, Mallavarapu (2017-02). "Remediation approaches for polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) contaminated soils: Technological constraints, emerging trends and future directions". Chemosphere (dalam bahasa Inggris). 168: 944–968. doi:10.1016/j.chemosphere.2016.10.115. 
  6. ^ Alomirah, Husam; Al-Zenki, Sameer; Al-Hooti, Suad; Zaghloul, Sahar; Sawaya, Wajih; Ahmed, Nisar; Kannan, Kurunthachalam (2011-12). "Concentrations and dietary exposure to polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) from grilled and smoked foods". Food Control (dalam bahasa Inggris). 22 (12): 2028–2035. doi:10.1016/j.foodcont.2011.05.024. 
  7. ^ Chen, Shaun; Kao, Tsai Hua; Chen, Chia Ju; Huang, Chung Wei; Chen, Bing Huei (2013-08-07). "Reduction of Carcinogenic Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Meat by Sugar-Smoking and Dietary Exposure Assessment in Taiwan". Journal of Agricultural and Food Chemistry. 61 (31): 7645–7653. doi:10.1021/jf402057s. ISSN 0021-8561. 
  8. ^ Kohno, Hiroyuki; Totsuka, Yukari; Yasui, Yumiko; Suzuki, Rikako; Sugie, Shigeyuki; Wakabayashi, Keiji; Tanaka, Takuji (2007). "Tumor-initiating potency of a novel heterocyclic amine, aminophenylnorharman in mouse colonic carcinogenesis model". International Journal of Cancer (dalam bahasa Inggris). 121 (8): 1659–1664. doi:10.1002/ijc.22864. ISSN 1097-0215. 
  9. ^ "Nitrites and nitrates in the human diet: Carcinogens or beneficial hypotensive agents?". Journal of Ethnopharmacology (dalam bahasa Inggris). 167: 105–107. 2015-06-05. doi:10.1016/j.jep.2014.09.040. ISSN 0378-8741. 
  10. ^ Li, Changjian; Li, Changyan; Yu, Hang; Cheng, Yuliang; Xie, Yunfei; Yao, Weirong; Guo, Yahui; Qian, He (2021-05-15). "Chemical food contaminants during food processing: sources and control". Critical Reviews in Food Science and Nutrition (dalam bahasa Inggris). 61 (9): 1545–1555. doi:10.1080/10408398.2020.1762069. ISSN 1040-8398. 
  11. ^ "Mitigation of MCPD and Glycidyl Esters in Edible Oils". Processing Contaminants in Edible Oils (dalam bahasa Inggris): 23–55. 2014-01-01. doi:10.1016/B978-0-9888565-0-9.50007-5. 
  12. ^ Wong, Yu Hua; Muhamad, Halimah; Abas, Faridah; Lai, Oi Ming; Nyam, Kar Lin; Tan, Chin Ping (2017-03). "Effects of temperature and NaCl on the formation of 3-MCPD esters and glycidyl esters in refined, bleached and deodorized palm olein during deep-fat frying of potato chips". Food Chemistry (dalam bahasa Inggris). 219: 126–130. doi:10.1016/j.foodchem.2016.09.130. 
  13. ^ Šmidrkal, J.; Ilko, V.; Filip, V.; Doležal, M.; Zelinková, Z.; Kyselka, J.; Hrádková, I.; Velíšek, J. (2011-08-10). "Formation of acylglycerol chloro derivatives in vegetable oils and mitigation strategy". Czech Journal of Food Sciences. 29 (No. 4): 448–456. doi:10.17221/212/2011-CJFS. 
  14. ^ Kontou, S.; Tsipi, D.; Tzia *, C. (2004-11). "Stability of the dithiocarbamate pesticide maneb in tomato homogenates during cold storage and thermal processing". Food Additives and Contaminants (dalam bahasa Inggris). 21 (11): 1083–1089. doi:10.1080/02652030400019372. ISSN 0265-203X. 
  15. ^ Korsgaard, Nikolaj (28 September 2020). "Food Processing Contaminants". DTU Food. Diakses tanggal 25 Juni 2021. 
  16. ^ Rather, Irfan A.; Koh, Wee Yin; Paek, Woon K.; Lim, Jeongheui (2017). "The Sources of Chemical Contaminants in Food and Their Health Implications". Frontiers in Pharmacology (dalam bahasa English). 8. doi:10.3389/fphar.2017.00830. ISSN 1663-9812. PMC 5699236alt=Dapat diakses gratis. PMID 29204118. 
  17. ^ foodnavigator.com. "Food Ingredients & Food Science - Additives, Flavours, Starch". foodnavigator.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-06-30.