Sejarah teh di Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Berikut adalah kronologi perkembangan penanaman teh di Indonesia.

Jan Pieterszoon Coen (30 Mei 1619)

J.P. Coen menaklukkan Jayakarta dan namanya diubah menjadi Batavia (Batavieren). Jayakarta dibumiratakan dan dibangun benteng yang bagian depan digali parit. Di bagian belakang dibangun gudang juga dikitari parit, pagar besi dan tiang-tiang yang kuat. Selama 8 tahun kota Batavia sudah membengkak 3 kali lipat. Pembangunannya selesai pada tahun 1650. Kota Batavia sebenarnya terletak diselatan Kastil yang juga dikeleilingi oleh tembok-tembok dan dipotong-potong oleh banyak parit.

Kapten Phoa Bing Am 1648

Molenvliet adalah kanal besar yang dibangun. untuk menghanyutkan kayu bakar dan lain-lain dari daerah “dekat hutan” (di sekitar bekas gedung Harmoni) ke kota. Penggaliannya mulai dari depan harmoni di berakhir di pos keamanan “Bantenburg” yang letaknya kira-kira di depan Glodok Building sekarang).

1684

Seperti yang telah diketahui tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang yang dibawa oleh seorang Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Berhasilnya penanaman percobaan skala besar di Purwakarta dan di Banyuwangi membuka jalan bagi Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson, seorang ahli teh, menaruh landasan bagi usaha perkebunan teh di Jawa. Pada tahun 1828 masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, Teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa (Culture Stelsel). Sejak saat itu teh menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.

1720

Pabrik-pabrik gula cukup banyak didirikan di sepanjang Sungai Ciliwung. Dari sejumlah 130 terdapat 50 pabrik gula yang berlokasi di tepi Sungai Ciliwung. Para pekerja biasa membuang sisa-sisa sampah tebu ke Sungai Ciliwung. Mereka tidak menyadari bahwa akibat kebiasaannya itu aliran sungai menjadi tersumbat.

1728

Pengolahan teh didukung oleh pemerintah.

1750

East India Company menciptakan sistem lelang dan sampai dengan sekarang masih bertahan di London.

Gubernur Jendral Mossel 1750-1761

Ia membeli weltevreden mendirikan rumah kediaman besar dan bagus (dekat RS Gatot Subroto sekarang). Di sekeliling rumah itu dibuatlah kebun yang sangat luas terhampar sampai ke Senen, dilengkapi dengan telaga-telaga buatan, kijang dan menjangan bergerombol di kebun itu. Ketika van Overstraten menjabat Gubernur Jendral weltevreden dijual kepada Belanda dengan batas-batas: Di sebelah utara Postweg (jalan Pos) dan Schoolweg (jl. Dr. Sutomo); di sebelah timur Groote Zuiderweg (sekarang jl. Gung sahari-Senen-Kramat bunder); di sebelah selatan: Kramat Bunder-Jembatan Prapatan; di sebelah Barat dibatasi oleh sungai Ciliwung.

1753

  • Linnaeus meulis sistem binominal tentang teh.
  • John Hill, menganggap thea virdis sebagai teh hijau, dan thea baliwa teh hitam.

Pemerintah Belanda 1798

VOC bangkrut dan dikelola langsung oleh pemerintah Belanda. Pada 1 Januari 1800 didirikan majelis untuk urusan jajahan Asia.

Herman Wilhelm Daendels

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811), diberlakukan sistem pemerintahan secara radikal (meletakkan dasar pemerintahan sistem Barat). dan Daendels membangun jalan dan benteng bagi pertahanan menghadapi serangan Inggris.

Thomas Stamford Raffles

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Raffles (1811-1816), diterapkan sistem Landrente (semua tanah milik negara) rakyat penggarap harus membayar sewa tanah, diteruskan oleh Belanda hingga tahun 1830.

Gubernur Jenderal van der Capellen

Jenderal de Kock

Pada masa pemerintahan Jenderal de Kock, terjadi Perang Diponegoro (1825-1830)

1826-1828

  • Percobaan-percobaan di Kebun Botani di Bogor berhasil (1826).
  • Perkebunan teh yang pertama di Nusantara dimulai oleh J.L.L.L. Jacobson (1828).
  • Awal industri teh (akhir 1928), semak teh 96.400 ha.

Jenderal van de Bosch

1830 –1870

  • 1830 Diulainya Sistem tanam paksa.
  • 1833 Terdapat 1.700.000 batang pohon teh dengan hasil 16.833 pon.
  • 1835 Hasil teh dari Nusantara mulai diangkut ke negeri Belanda sebanyak 200 peti, pertama kalinya diikutkan pelelangan teh Amsterdam.
  • 1841 Kebun teh di seluruh Jawa baru ada kira-kira 3.000 bau (2.129 hektar).
  • 1843 Robert Fortune, menemukan hitam dan hijau teh karena prosesnya bukan tanamannya .
  • 1846 Kebun teh di seluruh Jawa kira-kira 4.500 bau (3.193 hektar).
  • 1858 450 orang dikerahkan untuk penanaman kopi, 300.000 orang untuk menanam tebu, 110.000 orang menanam nila.
  • 1832-1867 Saldo Untung (Batig slot) pemerintah Belanda mencapai 967 juta Gulden.

1870 -1910

  • 1870 Awal peraturan hak Erfpacht (75 tahun), ada 15 perusahaan.
  • Periode Politik Kolonial Modern.
  • Undang-undang Gula (suikerwet), (Para petani selain harus mengerjakan penanaman juga, mengerjakan tanpa upah untuk pengangkutan, pengolahan gula di pabrik, pembuatan jalan, pembuatan saluran air dan jembatan).
  • 1872 Import benih teh Assam, sebelumnya dari Tiongkok dan Jepang.
  • 1875 Kebun teh rakyat terdapat di Sinagar dan Parakan; A.B.B. Crone; Biji teh cuma-cuma kepada rakyat di Cicurug dan Cibadak; Bapak perkebunan teh rakyat.
  • 1878 Datangnya varitas thea assamica di Nusantara.
  • 1880 Kebun Rakyat (Cibadak dan Cicurug).
  • 1893 Luas Kebun Rakyat 300 ha.
  • 1870-1900 Zaman Liberalisme (masuknya Modal Barat).
  • 1900-1914 Pemerintah Hindia Belanda mencari bentuk pemerintahan yang mensejajarkan Barat dan Timur dan mendudukkan keduanya dalam satu kesatuan politik. Perubahan ini dilatarbelakangi oleh keinginan merdeka dari rakyat.
  • 1901 Terjadi bencana hama pada tumbuhan tebu dan kopi.
  • 1902 Thee Proefstation (balai penelitian) yang pertama di Bogor, kemudian bernaung di bawah Centrale Proefstationsvereniging (CPV).
  • 1909 Luas Kebun Rakyat 8000 ha.

1910-1942

  • 1910-1914 dan 1920-1928 Periode puncak laju pertumbuhan teh per tahun per hektar menjadi rata-rata 6.3 % dengan laju pertumbuhan penanaman yang jauh lebih tinggi.
  • 1910-1940 Perluasan perkebunan di Selatan Priangan.
  • 1918-1921 Depresi ekonomi, hanya pabrik-pabrik dekat Sukabumi yang disewa pemerintah bertahan melakukan pengolahan teh rakyat.
  • 1918 Krisis perusahaan gula tahun di Hindia Belanda.
  • 1920 Ekspor menurun sehingga perusahaan-perusahaan di Eropa mengalami kerugian dan bahkan ada yang bangkrut.
  • 1921 Dibawah pemerintahan Gubernur Jenderal Fock mengalami krisis ekonomi; Pergantian pemerintahan ke tangan Gubernur Jenderal Fock
  • 1922 Terjadi pemogokan pegawai pegadaian.
  • 1923 Terjadi pemogokan pegawai kereta api.
  • 1925 Pelaksanaan pembangunan dilakukan oleh pemerintah yang mencakup:
    1. desentralisasi,
    2. perubahan pemerintahan,
    3. perbaikan kesehatan rakyat dan emigrasi,
    4. perbaikan pertanian dan peternakan, serta
    5. pembangunan irigasi dan lalu lintas

Menjelang PD II - Perdagangan teh memberikan keuntungan besar bagi kas negeri pemerintah kolonial (berkantor di Amsterdam dan Roterdam).-Terdapat 324 perusahaan (259 perusahaan di Jawa Barat atau 78%)

Referensi

  • Anonim. 1985. "Teh Sebagai Komoditi Ekspor Indonesia Khas Jawa Barat”: I dan II," Business News No. 4189: lc - 8c, 2, dan No. 4191: lc - 9c.
  • BPTK.,1989. "Tea: A Product of Unbroken Steadines," Indonesia Magazine, vol. XX No. 6. Hal. 38-39. Bandung.
  • Burger, 1984. “Sejarah Ekonomi Indonesia Dari Segi Sosiologi Sampai Akhir Abad XIX,” terj. Prajudi Atmosudirdjo, Prof. Dr. MR. Cetakan keempat. Jakarta: Pradnya Paramita
  • Vries, J.J. de. 1972. “Jarboek van Batavia en Omstreken, Batavia,” terj. Abdul Hakim. 1993. “Jakarta Tempo Doeloe” Jakarta.: Media Antar Kota Jaya.
  • Harkantiningsih, Naniek. 1989. "Perkebunan di P. Jawa Pada abad ke-19," AHPA 111. Jakarta: Depdikbud, hal. 300 - 314.
  • Harris, Tawaluddin. 1997. “Sistem Pertahanan Kota Jakarta (Batavia) Abad XVII-VIX : Telaah Kartografi, dalam Arung Samudera” Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, hal. 744 – 769.
  • Heuken, Adolf. SJ., 1999. Sumber-Sumber Asli Sejarah Jakarta, terjm., Jilid I, hal 28, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta.
  • Kamarinjani.,1978. “Sejarah Perusahaan-perusahaan Teh Indonesia 1824-1924” Bandung: BPTK
  • Pusat Dokumentasi Dan Informasi Ilmiah LIPI.,1990. Aspek Ekonomi Teh. Jakarta: LIPI.
  • Shanti, Desril Riva. 2000. “Teh Sebagai Komoditas Perkebunan Di Jawa Barat Pada Masa Kolonial,” editor Sunardi Edy, MSc., PhD., Munandar A.A., Rona Arkeologi. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, hal 69-77.
  • Siswoputranto, P.S. 1976. “Komoditi Ekspor Indonesia” Jakarta: Gramedia. Sukarja, Rasyid et al.,1988 Peranan KUD Dalam Pengembangan Sub Sektor Perkebunan.
  • Wijono. H. 1987. "Komoditi Teh di Indonesia," Business News No. 4578, hal. K-12c.

Pranala luar