Teori budaya organisasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Contoh budaya organisasi yang sifatnya terbuka

Teori budaya organisasi merupakan sebuah teori komunikasi yang mencakup semua simbol komunikasi (tindakan, rutinitas, dan percakapan) dan makna yang dilekatkan orang terhadap simbol tersebut.[1] Dalam konteks perusahaan, budaya organisasi dianggap sebagai salah satu strategi dari perusahaan dalam meraih tujuan serta kekuasaan.[2][3]

Asumsi[sunting | sunting sumber]

Teori budaya organisasi memiliki beberapa asumsi dasar:[1]

  1. Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi.[1] Inti dari asumsi ini adalah nilai yang dimiliki organisasi.[1] Nilai merupakan standard dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam sebuah budaya.[1]
  2. Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi.[1] Ketika seseorang dapat memahami simbol tersebut, maka seseorang akan mampu bertindak menurut budaya organisasinya.[1]
  3. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam.[1] Setiap organisasi memiliki budaya yang berbeda-beda dan setiap individu dalam organisasi tersebut menafsirkan budaya tersebut secara berbeda.[1] Terkadang, perbedaan budaya dalam organisasi justru menjadi kekuatan dari organisasi sejenis lainnya.[4][5]

Performa komunikatif[sunting | sunting sumber]

Merupakan salah satu konsep penting yang dibahas dalam teori budaya organisasi.[1] Performa adalah metafora yang menggambarkan proses simbolik pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi.[1] Performa komunikatif dibedakan menjadi performa ritual, performa hasrat, performa sosial, performa politis, dan performa enkulturasi.[1] Performa ritual merupakan semua performa komunikasi yang terjadi secara teratur dan berulang.[1] Ritual terdairi atas empat jenis, yakni personal, tugas, sosial, dan organisasi.[1] Ritual personal merupakan rutinitas yang dilakukan di tempat kerja setiap hari.[1] Ritual tugas merupakan rutinitas yang dilakukan dengan pekerjaan tertentu di tempat kerja.[1] Ritual sosial merupakan rutinitas yang melibatkan hubungan dengan orang lain di tempat kerja, Ritual organisasi merupakan rutinitas yang berkaitan dengan organisasi secara keseluruhan.[1] Sedangkan, performa hasrat merupakan kisah-kisah mengenai organisasi yang sering kali diceritakan secara antusias oleh para anggota organisasi dengan orang lain.[1] Performa sosial merupakan perpanjangan sikap santun dan kesopanan untuk mendorong kerja sama di antara anggota organisasi.[1] Performa politis merupakan perilaku organisasi yang mendemonstrasikan kekuasaan atau kontrol.[1] Dan, performa enkulturasi mencakup perilaku organisasi yang membantu para karyawan dalam menemukan makna dari menjadi anggota suatu organisasi.[1]

Kritik terhadap teori[sunting | sunting sumber]

Kelemahan teori ini terletak pada konsistensi logis yang merujuk pada pemikiran bahwa teori budaya organisasi harus mengikuti pengaturan logis dan tetap konsisten dalam penerapannya.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v West, Richard dan Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: PT. Salemba Humanika. Bab 7.
  2. ^ Pengaruh Budaya Organisasi dan Pemberdayaan Karyawan Terhadap Komitmen Organisasi Melalui Kepuasan Kerja Diarsipkan 2009-11-07 di Wayback Machine.. Diakses 29 Mei 2010.
  3. ^ Sutrisno, Mudji dan Putranto, Hendar. Teori-Teori Kebudayaan. Jakarta: Kanisius. Hal 148. ISBN 979-21-1201-4, 9789792112016.
  4. ^ Moeljono, Djokosantoso. Cultured ! Budaya Organisasi. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. Hal 21-22. ISBN 979-20-7296-9, 9789792072969.
  5. ^ Pearce, Robinson. Strategic Management. Jakarta: Penerbit Salemba. Hal 490-491. ISBN 979-691-463-8, 9789796914630.