Sri Roso Sudarmo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sri Roso Sudarmo, seorang kolonel artileri Angkatan Darat, adalah bupati Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang banyak disebut-sebut dalam kaitan dengan kasus Udin.

Pada 2 Juli 1999, Sri Roso dijatuhi hukuman 9 bulan penjara karena dinyatakan bersalah atas kasus suap Rp 1 miliar kepada Yayasan Dharmais, sebuah yayasan yang dikelola oleh Soeharto ketika masih menjabat sebagai Presiden. Uang sejumlah Rp 1 miliar ini dijanjikannya sebagai imbalan apabila ia diangkat kembali sebagai bupati Bantul untuk periode 1996-2001. Pernyataan ini dibuat dalam sebuah surat bersegel yang dikirim ke Yayasan tersebut, yang ditandatanganinya dengan saksi R. Noto Suwito, lurah Kemusuk, Bantul, yang tidak lain daripada adik kandung (sebagian sumber menyebutkan adik tiri) Presiden Soeharto sendiri.

Fuad Muhammad Syafruddin yang lebih akrab dikenal dengan nama Udin, seorang wartawan Harian Bernas, yang banyak membuat tulisan kritis tentang penyimpangan-penyimpangan di Kabupaten Bantul, mengangkat masalah ini di hariannya. Hal ini diduga menyebabkan pihak-pihak tertentu merasa tersinggung karenanya. Udin kemudian ditemukan luka parah di kepalanya pada malam hari 13 Agustus 1996 karena dianiaya dua laki-laki tak dikenal di depan rumah kontrakannya, di dusun Gelangan Samalo, Jalan Parangtritis km 13 Yogyakarta. Ia segera dibawa ke RS Bethesda, Yogyakarta, dioperasi otaknya, tetapi tidak tertolong. Ia wafat tiga hari kemudian pada 16 Agustus 1996.

Mula-mula Sri Roso membantah surat tersebut. Ia mengatakan bahwa surat itu dibuat oleh orang-orang yang ingin memerasnya. Belakangan ceritanya berubah dan ia mengaku bahwa surat tersebut dibuatnya untuk menjebak orang-orang yang mengaku sebagai orang dekat Istana Cendana yang akan menyanggupi menolongnya terpilih kembali.

Meskipun Sri Roso sudah dinyatakan bersalah, kasus pembunuhan Udin belum tersingkapkan.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]