Situs Sareyan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Situs Sareyan
Nama sebagaimana tercantum dalam
Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya
Cagar budaya Indonesia
KategoriSitus
Lokasi
keberadaan
Dusun Sareyan, Kalurahan Wonokromo, Kapanéwon Pleret, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
PemilikDinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta
PengelolaDinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Sareyan adalah situs cagar budaya yang diyakini sebagai peninggalan dari Ki Ageng Gribig, yang terletak di Dusun Sareyan, Kalurahan Wonokromo, Kapanéwon Pleret, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan ketinggian + 57 meter di atas permukaan laut (mdpl). Informasi awal tentang situs itu dimuat dalam Laporan Inventarisasi di Kapanéwon Pleret, Kabupaten Bantul tahun 1985 oleh tim Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Yogyakarta. Situs tersebut diekskavasi oleh tim gabungan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala pada 2009. Sisa situs yang dapat dilihat adalah struktur fondasi berbahan batu bata dan batu putih dengan hiasan geometris, floral, dan sulur-suluran.

Kondisi[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan Yogyakarta, situs ini secara administratif berada di depan Masjid Al-Mukaromah, yaitu Dusun Sareyan, Kalurahan Wonokromo, Kapanéwon Pleret, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan koordinat S 070 51' 37.8" dan E 1100 23' 44.8" dan ketinggian 57 mdpl. Informasi awal tentang situs itu dimuat dalam Laporan Inventarisasi di Kapanéwon Pleret, Kabupaten Bantul tahun 1985 oleh tim SPSP Yogyakarta.[1] Situs tersebut diekskavasi oleh tim gabungan Dinas Kebudayaan Yogyakarta dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) pada 2009.[2]

Situs itu merupakan fondasi yang terpendam di kedalaman + 1,5 meter dari permukaan tanah dan memiliki dimensi panjang sekitar lima meter, tinggi satu meter, dan lebar 50 sentimeter. Bahannya terbuat dari batu bata dan batu putih dengan hiasan geometris, floral, dan sulur-suluran. Susunannya tidak menggunakan perekat dan dibuat menggunakan teknik kosot, yaitu menahan kapilaritas air atau masuknya air dari celah sempit. Teknik ini banyak digunakan dalam bangunan kuno pada masa pengaruh Islam di Indonesia. Selain itu, juga terdapat pilar di antara hiasan-hiasan tersebut.[1]

Koordinator Lapangan Ekskavasi Rully Andriadi mengatakan jika situs tersebut hampir bisa dipastikan merupakan bagian dari Situs Keraton Pleret peninggalan Kesultanan Mataram, yang berpusat di sekitar daerah tersebut sekitar abad ke-16 hingga 17. Dugaan ini didukung oleh konstruksi bangunannya dan lokasinya yang hanya sekitar empat kilometer dari Situs Kedaton Pleret. Menurut dirinya, penemuan itu menunjukkan jika cakupan kompleks Situs Pleret bisa lebih luas dari yang sudah diketahui selama ini. Sebelumnya, situs itu hanya mencakup beberapa dusun di kapanéwon yang sama, yaitu Kauman, Kerto, dan Kedaton.[2]

Namun demikian, sampai saat ini belum bisa dipastikan bentuk, fungsi, dan waktu pembangunan situs tersebut. Hal ini dikarenakan data yang berhasil dihimpun tim ekskavasi masih sangat minim. Sejauh ini, satu-satunya sumber informasi hanya berasal dari cerita turun-temurun masyarakat sekitar. Situs tersebut diyakini oleh sebagian besar masyarakat sebagai fondasi kuno masjid yang dibangun oleh Ki Ageng Gribig sebelum pindah ke Jatinom, Klaten. Dia disebut sebagai salah satu pemuka agama yang hidup pada masa pemerintahan Sultan Agung atau sekitar tahun 1613.[2] Informasi lain menyebutkan bahwa struktur bangunan tersebut memiliki ukuran yang kecil dan tidak terlihat adanya bagian pengimaman.[1]

Tugiyem, warga asli Dusun Sareyan, ketika diwawancarai oleh Kompas menuturkan jika dahulu banyak bagian situs yang berada di permukaan tanah, antara lain batu putih besar berukir dan sumur batu kuno berbentuk persegi. Namun, sisa-sisa batu berukir sudah tidak ada lagi sejak sekitar 2006 karena diambil oleh beberapa pendatang maupun tertimbun reruntuhan saat gempa bumi. Selain itu, sumur kuno yang dulunya terletak sekitar 50 meter di depan situs sudah lama hilang karena ditimbun penduduk. Penimbunan itu dilakukan karena beberapa penduduk khawatir sumur yang tinggi tubirnya hanya beberapa sentimeter itu bisa membahayakan anak-anak yang bermain di sekitarnya.[2]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c Tim Ekskavasi Situs Sareyan (2009), hlm. 1–41
  2. ^ a b c d "Tim Ekskavasi Gali Fondasi Bangunan Kuno". Kompas. Diakses tanggal 15 Januari 2023. 

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Arsip

Laporan

  • Tim Ekskavasi Situs Sareyan (2009). Laporan Ekskavasi Situs Purbakala di Kawasan Cagar Budaya Pleret Tahun 2009 Situs Sareyan. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Buku

  • Adrisijanti, Inajati (2000). Arkeologi Perkotaan Mataram Islam. Yogyakarta: Penerbit Jendela. ISBN 978-979-9597-84-7. 
  • de Graaf, Hermanus Johannes (1987). Runtuhnya Istana Mataram. Jakarta Pusat: Grafitipers. ISBN 978-979-4440-36-0. 
  • Priswanto, Hery; Alifah (2019). Pleret: Dinamika Ibu Kota Mataram Islam Pasca Kotagede (PDF). Yogyakarta: Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta. ISBN 978-623-9148-80-5. 
  • Robson, Stuart (2003). The Kraton: Selected Essays on Javanese Courts. Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV). ISBN 978-900-4487-93-2. 
  • Sujarweni, V. Wiranata (2017). Menelusuri Jejak Mataram Islam di Yogyakarta. Yogyakarta: Anak Hebat Indonesia. ISBN 978-623-2447-35-6. 

Jurnal

Pranala luar[sunting | sunting sumber]