Aplikasi Covid-19: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
NFarras (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi '{{short description|Aplikasi seluler yang dirancang untuk membantu pelacakan kontak}} {{Infobox software | name = Aplikasi pelacak COVID-19 | screens...'
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 23 Maret 2021 06.51

Aplikasi Covid-19
Contoh usulan aplikasi pelacak COVID-19 berbasis lokasi. Kontak individu A (dan semua individu yang menggunakan aplikasi) dilacak menggunakan GPS dan cara lainnya, seperti kode QR pada lokasi-lokasi publlik. Individu A meminta tes SARS-COV-2 (menggunakan aplikasi) dan apabila hasilnya positif, aplikasi akan memberikan peringatan kepada individu yang pernah mengalami kontak dekat. Aplikasi menyarankan karantina untuk individu A dan kontak eratnya.[1]
GenreAplikasi seluler
Sunting di Wikidata Sunting di Wikidata • Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini


Aplikasi pelacak COVID-19 adalah aplikasi seluler yang digunakan untuk pelacakan kontak digital selama pandemi COVID-19. Singkatnya, aplikasi-aplikasi ini membantu melacak siapa saja yang pernah bertemu dengan orang yang terinfeksi.

Sejumlah aplikasi telah dikembangkan dan direncakan, beberapa di antaranya dibantu oleh pemerintahan setempat. Sejumlah kerangka kerja (framework) juga telah dikembangkan. Meskipun demikian, aplikasi-aplikasi ini menuai beberapa masalah privasi, terutama penggunaan sistem yang berbasis pada pelacakan lokasi geografis.

Alternatif lain untuk melacak kontak antarpengguna adalah penggunaan Bluetooth untuk mendeteksi jarak antar ponsel penggunanya. Pada 10 April 2020, Google dan Apple bersama-sama mengumumkan bahwa mereka akan mengintegrasikan aplikasi berbasis Bluetooth menuju sistem operasi Android dan iOS mereka. Aplikasi pelacak COVID-19 India bernama Aarogya Setu berhasil menjadi aplikasi yang paling cepat berkembang, mengalahkan Pokémon Go dengan 50 juta pengguna pada 13 hari pertama peluncuran.

Latar belakang

Pelacakan kontak merupakan salah satu elemen penting dalam mengendalikan sebuah wabah. Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah kasus, pelacakan kontak semakin sulit dilakukan.[2][3] Pelacakan kontak digital dapat lebih efektif dibandingkan metode pelacakan tradisional apabila diaplikasikan pada khalayak luas. Pada Maret 2020, sebuah permodelan yang dilakukan oleh tim dari Big Data Institute di Universitas Oxford menemukan bahwa apabila 80% penduduk suatu kota yang memiliki populasi satu juta orang berkontribusi dalam sistem pelacakan ini, wabah virus korona di kota tersebut dapat dikendalikan. Skenario yang digunakan pada permodelan tersebut mengasumsikan orang-orang lanjut usia melakukan isolasi mandiri, sementara orang-orang yang bukan lanjut usia dan tidak menunjukkan gejala tetap beraktivitas di luar rumah hingga mendapatkan notifikasi bahwa mereka kemungkinan berisiko terpapar COVID-19.[4][5] Meskipun demikian, aplikasi pelacak seperti ini cukup sulit diterapkan karena masalah privasi.[6]

Permasalahan

Penggunaan

Ross Anderson, seorang professor rekayasa keamanan di Universitas Cambridge membuat daftar masalah yang ada pada aplikasi pelacak seperti ini, termasuk kemungkinan positif palsu dan kurang efektifnya aplikasi apabila hanya digunakan oleh sebagian kecil populasi.[7] Di Singapura, penggunaan aplikasi TraceTogether sempat tidak efektif karena menuntut pengguna Apple iOS untuk terus membuka aplikasi tersebut supaya dapat melacak pengguna.[8]

Google dan Apple berusaha menangani masalah ini. Kedua perusahaan tersebut menggabungkan mekanisme pelacakan pada perangkat yang menggunakan sistem operasi mereka melalui pembaruan perangkat lunak. Pada tahap kedua, sistem operasi dapat melacak kemungkinan paparan tanpa harus mengunduh aplikasi pelacak COVID-19.[9]

Pembatasan di toko aplikasi

Untuk mengatasi masalah terkait penyebaran aplikasi berbahaya, Apple, Google, dan Amazon menerapkan sebuah pembatasan yang mengharuskan aplikasi berasal dari organisasi resmi atau organisasi yang memiliki reputasi baik.[10][11]

Prinsip etika penggunaan aplikasi pelacak COVID-19

Keberadaan aplikasi pelacak kontak COVID-19 telah menimbulkan kekhwatiran pada masalah privasi, hak pengguna aplikasi, dan otoritas pemerintah.Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), dan PBB telah merancak empat prinsip yang dapat dalam pembuatan aplikasi pelacakan kontak COVID-19.[12] Keempat prinsip tersebut adalah:

  • Keterpaksaan berarti pemerintah hanya dapat menginterfensi hak warganya ketika tindakan tersebut dianggap penting bagi kesehatan masyarakat. Potensi risiko pelanggaran privasi juga harus lebih kecil dibandingkan potensi aplikasi tersebut untuk mengurangi bahaya bagi orang lain.
  • Proposionalitas merujuk pada konsep bahwa potensi dampak negatif yang ditimbulkan oleh aplikasi pelacak kontak harus sebanding dengan keuntungan yang diberikan, berupa pengurangan risiko bahaya kesehatan yang sedang ditangani. Fungsionalitas aplikasi juga harus sebisa mungkin tetap menjaga privasi pengguna.
  • Keabsahan ilmiah menilai apakah aplikasi bekerja secara efektif, tepat waktu, dan akurat.[12].Aplikasi pelacakan kontak dapat menjadi lebih efektif dibandingkan pelacakan kontak manusal yang kurang efektif dan sulit melibatkan kasus asimptomatik.[13] Meskipun demikian, aplikasi harus digunakan oleh minimal 56-60% populasi supaya dapat dikatakan efektif.[13] Selain itu, aplikasi juga harus senantiasa dimutakhirkan untuk supaya tetap dapat mengikuti situasi terkini.
  • Keterbatasan waktu berarti bahwa aplikasi pelacak COVID-19 hanya dapat digunakan selama pandemi. Aplikasi harus segera ditarik dari peredaran setelah pandemi berakhir. Apabila akhir pandemi tidak dapat diprediksi, penggunaan aplikasi harus terus ditinjau dan penentuan apakah aplikasi tetap dapat digunakan harus dilakukan setiap peninjauan.

Laporan keakuratan

Menurut ZDNet, aplikasi deteksi berbasis Bluetooth mungkin saja berlebihan dalam menanggapi interaksi tertentu yang dapat berakibat pada tingginya kasus positif palsu. Meskipun secara hipotetis sistem dapat mengukur jarak dan menandai bahwa peringatan harus ditinjau ulang, kekuatan sinyal Bluetooth terkadang tidak bisa diandalkan untuk melakukan hal itu. Akibatnya, kasus positif palsu dapat menyebabkan sesorang untuk melakukan isolasi yang sebenarnya tidak diperlukan atau bahkan mengabaikan peringatan apapun dari aplikasi karena ia tidak mempercayainya lagi.[14]

Aplikasi berbasis GPS juga terkadang tidak dapat diandalkan. Menurut situs web GPS Amerika Serikat, "GPS pada ponsel umumnya akurat hingga radius 4,9 di area yang tidak memiliki halangan ke langit." Keakuratan tersebut cukup jauh dari peraturan pembatasan sosial yang biasanya hanya mewajibkan jarak sejauh 2 m.[15][16]

Referensi

  1. ^ Ferretti, Luca; Wymant, Chris; Kendall, Michelle; Zhao, Lele; Nurtay, Anel; Abeler-Dörner, Lucie; Parker, Michael; Bonsall, David; Fraser, Christophe (2020-03-31). "Quantifying SARS-CoV-2 transmission suggests epidemic control with digital contact tracing". Science (dalam bahasa Inggris). 368 (6491): eabb6936. doi:10.1126/science.abb6936alt=Dapat diakses gratis. ISSN 0036-8075. PMC 7164555alt=Dapat diakses gratis. PMID 32234805. 
  2. ^ "Contact tracing may help avoid another lockdown. Can it work in the U.S.?". 29 May 2020. 
  3. ^ "Contact tracing is a race. But few U.S. states say how fast they're running." The Washington Post. 
  4. ^ Kelion, Leo (2020-04-16). "NHS coronavirus app to target 80% of smartphones". BBC News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-04-16. 
  5. ^ Ferretti, Luca; Wymant, Chris; Kendall, Michelle; Zhao, Lele; Nurtay, Anel; Abeler-Dörner, Lucie; Parker, Michael; Bonsall, David; Fraser, Christophe (31 March 2020). "Quantifying SARS-CoV-2 transmission suggests epidemic control with digital contact tracing". Science. 368 (6491): eabb6936. doi:10.1126/science.abb6936. PMC 7164555alt=Dapat diakses gratis. PMID 32234805. 
  6. ^ Servick, Kelly (22 March 2020). "Cellphone tracking could help stem the spread of coronavirus. Is privacy the price?". Science. doi:10.1126/science.abb8296. Diakses tanggal 26 April 2020. 
  7. ^ "Contact Tracing in the Real World | Light Blue Touchpaper" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-04-15. 
  8. ^ Stokel-Walker, Chris (15 April 2020). "Can mobile contact-tracing apps help lift lockdown?". www.bbc.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 18 April 2020. 
  9. ^ Newton, Casey (2020-04-14). "Apple and Google have a clever way of encouraging people to install contact-tracing apps for COVID-19". The Verge (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-04-15. 
  10. ^ Sherr, Ian. "Apple, Google, Amazon block nonofficial coronavirus apps from app stores". CNET (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-04-16. 
  11. ^ Lyons, Kim (2020-03-14). "Apple puts restrictions on coronavirus-themed apps in its App Store". The Verge (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-04-16. 
  12. ^ a b Morley J, Cowls J, Taddeo M, Floridi L. Ethical guidelines for COVID-19 tracing apps. 2020. https://www.nature.com/articles/d41586-020-01578-0.
  13. ^ a b Ferretti, Luca; Wymant, Chris; Kendall, Michelle; Zhao, Lele; Nurtay, Anel; Abeler-Dörner, Lucie; Parker, Michael; Bonsall, David; Fraser, Christophe (2020-05-08). "Quantifying SARS-CoV-2 transmission suggests epidemic control with digital contact tracing". Science (dalam bahasa Inggris). 368 (6491): eabb6936. doi:10.1126/science.abb6936. ISSN 0036-8075. PMC 7164555alt=Dapat diakses gratis. PMID 32234805. 
  14. ^ Leprince-Ringuet, Daphne (28 April 2020). "Contact-tracing apps: Why the NHS said no to Apple and Google's plan". ZDNet (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 30 May 2020. 
  15. ^ Crocker, Andrew; Opsahl, Kurt; Cyphers, Bennett (10 April 2020). "The Challenge of Proximity Apps For COVID-19 Contact Tracing". Electronic Frontier Foundation (Deeplinks blog) (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 30 May 2020. 
  16. ^ "GPS.gov: GPS Accuracy". www.gps.gov. Diakses tanggal 30 May 2020.