Sugi Manuru

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sugi Manuru adalah nama raja Muna ke-VI yang terkenal adil dan bijaksana, memiliki wawasan luas serta sangat ahli dalam ilmu ketatanegaraan. Dikalangan masyarakat muna, Sugi Manuru dikenal dengan gelar omputo mepasokino Adhati yang artinya Raja yang menetapkan hukum, adat, nilai-nilai dan falsafah dasar berbangsa dan bernegara.

Gelar tersebut diberikan sebab pada masa pemerintahan Sugi Manuru dirumuskan dan ditetapkan tatanan, nilai-nilai dan sendi-sendi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Kerajaan Muna. Karena keijaksanaannya, Raja Sugi Manuru menetapkan tatanan kehidupan bermasyarakat dengan mengaitkan relevansi wilayah dalam hubungannya manusia, alam dan Tuhan. Penetapan hubungan wilayah dengan manusia tersebut dipengaruhi oleh ajaran dan nilai-nilai islam. Itu artinya walaupun Sugi manuru belum memeluk islam, tetapi nilai-nilai islamnya telah berpengaruh di kalangan istana kerajaan Muna (Halu Oleo).

Sugi manuru[sunting | sunting sumber]

Masuknya pegaruh islam di Kerajaan Muna dalam sistem ketatanegaraan dikrajaan Muna pada masa pemerintahan Sugi manuru setelah masuknya penyebar islam I di Muna yaitu Syekh Abdul Wahid. Menurut beberapa catatan, Syekh Abdul Wahid adalah seorang misionaris islam yang berasal dari Arab. Namun ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah pedagang dari Gujarad.

Islam mulai diajarkan secara luas oleh Syekh Abdul Wahid di Kerajaan Muna (Halu Oleo) pada masa-masa akhir pemerintahan Sugi manuru. Salah satu murid pertama Syekh Abdul Wahid adalah La Kilaponto, Putera Raja Sugi Manuru yang kemudian menjadi Raja Muna VII dan akhirnya menjadi Raja Buton VI.

Setelah Menjadi Raja Buton, La Kilaponto kemudian memboyong gurunya tersebut di kerajaan Buton. Hal inilah yang menyebabkan proses islamisasi di kerajaan muna menjadi terhenti

.Hal yang berbeda terjadi di Kerajaan Buton. Seiring dengan peningkatan intensitas pengajaran islam di kalangan masyarakat buton, maka proses islamisasi di Kerajaan tersebut berjalan sangat pesat. Bahkan dalam waktu tiga tahun agama Islam resmi menjadi agama kerajaan.

Bukti diterimanya agama islam sebagai agama kerajaan adalah berubahnya bentuk Kerajaan menjadi kesultanan dan Sultan pertamanya adalah La Kilaponto. Setelah resmi menjadi Sultan, Lakilaponto Kemudian Bergelar Sultan Qaimuddin Khalifatul Khamis.

Sebagai mana halnya dengan pemerintahan tradisonal lainnya, di kerajaan Muna juga menganggap seorang raja sebagai poros kekuaasaan dan sumber keteladanan. Jadi apapun yang dilakukan, diyakini atapun yang dititahkan raja maka semua warga kerajaan wajib mengikuti tanpa terlebih dahulu menannyakan apalagi menilai baik-buruknya. Jadi karena Islamisasi fase pertama ini belum mampu mengislamkan raja serta masih kuatnya keyakinan Orang Muna dengan kepercayan leluhurnya yaitu animisme dan dinamisme maka misi Misionaris Islam pertam yakni Syeh Abdul Wahid di Muna dapat dikatakan mengalami kegagalan, walau tidak sepenuhnya sebab Raja Munasaat itu Sugi Manuru telah banyak memiliki pehaman terhadap nilai-nilai islam.

Sebagai mana yang dijelaskan terdahulu, Walaupun pada masa Pemerintaha SUGI MANURU Islam baru diperkenalkan oleh Syekh Abdul Wahid di Kerajaan Muna serta SUGI MANURU sendiri belum memeluk islam, namun sepertinya SUGI MANURU telah memiliki pemahaman yang kuat terhadap nilai-nilai Islam.

Pemahaman Sugi manuru terhadap nilai-nilai islam dapat dilihat saat membagi Kerajaan dalam empat wilayah besar yang disebut dengan Ghoera yaitu Ghoerano Tongkuno, Ghoerano Lawa, Ghoerano Katobu. Dan Ghoerano Kabawo

Pembagian wilayah Kerajaan Muna menjadi empat Ghoera tersebut oleh Sugi manuru di ibaratkan sebagai ;

  1. Ghoerano Tongkuno di ibaratkan asal api hurufnya alif.
  2. Ghoerano Lawa di ibaratkan asal angin hurufnya ha.
  3. Ghoerano Kabawo di ibaratakan asal air huruf nya mim.
  4. Ghoerano Katobu di ibaratkan asal tanah huruf nya dal.

Pengibaratan tersebut bertitik tolak pada hakikat penciptaan manusia yang memiliki sifat– sifat api, angin,air dan tanah.Keempat sifat tersebut kemudian diuraikan sebagai berikut ;

  • Sifat api; adalah menggambarkan manusia yang memiliki emosi. Sebagaimana Api, emosi ini kalau dikelola dengan baik akan memberi manfaat bagi banyak orang, tetapi kalau tidak terkontrol maka akan menyebabkan kehancuran yang besar.
  • Sifat angin adalah menggambarkan manusia yang memiliki ambisi. Ambisi yang dimiliki setiap manusia itu bagaikan senjata. Kalau ambisi berada pada orang yang baik maka ambisi itu akan diarahkan pada hal-hal yang positif dan menjadi motifasi untuk mencapai kesuksesan dengan cara-cara yang benar. Tapi kalau berada pada orang yang tidak baik maka akan diarahkan pada ha-hal yang negative bahkan kadang menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang di cita-citakaan.
  • Sifat air menggambarkan sifat manusia yang tenang selalu memberikan kesegaran dan kesejukan serta menghilangkan dahaga. Namun kalau pengelolaan dan penggunaanya dilakukan dengan cara yang tidak baik dan tidak benar, maka akan menjadi petaka. Air juga memiliki sifat selalu mengalir ditempat yang lebih rendah, maksudnya manusia harus memiliki sifat rendah hati, tidak sombong walau memiliki kekuatan yang besar.Hal yang paling pokok adalah sifat air yang selalu mengikuti bentuk wadahnya, ini artinya manusia harus dapat beradaptasi dengan situasi dan kondisi di mana dia berada.
  • Sifat Tanah diibaratkan sebagai sifat manusia yang sabar dan tidak menuntut imbalan atas segalah sesuatu yang dilakukan untuk kepentingan orang lain. Hal ini dapat dilihat dari sifat tanah yang selalu sabar walalupun telah menumbuhkan tanaman sebagai sumber kehidupan manusia, walaupun telah menyediakan tempat untuk berpijak manusia tetapi dia tidak pernah menuntut imbalan. Bahkan ketika diinjak dan diberaki tanah tidak pernah marah.

Selain itu empat huruf yang digunakan sebagai pengandaian empat wilayah dalam Kerajaan Muna tersebut kalau dirangkai suatu kalimat ” Ahmad” Ahmad ini dalam sejarah islam dan dalam Al-Qur’an disebut sebagai nama lain dari Muhammad SWA, nabi dan rasul junjungan umat islam. Begitu bijaksananya, sehingga dalam melakukan pembagian wilayah pun SUGI MANURU melakukan pengandaian dengan hakikat penciptaan manusia sebagaimana yang dikandung oleh nilai-nilai islam.

Hukum Kasta[sunting | sunting sumber]

Pada masa pemerintahanya ditetapkanlah pembagian gologan yang ada pada masyarakat di Kerajaan Muna. Golongan tersebut adalah Kaoumu, Walaka, Olindo Fitu Bangkaono, dan Wawono Liwu. Golongan Kaomu adalah goloangan teratas yang berhak menduduki jabatan Raja Muna dan Jabatan-Jabatan lain yang sesui dengan hukum adat (kekuasaan eksekutif) serta merupakan keturunan langsung Sugi Manuru.