Jamban di Jepang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 7 April 2013 09.06 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 24 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q646411)
Semprotan air di kloset yang dilengkapi bidet untuk membersihkan anus.
Papan kontrol kloset di Jepang.

Toilet di Jepang umumnya lebih maju dibandingkan toilet di negara-negara maju lainnya. Dua jenis kloset yang umum ditemukan di toilet di Jepang adalah kloset jongkok dan kloset duduk.[1][2] Setelah Perang Dunia II, kloset duduk model Barat dan urinoir mendominasi toilet umum. Walaupun demikian, kloset jongkok masih dijumpai di WC umum di Jepang. Di pintu WC umum yang menyediakan kloset jongkok diberi tulisan washiki (和式, gaya Jepang) atau yōshiki (洋式, gaya Barat) untuk kloset duduk.

Kloset model Barat yang paling mutakhir adalah kloset yang dilengkapi dudukan kloset yang sekaligus berfungsi sebagai bidet. Hingga Maret 2010, 72% dari seluruh rumah di Jepang sudah dipasangi kloset duduk yang dilengkapi bidet.[3][4][5][6] Di Jepang, kloset yang dilengkapi bidet disebut washlet (ウォシュレット). Sebelumnya, Washlet adalah merek dagang dari Toto Ltd. yang telah menjadi nama generik. Bergantung kepada modelnya, tutup kloset secara otomatis bisa terbuka ketika ada orang yang mendekati, membersihkan anus dan vulva orang yang duduk di atasnya dengan air dan mengeringkannya dengan hembusan udara hangat, menyiram kloset secara otomatis, menghilangkan bau, dan memiliki tutup kloset yang menutup secara otomatis setelah kloset selesai dipakai.

Kebersihan sangat penting dalam kebudayaan Jepang. Ruangan toilet yang dianggap kotor dibangun terpisah dari kamar mandi. Dalam bahasa Jepang, kata untuk bersih adalah sama dengan cantik. Selain berarti bersih, kata kirei (きれい、綺麗) dipakai untuk sesuatu yang bagus atau indah; berarti cantik, molek, manis (dipakai untuk wanita dan anak-anak), dan ganteng atau tampan (untuk laki-laki).[7]

Sejarah

Batang kayu yang disebut chu-gi asal zaman Nara dan gulungan kertas toilet.

Kawasan pemukiman orang zaman Jomon berbentuk seperti tapal kuda. Bagian tengah merupakan alun-alun tempat berkumpul, dan tempat pembuangan sampah berada di sekeliling pemukiman. Dari penggalian arkeologi di tempat pembuangan sampah ditemukan koprolit (feses manusia dan anjing yang telah memfosil),[8] hingga dapat diambil kesimpulan orang zaman Jomon juga membuang air besar di tempat pembuangan sampah.

Sistem selokan sanitasi kemungkinan sudah dikenal orang zaman Yayoi (300 SM hingga 250 AD).[9][10] Sistem selokan umumnya dipakai di pemukiman berukuran besar, mungkin digunakan untuk toilet.

Berdasarkan penemuan di Sakurai, Prefektur Nara, toilet yang dilengkapi air mengalir kemungkinan sudah dibuat sejak awal abad ke-3.[8] Kloset lubang tempat buang air juga diteliti ahli arkeologi di situs Istana Fujiwara yang berada di Kashihara, Prefektur Nara (ibu kota kekaisaran dari 694 hingga 710.[8] Bangunan beratap untuk lubang WC didirikan di lokasi terpisah dari tempat tinggal.

Pada zaman Nara (710 to 784), di Nara ibu kota Jepang sudah dibangun sistem drainase air kotor, dan orang buang air dengan cara berjongkok di atas selokan selebar 10-15 cm. Potongan kayu yang disebut chu-gi dipakai seperti halnya kertas toilet.[8][11] Pada masa-masa sebelumnya, rumput laut juga dipakai untuk mengelap setelah buang air,[12] namun pada zaman Edo, orang Jepang sudah memakai kertas toilet dari washi.[13][14] Di daerah pegunungan, potongan kayu dan daun-daun besar waktu itu digunakan sebagai kertas toilet.[11]

Toilet sering dibangun di atas selokan yang mengalir. Salah satu contoh dari toilet yang bisa membilas sendiri ditemukan di Istana Akita. Toilet dari abad ke-8 ini dibangun di atas aliran sungai yang dialihkan ke selokan.[8]

Walaupun sering ditemukan toilet dengan air mengalir, toilet yang dibangun hanya berupa lubang kakus di tanah justru lebih umum. Toilet seperti ini lebih mudah dibangun dan hasilnya bisa dipakai sebagai pupuk.[15] Ketika agama Buddha merupakan agama utama di Jepang, hewan ternak terlarang untuk dikonsumsi sehingga tidak ada kotoran hewan ternak yang bisa dipakai sebagai pupuk kandang. Kotoran orang kaya dijual dengan harga lebih mahal karena mereka lebih banyak mengonsumsi makanan bergizi.[12]

Berbagai dokumen bersejarah asal abad ke-9 berisi peraturan sehubungan pendirian sistem drainase air bersih dan air kotor, dan rincian tentang prosedur pembuangan limbah kakus.[8]

Narapidana harus diatur agar membersihkan selokan di Istana dan kantor-kantor pemerintah, serta toilet di timur dan barat pada pagi hari setelah turun hujan pada malam hari sebelumnya.
(Terjemahan dari hukum administrasi Ryo-no-shuge)

Berdasarkan alasan sanitasi, bisnis penjualan kotoran manusia sebagai pupuk makin jarang setelah Perang Dunia II. Pada waktu itu di Jepang sudah dikenal pupuk dari bahan kimia, dan kini hanya 1% dari limbah toilet yang digunakan sebagai pupuk.[16][17] Di bidang standar higiene, Jepang jauh lebih maju dibandingkan standar higiene di tempat-tempat lain, terutama di Eropa. Pada zaman dulu, pembuangan kotoran manusia sudah diatur pemerintah di Jepang, sementara di Eropa, air kotoran dibuang begitu saja dari rumah ke jalan-jalan. Orang Barat yang pertama kali mengunjungi Edo begitu takjub dengan kota yang menurut mereka begitu bersih.[17]

Kloset jongkok asal zaman Meiji di rumah orang Jepang kalangan atas dekat Nakatsugawa.

Di Okinawa, toilet dulunya berada di atas kandang babi, dan babi diberi makanan kotoran manusia. praktik ini dilarang pemerintah pendudukan Amerika Serikat setelah Perang Dunia II karena tidak higienis.[18]

Pada zaman Azuchi-Momoyama (1568 to 1600), sistem limbah "Selokan Taiko" dibangun di sekeliling Istana Osaka, dan masih berfungsi hingga sekarang.[9] Sistem selokan modern mulai dibangun pada 1884, ditandai dengan pembangunan selokan dari batu bata dan keramik yang pertama di Kanda, Tokyo.[9] Sistem perpipaan dan sistem selokan makin diperluas setelah terjadinya gempa bumi besar Kanto untuk mencegah terjadinya wabah penyakit bila terjadi lagi gempa berskala besar. Setelah itu, pembangunan selokan baru digiatkan kembali setelah Perang Dunia II setelah adanya pertumbuhan penduduk kota yang pesat. Hingga tahun 2000, sekitar 60% dari rumah-rumah di Jepang terhubung dengan sistem limbah air kotor.[19] Tanggal 10 September ditetapkan sebagai Hari Air Limbah di Jepang.[20][21]

Kloset model Barat dan urinoir mulai dibangun di Jepang pada awal abad ke-20, namun baru populer seusai Perang Dunia II terutama akibat pengaruh orang Amerika di masa pendudukan.[4] Pada 1977, total penjualan kloset duduk di Jepang sudah melebihi total penjualan kloset jongkok. Perusahaan saniter terbesar di dunia, TOTO memperkenalkan kloset dilengkapi bidet yang disebut Washlet pada tahun 1980.[4]

Terminologi

Dalam bahasa Jepang, toilet disebut toire (トイレ),[22] dan dapat merujuk kepada kloset atau bangunan tempat lubang kloset berada. Eufemisme untuk toilet adalah otearai (お手洗い, arti harfiah cuci tangan) yang berarti wastafel untuk mencuci tangan.[23] Dalam bahasa Inggris Amerika, eufemisme serupa juga dipakai untuk kata "bathroom" yang secara harfiah berarti kamar dengan bak mandi atau toilet. Istilah lain untuk toilet adalah keshōshitsu (化粧室, arti harfiah: ruang berdandan). Istilah keshōshitsu adalah terjemahan dari bahasa Inggris powder room, dan umumnya dipakai oleh toko serba ada dan pasar swalayan.

Kata lain untuk toilet adalah benjo (便所, kakus) yang berasal dari kata ben (便) yang berarti kemudahan atau ekskresi. Walaupun dianggap kurang bergaya, kata benjo masih digunakan di toilet-toilet umum,[23] seperti di sekolah, kolam renang, dan tempat-tempat umum. Istilah benjo tidak dianggap kasar, walaupun sebagian orang lebih memilih untuk menggunakan kata toilet atau lainnya.

Perangkat kloset dari keramik (bagian mangkuk dan tangki penampung air) disebut benki (便器), sementara dudukan kloset disebut benza (便座).[24] Pispot untuk anak kecil atau orang lanjut usia disebut omaru.

Asosiasi Toilet Jepang merayakan Hari Toilet tidak resmi pada 10 November. Tanggal 10 bulan 11 (11/10 dalam urutan penulisan bahasa Jepang) bisa dibaca ii-to(ire) yang berarti toilet bagus dalam bahasa Jepang.[25]

Jenis

Kloset jongkok

Kloset jongkok modern di Jepang, berikut sandal untuk dipakai di dalam toilet. Tulisan di dekat pipa vertikal diterjemahkan sebagai "Mohon berjongkok lebih dekat lagi (dengan lubang)."

Toilet tradisional gaya Jepang (和式, washiki) termasuk ke dalam jenis toilet Asia[26] yang umum ditemukan di berbagai negara di Asia. Sebagian besar kloset jongkok di Jepang dibuat dari porselen. Di toilet kereta api, misalnya, kloset dibuat dari baja tahan karat. Orang yang menggunakan toilet berjongkok di dekat lubang, dan umumnya menghadap ke tembok.[26] Kloset jongkok seperti ini memiliki sistem air penyiraman (pembilasan) seperti kloset duduk model Barat, dan tidak perlu disiram dengan gayung. Air kotor dialirkan ke dalam sistem pembuangan limbah. Di toilet seperti ini terdapat tuas atau pedal untuk mengeluarkan air bilas. Toilet jongkok juga memiliki dua jenis air bilas, kecil dan besar bergantung jumlah air yang diperlukan.

Kloset jongkok dibagi menjadi dua jenis: kloset yang berada di permukaan lantai, dan kloset yang berada di bagian lantai yang ditinggikan sekitar 30 cm.[27] Bagi pria, mungkin lebih mudah untuk buang air kecil sambil berdiri di kloset yang berada di lantai yang ditinggikan.[2]

Keuntungan dari kloset jongkok adalah mudah dibersihkan, lebih murah, dan menggunakan lebih sedikit air dalam sekali bilasan dibandingkan dengan kloset model Barat. Tidak adanya kontak dengan dudukan kloset membuat kloset jongkok lebih disukai sebagai orang karena dianggap lebih higienis. Walaupun demikian, dudukan kloset tidak mengundang risiko kesehatan yang serius,[28][29] sementara pemakai kloset jongkok risiko terkena kotoran sendiri di bagian kaki. Lubang kloset jongkok di Jepang tidak diisi air sehingga memperkecil risiko terciprat air kotor.

Selain itu menurut penelitian, kloset jongkok memberi sejumlah keuntungan bagi kesehatan.[30] Posisi jongkok menurut penelitan tersebut memperkuat otot-otot pelvis wanita, dan mengurangi kemungkinan inkontinensia.[31] Selain itu, kloset jongkok memperkuat otot-otot pinggul, memperbaiki pernapasan dan konsentrasi. Posisi jongkok juga memungkinkan kotoran untuk lebih cepat dikeluarkan dan tidak tersisa yang merupakan faktor risiko utama kanker usus besar.[32] Penelitian lain membuktikan berjongkok mencegah dan mengobati wasir.[33]

Pancuran di atas tangki penampung air kloset model Barat. Salah satu cara menghemat air. Setelah air bersih dipakai untuk mencuci tangan, air dipakai untuk menyiram.

Kloset duduk

Kloset duduk yang umum di negara-negara Barat dikenal di Jepang sebagai kloset gaya Barat (洋式, yōshiki). Sekarang ini, kloset gaya Barat, termasuk toilet teknologi tinggi, lebih umum dipasang di rumah-rumah di Jepang daripada kloset jongkok tradisional.[2] Stiker bertuliskan instruksi cara buang air besar dan buang air kecil di kloset duduk masih sering ditempel di apartemen yang dibangun ketika kloset duduk belum populer.

WC umum milik sekolah, kuil, dan stasiun kereta api kadang-kadang hanya dilengkapi kloset jongkok.[2] Walaupun demikian, orang Jepang lebih menyukai kloset duduk untuk toilet di rumah, terutama bila memiliki anggota keluarga lanjut usia, atau keadaan fisik yang menyulitkan posisi jongkok. Di dalam WC umum untuk penderita cacat juga selalu disediakan kloset duduk.

Bidet

Panel kontrol nirkabel dilengkapi 38 tombol dan Tampilan Kristal Cair.

Di Jepang, kloset modern disebut washlet (ウォシュレット) atau kloset duduk pembasuh air hangat (温水洗浄便座, onsui senjō benza). Kloset jenis ini memiliki beragam fitur dengan teknologi paling mutakhir di dunia.[5] Washlet Zoe adalah produk Toto yang dimasukkan ke dalam Guinness World Records sebagai toilet dengan tujuh fungsi yang paling canggih di dunia. Namun, sebagai produk tahun 1997, Washlet Zoe sekarang sudah kuno dibandingkan model Neorest yang merupakan produk mutakhir dari Toto.[34] Inspirasi membuat washlet bukan berasal dari Jepang. Kloset duduk pertama yang dilengkapi bidet sudah diproduksi di luar Jepang sejak tahun 1964. Era kloset teknologi tinggi baru dimulai di Jepang pada tahun 1980[6] dengan diperkenalkannya Washlet G Series oleh Toto. Sejak itu pula, semua kloset teknologi tinggi di Jepang disebut washlet. Hingga tahun 2002, hampir setengah dari rumah-rumah di Jepang memiliki washlet, dan jumlah rumah yang memiliki washlet justru lebih banyak daripada rumah yang memiliki komputer pribadi.[4][5] Sepintas lalu, kloset teknologi tinggi produk Jepang terlihat seperti kloset duduk biasa, namun di dalamnya terdapat fitur-fitur seperti hembusan angin hangat, dudukan kloset yang hangat ketika suhu udara dingin, pengatur tekanan dan volume semprotan air sewaktu membasuh, tutup kloset yang membuka dan menutup secara otomatis, penyiram kloset otomatis, sistem penyerap bau, dan panel kontrol nirkabel[2] yang berada di samping dudukan kloset atau dipasang di dinding yang berdekatan.[2]

Fitur dasar

Kloset duduk berikut bidet memiliki nosel penyemprot seukuran pensil yang keluar dari bawah dudukan kloset dan menyemprotkan air. Jenis semprotan air bisa dipilih dari panel kontrol, semprotan air untuk anus dan semprotan air khusus untuk wanita.[1][4] Nosel penyemprot sama sekali tidak menyentuh anggota badan pemakai. Sesudah beroperasi, nosel memiliki kemampuan membersihkan diri sebelum ditarik ke dalam dudukan kloset. Nosel yang sama umumnya dipakai untuk membasuh buang air besar atau buang air kecil wanita, namun air disemprotkan dari lubang air dan sudut-sudut yang berbeda agar mengenai sasaran yang tepat. Sejumlah model memiliki dua nosel untuk masing-masing keperluan. Nosel juga tidak akan keluar menyemprotkan air bila tidak ada orang yang duduk di kloset. Model-model awal tidak memiliki sensor seperti ini. Pemakai yang ingin tahu, menekan-nekan tombol sambil berdiri, dan tersemprot air hangat di bagian wajah.[21]

Pengaturan

Dari panel kendali kloset teknologi tinggi dapat diatur suhu dan tekanan air sesuai selera pemakai. Menurut setelan pabrik, tekanan semprotan air ke vulva lebih kecil daripada semprotan ke anus. Peneliti di Jepang telah mengetahui bahwa sebagian besar pemakai toilet lebih menyukai suhu air yang optimal adalah sedikit di atas suhu tubuh, yakni 38 °C. Posisi nosel sewaktu menyemprot dapat diatur dari papan kontrol, ke depan atau ke belakang. Washlet produk terbaru memungkinkan pilihan semprotan air yang berdenyut atau bergetar, dan diklaim oleh produsen bisa mengurangi gejala konstipasi dan wasir.[12] Sebagian model washlet mencampur semprotan air dengan sabun sehingga proses pembasuhan bisa lebih bersih.

Pemakai washlet bisa saja tidak lagi memerlukan kertas toilet. Sebagian orang cenderung memakai kertas toilet untuk mengelap sesudah disemprot atau sebelum disemprot. Model-model washlet umumnya dilengkapi kipas penghembus udara yang suhunya bisa diatur antara 40 °C dan 60 °C untuk mengeringkan.[21]

Fitur lain

Selain dudukan kloset yang memiliki pemanas (dapat diatur dari 30 °C hingga 40 °C), washlet juga memiliki tutup yang dilengkapi sensor. Tutup kloset bisa membuka atau menutup bergantung kepada jarak orang dengan kloset.[5] Beberapa model di antaranya memiliki pemutar musik dan pengeras suara agar pemakai bisa santai. Toilet produksi Inax memutar bait-bait pertama dari Op. 62 Nr. 6 Frühlingslied karya Felix Mendelssohn. Fitur lain termasuk penyiraman otomatis, penghilang bau otomatis, permukaan kloset antikuman,[5][34][35] Beberapa model untuk orang lanjut usia memiliki sandaran lengan dan pipa untuk berpegangan ketika ingin berdiri setelah selesai. Tutup kloset juga menutup dan membuka dengan perlahan sehingga tidak bertumbukan dengan dudukan kloset. Model paling mutakhir bahkan hanya menghangatkan dudukan kloset pada jam-jam pemakai diperkirakan akan tiba di toilet berdasarkan rekaman data frekuensi dan pola penggunaan toilet. Model tertentu bahkan berpendar di waktu malam, dan memiliki pendingin udara di bawah dudukan toilet agar pemakai merasa nyaman di musim panas.[5] Toilet juga sudah dilengkapi suara yang bisa menyapa pemakai.

Papan kontrol kloset dilengkapi dengan simbol-simbol (piktogram), namun hanya ditulis dengan aksara kanji. Walaupun dengan simbol saja cukup jelas, pemakai yang tidak mengerti sistem tulisan Jepang mungkin bisa mencoba-coba dengan menekan sembarang tombol.

Pengembangan untuk masa depan

Peneliti di produsen saniter Jepang mulai melengkapi kloset dengan sensor laboratorium yang bisa mengukur kadar gula darah di dalam urin, mengukur denyut jantung, tekanan darah, dan kadar lemak tubuh pemakai.[4][5] Data kesehatan pemakai dapat dikirim ke dokter melalui telepon genggam.[35] Kloset yang mengerti perintah suara manusia sedang dalam pengembangan.[5] TOTO, NAIS, dan produsen lainnya juga sedang memproduksi washlet portabel bertenaga baterai yang bisa dibawa bepergian. Washlet portabel diisi dengan air hangat dari keran sebelum dipakai.

Urinoir di toilet pria dan wanita

Urinoir modern di Jepang

Urinoir di Jepang tidak berbeda dari tempat buang air kecil di negara-negara lain di dunia. Salah satu perbedaannya, urinoir di Jepang umumnya dipasang lebih rendah dibandingkan urinoir di negara-negara Barat.

Sebelum dan selama periode Meiji, urinoir tidak hanya disediakan di toilet pria, melainkan juga di toilet wanita yang ditujukan bagi wanita yang memakai kimono. Sejak abad ke-20, toilet wanita tidak lagi menyediakan urinoir karena kimono bukan lagi pakaian sehari-hari bagi sebagian besar wanita di Jepang. Urinoir untuk wanita sempat kembali dipasang di toilet wanita ketika TOTO memproduksi urinoir wanita. Walaupun demikian, urinoir wanita tidak pernah populer, dan hanya ada beberapa yang tersisa, termasuk di toilet Stadion Nasional Jepang peninggalan Olimpiade Tokyo 1964.[12]

Perlengkapan toilet khas Jepang

Di toilet umumnya diletakkan perlengkapan yang sama seperti toilet di negara-negara lain, misalnya: kertas toilet, sikat WC, dan wastafel. Walaupun demikian, ada beberapa perlengkapan yang tidak ditemui di negara lain, misalnya suara air dari pengeras suara dan sandal toilet.

Suara air dari pengeras suara

Otohime atau alat yang mengeluarkan bunyi air di toilet wanita. Tombol berwarna hitam ditekan untuk memainkan atau mematikan suara.

Sebagian besar wanita Jepang tidak ingin didengar oleh orang lain ketika sedang buang air kecil.[36] Air disiramkan berkali kali untuk menutupi bunyi sebenarnya dan berakibat pada pemborosan air.[36] Kampanye hemat air ternyata tidak dapat menghentikan kebiasaan ini, sehingga pada tahun 1980-an diciptakan alat yang mengeluarkan suara air menggelontor melalui pengeras suara, tanpa ada air yang dikeluarkan di kloset. Otohime (音姫, arti harfiah: Putri Suara) adalah salah satu merek alat bunyi air yang populer. Ide nama alat ini diambil dari nama seorang dewi (Otohime putri raja laut Ryūjin). Alat seperti ini hanya dipasang di toilet wanita di Jepang.[36] Otohime dapat berupa alat terpisah yang bertenaga baterai atau merupakan salah satu fitur dari washlet. Alat ini diaktifkan dengan menekan tombol atau melambaikan tangan di depan sensor gerak. Ketika diaktifkan, alat ini mengeluarkan suara air menggelontor seperti toilet sedang disiram. Suara akan berhenti pada waktu yang disetel sebelumnya atau ketika tombol ditekan kembali. Penggunaan alat seperti ini diperkirakan dapat menghemat air hingga 20 liter setiap kali pemakaian.[4]

Sandal toilet

Sepasang sandal toilet

Dalam kebudayaan Jepang terdapat kecenderungan untuk memisahkan lingkungan menjadi kawasan bersih dan kawasan kotor. Dalam rumah dianggap sebagai kawasan bersih, sementara lingkungan di luar rumah adalah kawasan kotor. Sepatu dan alas kaki harus dilepas sebelum memasuki rumah agar alas kaki yang kotor tidak mengotori rumah yang bersih. Toilet pada zaman dulu dibangun di luar rumah, dan orang mengenakan alas kaki ketika pergi ke toilet. Pada zaman sekarang, toilet dibangun di dalam rumah, dan walaupun kondisi higiene sudah jauh lebih baik, toilet masih dianggap tempat kotor.[37] Di rumah-rumah Jepang disediakan sandal khusus toilet (toilet slippers) untuk memperkecil kontak antara lantai toilet yang dianggap tidak bersih dan bagian rumah lainnya yang dianggap bersih. Sandal ini hanya dikenakan sewaktu berada di dalam toilet dan dilepas sewaktu meninggalkan toilet.[2] Sandal toilet tidak untuk digunakan di dalam rumah. Sandal seperti ini biasanya dibuat dari plastik atau karet, dan kadang-kadang diberi gambar karakter anime atau simbol toilet. Orang asing sering lupa melepas sandal toilet ketika keluar dari toilet, dan memakainya di bagian rumah yang lain. Hal ini dianggap tidak sopan karena mencampuradukkan tempat bersih dengan tempat kotor.[38][39][40]

WC umum

Di Jepang, orang tidak akan mengalami kesulitan menemukan WC umum. Toilet tersedia di mana-mana, mulai dari toko serba ada, pasar swalayan, toko buku, toko rekaman, sebagian toko kelontong, dan semua stasiun kereta api. Walaupun keadaan toilet bisa berbeda-beda bergantung kepada lokasi dan pengelola, WC umum di Jepang ada kalanya tidak dilengkapi kertas toilet. Pemakai WC umum membawa sendiri kertas tisu atau membeli dari mesin penjual kertas tisu yang ada di dalam toilet.

WC umum pria sering tidak berpintu sehingga pengguna urinoir bisa dilihat orang yang lalu lalang. Gerakan membuat WC umum lebih bersih dan lebih nyaman dimulai di seluruh Jepang sejak tahun 1990-an. Seperti halnya laki-laki di seluruh dunia, pria Jepang tidak jarang buang air kecil di tepi jalan kalau tidak tertahankan lagi.[41][42] Buang air kecil sembarangan disebut tachi-shōben (立ち小便, arti harfiah: kencing berdiri) dan dipandang sebagai kebiasaan memalukan.

Aspek lingkungan

Kloset modern menggunakan lebih sedikit air daripada kloset model lama. Selain itu, kloset modern dapat membersihkan diri sendiri sehingga mengurangi pemakaian deterjen.[43] Beberapa model kloset bahkan mengatur jumlah air untuk menyiram berdasarkan keadaan dudukan kloset. Bila dudukan kloset diangkat berarti digunakan laki-laki untuk buang air kecil, dan air yang disiramkan lebih sedikit.[34] Toilet modern juga lebih sedikit menggunakan kertas toilet, namun mengonsumsi energi listrik. Menurut perkiraan, sekitar 5% dari konsumsi listrik rumah tangga di Jepang digunakan di kloset modern.[44]

Aspek ekonomi

Dudukan kloset yang bisa naik turun secara otomatis untuk orang lanjut usia.

Washlet di Jepang berharga mulai \15.000 (data Juli 2009).[45] Selain TOTO yang merupakan produsen saniter terbesar di dunia,[46] terdapat perusahaan-perusahaan besar di bidang produk saniter, misalnya: Inax, NAIS, dan Panasonic.

Pada tahun 1997, total pasar toilet berteknologi tinggi di seluruh dunia sekitar AS$800 juta. Pangsa pasar terbesar dipegang oleh TOTO (65%), diikuti Inax (25%) sebagai produsen saniter terbesar nomor dua.[6][21] Pasar terbesar washlet adalah Jepang, dan menurut laporan TOTO, penjualan produk di luar Jepang hanya sekitar 5% dari pendapatan total mereka.[6] Pasar terbesar kedua adalah RRC. TOTO menjual lebih dari 1 juta washlet per tahun. Di Amerika Serikat, TOTO per bulannya menjual sekitar 600 unit (tahun 2001) hingga 1.000 unit (tahun 2003). Di Eropa, TOTO hanya menjual 5.000 washlet per tahun.[6] Walaupun hanya terbatas sebagai barang aneh bagi sebagian besar orang, washlet makin banyak dipasang di Eropa, terutama di toilet-toilet untuk penyandang cacat.

Ada sejumlah alasan yang menyebabkan rendahnya angka penjualan washlet di luar Jepang. Salah satu alasan utama, konsumen perlu waktu untuk terbiasa dengan konsep washlet. Penjualan washlet di Jepang mulanya sepi ketika alat ini diperkenalkan pada tahun 1980. Setelah orang menjadi terbiasa, penjualan meningkat dengan tajam sejak tahun 1985. Sekitar tahun 1990, 10% rumah tangga di Jepang memiliki washlet, dan jumlah ini meningkat hingga 50% pada tahun 2002.[6] TOTO mengharapkan angka penjualan washlet terus meningkat di luar Jepang. Salah satu alasan lainnya adalah tidak adanya stop kontak di dalam toilet. Dibandingkan toilet di Jepang yang hampir selalu ada stop kontak, toilet di Australia, Selandia Baru, Irlandia, Britania Raya, dan banyak negara lainnya tidak memiliki stop kontak.

Referensi

  1. ^ a b c d e f g "Japanese toilets". Japan-Guide.com. Diakses tanggal 2006-10-30. 
  2. ^ "Penetrarion rate of Major household durable goods" (dalam bahasa Japanese). Economic and Social Research Institute(ESRI), Cabinet Office, Japan. April 2010. 
  3. ^ a b c d e f g "High-Tech Toilets". Web Japan. Diarsipkan dari versi asli (Scholar search) tanggal 2007-01-01. Diakses tanggal 2009-07-24. 
  4. ^ a b c d e f g h Brooke, James (October 8 2002). "Japanese Masters Get Closer to the Toilet Nirvana". The New York Times. Diakses tanggal 2006-11-05. 
  5. ^ a b c d e f Reuters, Tokyo (September 28 2003). "US, Europe unready for super-toilets, but Japan is patient". Taipei Times. Diakses tanggal 2006-11-08. 
  6. ^ Taniguchi, Goro (1997). Kamus Standar Bahasa Jepang-Indonesia. Dian Rakyat. ISBN 979-523-188-X. 
  7. ^ a b c d e f Matsui, Akira (2003). "Palaeoparasitology in Japan - Discovery of toilet features" (pdf). Memórias do Instituto Oswaldo Cruz. Rio de Janeiro: Memórias do Instituto Oswaldo Cruz. 98 (1): 127–136. doi:10.1590/S0074-02762003000900019. ISSN 0074-0276. Diakses tanggal 2006-11-05. 
  8. ^ a b c "Sewer History: Photos and Graphics: Japan". Diakses tanggal 2006-10-30. 
  9. ^ "Making Great Breakthroughs: All about the Sewage Works in Japan". Japan Sewage Works Association. hlm. 47. Diakses tanggal 2006-10-30. 
  10. ^ a b "Invitation: The Heijo Palace Site Museum" (PDF). hlm. 16. Diakses tanggal 2006-10-30. 
  11. ^ a b c d Magnier, Mark. "Japan Is Flush With Obsession". Los Angeles Times. Diakses tanggal 2006-10-30. 
  12. ^ "What is "washi" and why is it used in Japanese toilet paper?". Toilet Paper World. Diakses tanggal 2006-10-30. 
  13. ^ Pietzcker, Eva (2004). "Japanese Papermaking - Kami-suki". Druckstelle Berlin. Diakses tanggal 2006-10-30. 
  14. ^ "The History of Toilets in Japan". Web Japan. Diakses tanggal 2006-10-30. 
  15. ^ Masao Ukita and Hiroshi Nakanishi (1999). "Pollutant Load Analysis for the Environmental Management of Enclosed Sea in Japan" (PDF). hlm. 122. Diakses tanggal 2006-10-30. 
  16. ^ a b Junko Edahiro, Hiroyuki Tada (March 31, 2003). "[http://www.japanfs.org/en/newsletter/200303.html Japans sustainable society in the Edo period (1603–1867)]". Japan for Sustainability Newsletter #007. Japan for Sustainability. Diakses pada 7 November 2006.
  17. ^ Keiichi Kato (December 2000). "Study on Okinawa's Development Experience in Public Health and Medical Sector" (pdf). Institute for International Cooperation, Japan International Cooperation Agency. Diakses pada 7 November 2006.
  18. ^ "Tracking Down the Roots Chronology: Japan". Diakses tanggal 2006-10-30. 
  19. ^ "Numazu's Newsletter" (PDF). 2006-08-15. hlm. 9. Diakses tanggal 2006-10-30. 
  20. ^ a b c d Mary Jordan (May 15 1997). "But Do They Flush? Japan's High-Tech Toilets Do Nearly Everything, Even Redden Faces". The Washington Post. Diakses tanggal 2006-11-07. 
  21. ^ Ichikawa, Takashi (1998). Sanseidō New Modern Dictionary (三省堂現代新国語辞典, sanseidōgendaishinkokugojiten). Tokyo, Japan: Sanseido Co., Ltd. ISBN 4-385-14034-0. 
  22. ^ a b "The Japanese Toilet". The Japanese Page. 2001. Diakses tanggal 2006-11-07. 
  23. ^ "List about toilet". Diakses tanggal 2006-11-07. 
  24. ^ "Japan Toilet association" (dalam bahasa bahasa Jepang). Diakses tanggal 2006-11-07. 
  25. ^ a b Lim Tai Wei. "A Study of Japanese Toilets". Diakses tanggal 2006-10-30.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "AsianToilet" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  26. ^ "Living in Japan - Toilet". Japanguide.com. Diakses tanggal 2006-11-08. 
  27. ^ "Myth: Toilet Seats Are the Dirtiest Thing in the Bathroom". ABC News original report. ABC News. October 14 2005. Diakses tanggal 2006-11-13. 
  28. ^ "Lifting the lid on computer filth". BBC News. March 12 2004. Diakses tanggal 2006-11-13. 
  29. ^ "Health Benefits of the Natural Squatting Position". Nature's Platform. Diakses tanggal 2006-11-05. 
  30. ^ Lim Tai Wei. "A Study of Japanese Toilets". World Toilet Organization. Diakses pada 7 November 2006.
  31. ^ Jacobs EJ, White E (1998). "Constipation, laxative use, and colon cancer among middle-aged adults". Epidemiology. 9 (4): 385–91. doi:10.1097/00001648-199807000-00007. PMID 9647901. 
  32. ^ Christine Dimmer, Brian Martin, Noeline Reeves and Frances Sullivan (1996). "Squatting for the Prevention of Hemorrhoids?" (http). Townsend Letter for Doctors & Patients (159): 66–70. ISSN 1059-5864. Diakses tanggal 2006-11-05. 
  33. ^ a b c Alan Bellows (January 2 2006). "Modern Movements in Toilet Technology". Damn Interesting. Diakses tanggal 2006-11-08. 
  34. ^ a b Fitzpatrick, M. (14 Mei 1998). "Japanese offer the world hi-tech toilet training". Daily Telegraph (dalam bahasa bahasa Inggris). hlm. 8–9. 
  35. ^ a b c Sapa (October 4 2004). "Sound Princess eliminates toilet noises" (http). IOL. Diakses tanggal 2006-11-05. 
  36. ^ M. Ojima (March 1, 2002). "Bacterial contamination of Japanese households and related concern about sanitation". International Journal of Environmental Health Research. 12 (1): 41–52. doi:10.1080/09603120120110040. 
  37. ^ "Japanese customs for foreigners - part 1: toilet slippers". Genki Japanese and Culture School. Diakses tanggal 2006-11-13. 
  38. ^ Doug Jardine (September 5 2006). "What's with toilet slippers?". Diakses tanggal 2006-11-13. 
  39. ^ Anne R. LaVin. "Origami Tanteidan Convention - The Gaijin Guide: Weather & Clothing". Diakses tanggal 2006-11-13. 
  40. ^ Laursen, Daniel (1999-04-14). "I never expected... that public urination was something people would do". Diakses tanggal 2007-04-24. 
  41. ^ K. Yamagishi. "Ⅰ Different in Many Ways: Encroaching on Privacy?". Diakses tanggal 2007-04-24. 
  42. ^ Yamanouchi, Daisuke (2001). Reducing Environmental Problems Caused by Domestic Water Consumption (edisi ke-2nd International Symposium on Environmentally Conscious Design and Inverse Manufacturing (EcoDesign'01)). hlm. 65. 
  43. ^ (August 2004). "How Life Cycle Assessment (LCA) can enhance the Fight against Global Warming (Research Report No. 45)" (PDF). Development Bank of Japan, Economic and Industrial Research Department. Diakses pada 5 November 2006.
  44. ^ "トイレ用品". 価格.com. Diakses tanggal 2009-07-14. 
  45. ^ George, Rose (29 Agustus 2008). "Japan's hi-tech toilets". The Daily Telegraph. 

Pranala luar

Templat:Link FA

Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link GA Templat:Link GA