Sayid Abdurrani Teungku Putik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sayyid Abdurrani dilahirkan di Cot Nigan Seunagan pada tahun 1267 H atau bertepatan 1851 M. Namun salah satu penulis, Hasbullah[1] menulis dalam bukunya Sayyid Abdurrani lahir pada tahun 1849 M. Pada saat beliau lahir Seunagan berada dibawah kepemimpian seorang ulebalang yang bernama Teuku Meurah Johan. Ayahnya bernama Sayyid Abdurrasyid bin Qutbul Wujud Sayyid Abdurrahim bin Sayyid Abdul Qadir bin Sayyid Athaf bin Sayyid Abdussalam bin Sayid Ali

Sayyid Abdurrani dikenal dengan lakap Teungku Putik karena masyarakat pada saat itu menaruh hormat kepadanya, dimana beliau dalam usia yang masih muda sudah memiliki pengetahuan agama yang baik. Lakap Teungku Putik ada yang menulis Teungku Putih/Puteh seperti Zentgraff dan Ibrahim Alfian dalam bukunya masing-masing.

Pendidikan[sunting | sunting sumber]

Habib Abdurrani memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, pada umur enam tahun sudah mampu membaca alquran dengan baik dan mampu menghafal sebahagiannya. Guru-guru beliau adalah :

1. Sayid Abdurrasyid; orangtuanya sendiri

2. Sayid Muhammad Yasin; pamannya

3. Syaikh Muhammad Hasan (Teungkuchik Dikila)

4. Dan ulama-ulama lainnya Habib Abdurrani mendalami berbagai ilmu pada ilmu Fiqh, ilmu Tauhid, ilmu Nahu dan Ilmu Mantiq sehingga beliau menjadi sosok yang berkarakter, punya spiritual, dan visioner. Tidak heran pada masanya beliau dianggap sebagai tokoh yang disegani.

Aktifitas[sunting | sunting sumber]

1. Qadhi di negeri Seunagan

2. Pelopor pembungan irigasi dan jalan di Seunagan

3. Berdakwah : mendirikan Masjid Jamik Syaikhuna Gampong Ujong Pasi, Masjid Gapa Garu dan Masjid Alue Thoe.

4. Pejuang

Perjuangannya[sunting | sunting sumber]

Pada saat pihak Belanda mengijak kakinya di Meulaboh Habib Abdurrani telah mengadakan kegiatan-kegiatan untuk menghimpun seluruh kekuatan kaum muslimin dalam suatu barisan jihad fisabilillah untuk melawan Belanda. Beliau berhasil menghimpun beberapa panglima kesatratia terbaik dibawah satu komando. Panglima tersebut terdiri dari T. Kapa, T. Itam, T. Imeu Meukek, T. Mak Said, dan Pang Sabi. Disamping itu juga ada Teuku Raja Tampok yang saat itu masih muda selalu siap siaga. Komando ini dibentuk dengan tujuan apabila serdadu Belanda mendarat ke Seunagan maka mereka siap bertempur. Bersama dengan pengikutnya yang ikhlas ingin berjihad membuat markas pertahanan di Gunung Nigan. Selain itu beliau dan pengikutnya juga sudah mempersiapkan benteng di Paya Udeng dan Masjid Nigan sekitar tahun 1890 an. Sekitar tahun 1895 M Sayid Abdurrani yang dibantu Teuku Raja Tampok mempersiapkan markas pertahanan di daerah Krueng Buloh dan Tadu Ujoeng Krueng. Kemudian pada tahun 1900 M kembali membuat markas pertahanan baru di Alue We Tadu atas. Begitulah para pejuang yang bergerilya yang melakukan pindah dari tempat satu ke tempat lain untuk bersembunyi sebagai salah satu taktik dalam berperang.[2][3][4][5][6]

Diasingkan ke Pulau Jawa[sunting | sunting sumber]

Sejarah mencatat bahwa Habib Sayid Abdurrani salah satu pejuang Aceh yang di asingkan oleh Belanda ke pulau Jawa pada tahun 1919 M. Awalnya Belanda ingin mengasingkan beliau ke Nusakambangan, namun atas permintaan Bupati Mertadiredja III kemudian Habib Abdurrani di Asingkan di Banyumas Jawa Tengah. Beliau menghabiskan wajtu di Banyumas dengan mengajar dipesantren. Menurut beberapa sumber yang pernah berkunjung ke Banyumas, pada tahun 1933 usia Sayid Abdurrani sudah mencapai 85 tahun dan meninggal dunia di sana. Habib Abdurrani dimakamkan di bukit berdekatan dengan makam Adipati dan makam Raja Jembranan berada di Desa Kejawar Banyumas.[7]

Keturunannya[sunting | sunting sumber]

Habib Sayid Abdurrani menikah dengan Wan Fatimah (Cut Ie Blang) binti Sayid Mahyuddin (Habib Din) bin Sayid Husein Alaydrus yang merupakan keluarga dari Sayid Mahyiddin (Habib Puteh Kila). Namun dari perkawinan ini tidak dikarunia anak. Habib Abdurrani kemudian menikah lagi dengan anak kandung dari Teuku Tuan dari Nigan.Berikut nama-nama anaknya : 1. Sayid Abdul Kawi (Habib Alwi 2. Sayid Razali (Habib Rayeuk), 3. Sayid Muhammad Daud (Habib Lhouk) 4. Sayid Basyar wafat di Tadu Raya 5. Sayid Usman (Teungku Teh) syahid pada saat perang di Alue Wee.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Hasbullah “Teungku Putik dari Perjuangan Hingga Pengasingan (1849 – 1833 ” Banda Aceh : Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh, 2012.
  2. ^ T. Tjoet Achmad“(95 Tahun Tantangan Ultimatum Keradjaan Belanda terhadap Keradjaan Atjeh” Diterbitkan Seksi Publikasi/Dokumentasi Panitia Peringatan Pahlawan Nasional dari Atjeh, Medan dan Sekitarnya. 1961.
  3. ^ H.M. Thamrin Z, Edy Mulyana “Pantai Barat Aceh di Panggung Sejarah”Banda Aceh : Badan Perpustakaan NAD, 2009
  4. ^ H.C. Zentgraaff “Aceh” Diterjemahkan oleh Aboe Bakar. Jakarta : Penerbit Beuna, 1983.
  5. ^ Habib Rayeuk “Riwayat Hidup dan Perjuangan Sayid Abdurrani alias Tgk. Putik Seunagan Aceh Barat” Pulo Ie, 20 Agustus 1981
  6. ^ Said Syahrul Rahmad “Teungku Putik, Pejuang Aceh dari Seunagan” Acehtrend, Edisi 15 Mei 2018. Di akses tanggal 20 Juli 2018.
  7. ^ Said Syahrul Rahmad "Sejarah Habib Abdurrahim Seunagan dan keturunannya" Cetakan Pertama: November 2019 ISBN: 978-602-50126-5-5