Telaga Biru Wamena

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Telaga Biru

Telaga Biru Wamena atau dikenal juga sebagai Kali Biru Wamena adalah salah satu destinasi objek wisata yang berada di Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan. Telaga Biru yang tidak terlalu luas ini memiliki keindahan yang masih belum banyak diketahui orang. Tempat ini juga masih alami karena berada di tengah hutan dan jauh dari keramaian kota.

Asal Mula[sunting | sunting sumber]

Telaga Biru di Desa Maima adalah objek wisata yang memiliki mitos mengenai sejarah misteri lahirnya asal usul manusia di suatu Lembah tepatnya Lembah Baliem Wamena, Kabupaten Jayawijaya hingga ke Pegunungan Tengah bahkan sampai ke wilayah Nabire-Paniai. Telaga Biru Maima yang dalam bahasa daerah disebut Desa Maima yang berarti “tempat di bawah di mana ada air” atau (we) ma-i-ma, hingga kini menjadi salah satu objek bersejarah dan lokasi objek wisata budaya yang dijaga oleh Pemerintah Daerah sekitar.[1]

Lokasi[sunting | sunting sumber]

Telaga Biru ini berlokasi di Maima, Asolokobal, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan. Telaga Biru ini kurang lebih berjarak 12 km ke arah Tenggara dari Kota Wamena. Jalan yang ditempuh harus menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat selama kurang lebih 15 menit dan dilanjutkan dengan berjalan kaki selama kurang lebih 20 menit. Untuk mencapai lokasi ini juga harus menyeberang menggunakan jembatan. Jembatan ini sering disebut dengan Jembatan Kuning Maima. Untuk mencapai tempat ini juga perlu ada koordinasi dan diantar oleh warga setempat.

Mitos[sunting | sunting sumber]

Di Telaga Biru ini juga masih berkembang sebuah mitos yang dipercaya oleh Suku Dani bahwa ada seorang manusia yang merupakan nenek moyang Suku Dani, keluar dari dalam Telaga Biru tersebut. Namun manusia tersebut tidak mempunyai telinga. Cerita ini bermula dari sekelompok Suku Dani yang senang beristirahat di tengah telaga. Saat menikmati waktu istirahatnya, mereka tiba-tiba merasakan kehadiran manusia lain yang di luar kelompoknya. Sosok manusia tersebut mempunyai kulit yang bersih, terang, bahkan berhiaskan manik-manik di seluruh tubuhnya. Dia juga sangat paham tentang cara bercocok tanam, aturan hidup sosial dan memiliki pedoman hidup yang baik. Karena merasa terancam, sekelompok Suku Dani tersebut akhirnya membunuh manusia itu. Lalu keanehan pun terjadi saat tubuh manusia tersebut mengeluarkan bahan makanan berupa keladi, umbi jalar, pohon pisang, sayuran dan ternak babi. Oleh karena itu hingga kini Telaga Biru di Lembah Baliem itu adalah kawasan sakral bagi Suku Dani, sebagai bentuk penghormatan kepada manusia tersebut.[2]

Keunikan[sunting | sunting sumber]

Keunikan dari tempat ini yaitu airnya yang selalu berwarna biru ke hijau-hijauan yang bersumber dari sebuah mata air di kedalaman sekitar tujuh meter di bawah permukaan air dan tepat di bawah sebuah gunung. Hal ini yang selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.[3]

Upaya Pelestarian[sunting | sunting sumber]

Warga di Kabupaten Jayawijaya diminta untuk ikut melestarikan Telaga Biru atau Kali Biru. Bentuk pelestarian yang dilakukan yakni masyarakat atau pengunjung harus selalu menjaga kelestarian pohon-pohon disekitar agar tidak ditebang, tidak membuang sampah sembarangan dan juga menjaga kearifan lokal setempat. Selain itu perlu adanya pemberdayaan masyarakat sekitar telaga yakni dengan menggali potensi produk kerajinan khas atau kuliner khas setempat yang harus dipasarkan di sekitar telaga.[4]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Tautan Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "KOTA KU WAMENA". Diakses tanggal 2020-03-04. 
  2. ^ Liputan6.com (2019-06-08). "Keindahan di Balik Bayang-Bayang Mitos Sosok Aneh dari Telaga Biru". liputan6.com. Diakses tanggal 2020-03-04. 
  3. ^ Rumbiak, Naftali (2011-07-20). "..: Keunikan Telaga Biru, dan Mitos Asal Usul Manusia di Lembah Baliem Wamena". .. Diakses tanggal 2020-03-04. 
  4. ^ Liputan6.com (2019-06-16). "Yuk Ramai-Ramai Melestarikan Telaga Biru". liputan6.com. Diakses tanggal 2020-03-04.