Visi warna

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Visi warna adalah salah satu dari fitur penglihatan yang merupakan kemampuan dalam menentukan perbedaan antar cahaya yang disusun atas gelombang yang berbeda (perbedaan distribusi kekuatan spektrum cahaya) yang terpisah dari intensitas cahaya. Persepsi warna adalah bagian dari sistem penglihatan yang lebih besar. Persepsi warna dimediasi oleh proses kompleks antara neuron yang dimulai dengan stimulasi diferensial dari berbagai jenis fotoreseptor oleh cahaya yang masuk ke mata. Fotoreseptor tersebut kemudian memancarkan luaran yang disebarkan melalui banyak lapisan neuron lalu akhirnya ke otak. Visi warna banyak ditemukan pada hewan dan dimediasi oleh mekanisme dasar yang serupa dengan jenis molekul biologis umum. Visi warna memiliki sejarah evolusi yang kompleks dalam taksa hewan yang berbeda.[1][2][3]

Perkembangan[sunting | sunting sumber]

Proses persepsi warna sangat dipengaruhi oleh evolusi. Visi warna banyak ditemukan pada hewan terutama untuk mengenali sumber makanan. Penglihatan warna penting bagi primata herbivor untuk menemukan daun yang cocok. Pada primata, penglihatan warna telah berkembang di bawah tekanan yang selektif untuk berbagai tugas dalam penglihatan seperti mencari makan berupa daun muda bergizi, buah matang, bunga dan mendeteksi kamuflase predator serta keadaan emosional pada primata lainnya. Visi warna juga digunakan oleh kolibri untuk mengidentifikasi jenis bunga yang berbeda. Mamalia nokturnal memiliki penglihatan warna sedikit berkembang dibandingkan dengan jenis mamalia lain karena hanya membutuhkan sedikit cahaya untuk beraktivitas. Sinar ultraviolet berperan dalam persepsi warna pada berbagai spesies hewan, terutama serangga.[4] Penglihatan mata manusia terhadap warna bekerja dengan memanfaatkan tiga protein sensitif cahaya yang berbeda untuk memahami panjang gelombang cahaya, yang disebut sebagai penglihatan trikromatik. Penglihatan trikromatik berevolusi karena bermanfaat dalam mengumpulkan makanan. Namun, manusia tidak dapat membedakan perbedaan warna dalam makanan secara langsung karena penglihatan manusia tidak sempurna.[5]

Panjang gelombang[sunting | sunting sumber]

Isaac Newton menemukan bahwa setelah cahaya putih dipecah menjadi komponen warna ketika melewati prisma depresif, cahaya putih dapat digabungkan kembali. Cahaya putih digabungkan kembali untuk membuat cahaya putih baru yang dapat melewati prisma yang berbeda. Spektrum cahaya memilik panjang gelombang berkisar pada rentang 380 hingga 740 nanometer. Warna spektral (warna yang dihasilkan oleh pita panjang gelombang) seperti merah, kuning, biru, sian, jingga, hijau, dan ungu. Berikut warna spektral yang termasuk dalam kelompok panjang gelombang:

  • Merah, 625–740 nm;
  • Kuning, 565–590 nm;
  • Jingga, 590–625 nm;
  • Ungu, 380–450 nm;
  • Sian, 485–500 nm;
  • Hijau, 500–565 nm;
  • Biru, 450-485 nm.

Panjang gelombang yang lebih panjang atau lebih pendek dari kisaran tersebut disebut inframerah atau ultraviolet. Manusia umumnya tidak dapat melihat panjang gelombang ini, tetapi dapat dilihat oleh spesies lain.[4]

Buta warna[sunting | sunting sumber]

Buta warna adalah salah satu kondisi di mana seseorang cenderung terganggu melihat variasi warna secara normal. Buta warna dapat mempersulit seseorang dalam melakukan aktivtas sehari-hari seperti memetik buah yang matang, berpakaian dengan benar, dan membaca lampu lalu lintas. Jenis-jenis buta warna yaitu buta warna merah dan hijau, buta warna kuning biru dan buta warna total.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Vorobyev, Misha (2004). "Ecology and evolution of primate colour vision". Clinical and Experimental Optometry. 87 (4-5): 230–238. doi:10.1111/j.1444-0938.2004.tb05053.x. ISSN 0816-4622. 
  2. ^ Carvalho, Livia S.; Pessoa, Daniel M. A.; Mountford, Jessica K.; Davies, Wayne I. L.; Hunt, David M. (2017). "The Genetic and Evolutionary Drives behind Primate Color Vision". Frontiers in Ecology and Evolution. 5. doi:10.3389/fevo.2017.00034/full. ISSN 2296-701X. 
  3. ^ Hiramatsu, Chihiro; Melin, Amanda D.; Allen, William L.; Dubuc, Constance; Higham, James P. (2017). "Experimental evidence that primate trichromacy is well suited for detecting primate social colour signals". Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences. 284 (1856): 20162458. doi:10.1098/rspb.2016.2458. ISSN 0962-8452. PMC 5474062alt=Dapat diakses gratis. PMID 28615496. 
  4. ^ a b c "Color Vision". VEDANTU. Diakses tanggal 16 Oktober 2022. 
  5. ^ almegakm (2 Juni 2017). "Sejarah Color Vision". AnalisaWarna (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 16 Oktober 2022.